Rabu, 13 Desember 2017

METODE GABUNGAN

METODE GABUNGAN

DI
S
U
S
U
N
OLEH:

Nama                            :  Riska alfiandi

Prodi/Unit           :  PAI /A

Semester               :  1 (Satu )

Dosen Pengampu          :  Sodikin, M.A


                                             






JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
GAJAH PUTIH TAKENGON ACEH TENGAH, ACEH
2013/2014




KATA PENGANTAR


Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, makalah ini berjudul “ Metode Gabungan ”. Selanjutnya shalawat teriring salam senantiasa di alamatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kejahilan ke alam yang berpengetahuan.
Makalah  ini di susun untuk menyelesaikan studi pada jurusan Tarbiyah  Program Studi Pendidikan Agama pada STAIN Gajah Putih Takengon Aceh Tengah, Aceh penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat setiap mahasiswa dalam menyelesaikan mata kulyah, Metode pembelajaran Al-Qur’an namun dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, namun demikian berkat bantuan dan bimbingan Bapak  dan Ibu Dosen  yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan nasehat sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Akhirnya penulis menyerahkan diri kepada Allah SWT sehingga Makalah ini  dapat dilanjutkan dan  dengan rahmat serta hidayah-Nya kiranya makalah ini merupakan karya yang diridhoi-Nya Amin Ya Rabbal’alamin.

Takengon,  ………………2013 M




Penulis



 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sebab kami mengangkat judul “Menghapal Al-Qur’an Dengan Metode Gabungan” karena ingin memperluas pengetahuan kami tentang para hafidz dan hafidzah, dan ingin membagi pengetahuan kepada umat islam tentang keutama’an Al-Qur’an dan para penghafal Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an merupakan sesuatu yang paling utama dari sesuatu yang lain, bahkan Allah memuliakan orang yang membaca dan yang menghafalnya. Sebagai mana hadist Rasulullah saw dibawah ini :
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَال :َقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَحَفِظَهُ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ وَشَفَّعَهُ فِي عَشَرَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ كُلُّهُمْ قَدْ اسْتَوْجَبُوا النَّارَ(رواه ابن ماجه)
Artinya :
Dari Ali bin Abi Thalib berkata dia : Rasulullah saw bersabda : Barang siapa membaca Al-Qur’an dan menghafalnya niscaya Allah masukan kesurga dan mendapat syafa’at serta di tempatkan mereka bersama orang-orang pilihan Allah seluruhnya. Sungguh dijauhkan dari api neraka. (HR.Ibnu Majah)[1]

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikuta:
1.      Apa yang disebut dengan aktifitas menghafal Al-Qur’an?
2.      Apa yang dimaksud dengan metode gabungan dalam menghafal Al-Qur’an dan bagaimana cara melakukannya.

C.    Tujuan Penulisan
Merujuk kepada rumusan masalah yang tertera di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      Makna dari aktifitas menghafal Al-Qur’an.
2.      Metode gabungan dalam menghafal Al-Qur’an dan cara melakukannya.



BAB II
MENGHAFAL AL-QUR’AN DENGAN METODE  GABUNGAN

A.    Pengertian Menghafal Al-Qur’an
Kata hafal secara etimologi diserap dari bahasa Arab, yaitu hafiza-yahfazu - hifzan yang menurut makna dasarnya berarti “memelihara, menjaga, menghafal, dan mengawasi”.[2]  Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian “menghafal adalah berusaha meresapkan kedalam fikiran agar selalu ingat”.[3]  Definisi lain dikemukakan “menghafal adalah dapat mengucapkan sesuatu di luar kepala (tanpa melihat buku atau catatan lain)”.[4] Adapun menghafal yang dimaksudkan penulis adalah proses mengingat suatu materi di luar kepala dengan cara meresapkan dalam hati, dengan berbagai strategi dan metode tertentu.
Al-Qur’an menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Kata                 Al-Qur’an diambil dari isim mashdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul, yaitu : maqru’ (yang dibaca).[5]  Menurut istilah ahli agama Islam, Al-Qur’an ialah “nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang ditulis dalam mushaf”.[6]
Beberapa kalangan ulama bahasa, ulama fiqih, dan ulama ushul mendefiniskan Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya memiliki nilai ibadah, dan diturunkan secara mutawatir yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.[7]

B.     Metode Gabungan Dalam Menghafal Al-Qur’an
Dalam menghafalkan Al-Qur`an sebanyak  30 juz bukan merupakan suatu pekerja’an yang mudah. Semua pekerja’an atau program akan berjalan lancar dan berhasil dalam mencapai target yang telah ditetapkan, jika menggunakan suatu cara atau metode yang tepat. Keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan juga ter­gantung kepada pemilihan dan penerapan suatu metode, sistem atau cara yang tepat. Dan semua akan berjalan secara efektif dan efisien. H. A.Muhaimin Zen membagi metode menghafal Al‑Quran menjadi dua macam, dengan pernyata’annya: “Adapun metode menghafal Al-Qur`an ada dua macam yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan, yaitu metode tahfidz dan takrir.[8]
Metode tahfidz di atas disebutkan bahwa tahfidz yaitu menghafal materi baru yang belum pernah dihafal. Adapun langkah-langkah yang diambil Pertama kali terlebih dahulu calon penghafal membaca bin nadzar (dengan melihat mushaf) materi-materi yang akan diperdengarkan ke hadapan instruktur minimal 3(tiga) kali. Setelah dibaca binnadzar (dengan melihat mushaf) dan terasa ada bayangan, lalu dibaca dengan hafalan (tanpa melihat mushaf) minimal 3(tiga) kali dalam satu kalimat dan maksimalnya tidak terbatas. Apabila sudah dibaca dan dihafal 3(tiga) kali masih belum ada bayangan atau masih belum hafal, maka perlu ditingkatkan sampai menjadi hafal betul dan tidak boleh materi baru.
Setelah satu kalimat tersebut ada dampak­nya dan menjadi hafal dan lancar, lalu ditambah dengan merangkaikan kalimat berikutnya sehingga sempurna menjadi satu ayat. Materi-materi baru ini selalu dihafal sebagaimana halnya menghafal pada materi pertama. Kemudian dirangkaikan dengan mengulang-ulang materi atau kalimat yang telah lewat, minimal 3(tiga) kali dalam satu ayat ini dan maksimal tidak terbatas sampai betul-betul hafal. Tetapi apabila materi hafalan satu ayat ini belum lancar betul, maka tidak boleh dipindah kemateri ayat berikutnya.
Yang selanjutnya Metode takrir yaitu metode untuk mengulang-ulang hafalan yang sudah diper­dengarkan kepada instruktur. Jadi metode takrir ini sangat penting sekali diterapkan, karena menjaga hafalan merupakan suatu kegiatan yang sulit dan kadangkala terjadi kebosanan. Sangat dimungkinkan sekali suatu hafalan yang sudah baik dan lancar menjadi tidak lancar atau bahkan menjadi hilang sama sekali. Sewaktu takrir, materi yang diperdengarkan kehadapan instruktur harus selalu seimbang dengan tahfidz yang sudah dikuasainya. Jadi tidak boleh terjadi bahwa takrir jauh ketinggalan dari tahfidznya. Dalam hal ini per­imbangan antara tahfidz dan takrir adalah satu banding sepuluh. Artinya apabila penghafal mempunyai kesanggupan hafalan baru atau tahfidz dalam satu hari dua halaman, maka harus diimbangi dengan takrir dua puluh halaman (satu juz). Tepatnya materi tahfidz satu juz yang terdiri dari dua puluh halaman, harus mendapat imbangan takrir sepuluh kali, demikian seterusnya. Dan apabila materi satu juz itu belum mendapat imbangan, umpama tahfidznya sudah mendapat dua puluh halaman (satu juz) sedangkan takrirnya baru enam atau tujuh kali, maka kesempatan untuk tahfidz perlu dihentikan dan kesempatan selanjutnya disediakan untuk mengejar takrirnya sampai mencukupi jumlah perimbangan yaitu sepuluh kali.[9] Usaha pengulangan ini harus diadakan secara ketat, karena kalau hafalan yang sudah ada tidak akan bertahan lama dan akan sia-sia jikalau pemelihara’an tidak dilaksanakan. Sedangkan kunci keberhasilan menghafal Al-Qur`an adalah mengulang-ulang hafalan yang telah dihafalnya yang disebut “takrir”.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Al-Qur’an menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Kata                 Al-Qur’an diambil dari isim mashdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul, yaitu : maqru’ (yang dibaca). Menurut istilah ahli agama Islam, Al-Qur’an ialah “nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang ditulis dalam mushaf”. Sedangkan Menghafal adalah proses mengingat suatu materi di luar kepala dengan cara meresapkan dalam hati, dengan berbagai strategi dan metode tertentu.
Dalam menghafalkan Al-Qur`an sebanyak  30 juz bukan merupakan suatu pekerja’an yang mudah. Semua pekerja’an atau program akan berjalan lancar dan berhasil dalam mencapai target yang telah ditetapkan, jika menggunakan suatu cara atau metode yang tepat. Keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan juga ter­gantung kepada pemilihan dan penerapan suatu metode, sistem atau cara yang tepat. Adapun metode menghafal Al-Qur`an ada dua macam yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan, yaitu metode tahfidz dan takrir
B.     Saran
Demikianlah makalah sederhana ini kami buat. Namun demikian, kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesernpumaan. Kami mohon maaf apabila masih banyak ditemui kesalahan, itu datangnya dari kealpaan kami. Oleh karena itu, kritik dan saran sangatkami harapkan dari pembaca semua


[1] Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakariya, Himpunan Fadhilah Amal, (Yogyakarta: Ash-Shaff, 2006), hal. 28
[2] Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : PT. Mahmud Yunus Wadzuryah, 1972), hal. 104
[3] Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 291
[4] Depdiknas, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pusat Bahasa Depdiknas, 2008),                hal. 501
[5] Farid Essack, Samudera Al-Qur’an, Cet. Ke-I, (Yogyakarta : Diva Press, 2007), hal. 65
[6] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir  Cet.            Ke-2, (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 3
[7] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an ; Untuk UIN, STAIN, dan PTAIS, Cet, Ke-II, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2006), hal. 11
[8], H.A Muhaimin Zen, Tata Cara/Problematika Menghafal al-Qur’an dan Petunjuk-petunjuknya, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985, hal. 249-250
[9] H.A Muhaimin Zen, Tata Cara/Problematika Menghafal al-Qur’an dan Petunjuk-petunjuknya, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985, hal. 250 – 251