Sabtu, 09 Desember 2017

MAKALAH SPI


MEMENUHI TUGAS MAKALAH
MATA KULIAH SEJARAH PERADAPAN ISLAM

“PERADABAN ISLAM INDONESIA PASKA KEMERDEKAAN

Ø  DISUSUN OLEH                                : REZA RAHMATILLAH                         
Ø  JURUSAN                                            : PAI
Ø  PRODY                                                : TARBIAH
Ø  UNIT                                                   : A
Ø  SEMESTER                                          : 1 ( SATU )


DOSEN PEMBIMBING :  PADHILAWATI  S.Ag



















KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN GPA) TAHUN AJARAN 2013/2013


KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang  berjudul “Peradaban Islam Indonesia Paska Kemerdekaan”. Serta shalawat dan salam kepada junjungan  kita Nabi  Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam jahilyah ke alam berilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Makalah ini saya susun berdasarkan beberapa buku,penyusunan /pembuatan. Adapun penyajian materi ini sangat sederhana dan sebaik mungkin tanpa melupakan tujuan agar mudah di pahami dan dimengerti  untuk mengetahui isi materi yang dipelajari.
saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan isi makalah ini.
Akhirnya saya menyerahkan diri kepada Allah SWT. Mudah-mudahan makalah ini  dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan,agama dan Negara. Dengan rahmat serta hidayah-Nya, makalah ini merupakan karya yang diridhoi-Nya. Amin Ya Robbal’alamin.





                                                                                                Takengon,  Nopember 2013       
                                                                                                            Hormat saya,


                                                                                                                Penulis
                                                                                               



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Pada masa revolusi terdapat banyak sekali tulisan-tulisan yang berkembang dan ditulis oleh sejarawan-sejarawan nasional pada masa itu. Penulisan-penulisan tersebut dilakukan, salah satunya ialah untuk meningkatkan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia yang saat itu sedang menginjak masa-masa kebebasan dari belenggu penjajajah. Sehingga tidak aneh jika pada historiografi Indonesia masa revolusi begitu banyak penulisan tentang pahlawan-pahlawan dan tokoh-tokoh nasional.

Dalam sejarah Indonesia umat Islam mempunyai peranan penting, baik dalam mempertahankan negara Indonesia maupun dalam membangun Negara Republik Indonesia. Selama kurang lebih tiga setengah abad, Indonesia meringkuk dalam cengkeraman penjajah. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah itu semuanya mengalir ketangan penjajah.
Negara dapat dikatakan sebagai sebuah lembaga purba manusia yang telah ada sekitar 10.000 tahun yang lalu sejak masyarakat pertanian muncul di Mesopotamia. Negara-negara tersebut, yang telah lahir mulai sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun silam, memiliki fungsi dan peran yang sangat beragam, mulai fungsi dan peran yang baik hingga sebaliknya. Negara yang ideal adalah Negara yang memiliki selain kemampuan, juga mampu menjalankan fungsi dan peran idealnya secara maksimal.

B. Tujuan

Pada dasarnya tujuan penyusun  makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat umum. Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan informasi dan menambah wawasan kepada pembaca mengenai Indonesia pada masa revolusi dan peran islam dalam kemerdekaan serta agama dan kekuatan politik masa poloniasme. 

C. Rumusan Masalah
A.    Islam Indonesia Dalam Masa Revolusi
B.     Peran Islam Dalam Kemerdekaan Indonesia

C.     Peradaban Islam Dan Negara Pancasila


BAB II
PEMBAHASAN
Peradaban Islam Indonesia Paska Kemerdekaan

A.   Islam Indonesia Dalam Masa Revolusi
           Pada masa revolusi terdapat banyak sekali tulisan-tulisan yang berkembang dan ditulis oleh sejarawan-sejarawan nasional pada masa itu. Penulisan-penulisan tersebut dilakukan, salah satunya ialah untuk meningkatkan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia yang saat itu sedang menginjak masa-masa kebebasan dari belenggu penjajajah. Sehingga tidak aneh jika pada historiografi Indonesia masa revolusi begitu banyak penulisan tentang pahlawan-pahlawan dan tokoh-tokoh nasional. Tokoh-tokoh nasional ini dijadikan simbol nasionalisme dan identitas bangsa.[1]

Penulisan pada masa revolusi ini merupakan historiografi peralihan dari historiografi tradisional ke historiografi modern. Pada historiografi masa revolusi ini penulisannya sudah bukan lagi berbicara tentang mitos-mitos dan religius, akan tetapi sudah mulai memasuki babakan penulisan ke arah penulisan modern. Peralihan historiografi ini menunjukkkan bahwa dari bangsa Indonesia sendiri memiliki orang-orang yang mau menulis peristiwa sejarah yang benar sesuai fakta.[2]
Dalam setiap perkembangannya Historiografi di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri baik dalam tulisan maupun tata cara penulisannya, begitu juga yang terjadi dalam penulisan sejarah pasca revolusi. Menurut Sartono Kartodirjo dalam bukunya Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia (1982:23. Literatur sejarah sejak Proklamasi mengalami “booming period”, hal yang belum pernah terjadi dalam sejarah historiografi Indonesia.
Historiografi pada masa revolusi memiliki banyak ciri yang membedakannya dengan historiografi  pada masa sebelumnya maupun sesesudahnya. Adapun ciri historiografi pada masa revolusi ialah sebagai berikut:
1.     Penulisannya bersifat Indonesiasentris bukan Eropasentris.
2.     Banyak biografi dari tokoh maupun pahlawan nasional yang  diterbitkan, seperti Teuku umar, Imam Bonjol, Patimura, Diponegoro, dan masih banyak lainnya.
3.     Tulisan merupakan ekspresi dalam semangat nasionalistis yang berkobar-kobar dalam periode post revolusi.
4.     Tokoh-tokoh nasional menjadi simbol kenasionalan serta menjadi indentitas bangsa yang menghilang pada masa kolonial. (Kartodirjo, 1982:23).
B.   Peran Islam Dalam Kemerdekaan Indonesia
Dalam sejarah Indonesia umat Islam mempunyai peranan penting, baik dalam mempertahankan negara Indonesia maupun dalam membangun Negara Republik Indonesia. Selama kurang lebih tiga setengah abad, Indonesia meringkuk dalam cengkeraman penjajah. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah itu semuanya mengalir ketangan penjajah. Kemudian penjajah itu bukan saja menjajah politik bangsa saja, tetapi juga menjajah hak asasi bangsa Indonesia yang paling dasar bagi umat Islam, yaitu menjajah faham-faham agama Islam untuk ditukar dengan faham Komunisme , Liberalisme, dan agama lain. Sejak semula, api kepahlawanan berkobar menentang penjajah. Ini merupakan ciri semangat jihad umat Islam yang sama sekali bertentangan dengan ide-ide penjajah maupun tekanan-tekanan yang menimpa diri umat Islam.[3]
          Perlawanan terhadap penjajah itu sudah dimulai sejak bangsa-bangsa asing tersebut mulai mencengkeram bangsa pribumi. Dalam abad ke 17 sampai 19 perlawanan umat Islam sudah dilakukan dan dipelopori oleh tokoh-tokoh pahlawan Islam, seperti Sultan Agung (Mataram), Sultan Agung Tirtayasa dan Ki Tapa (Banten), Sultan Hassanuddin (Makassar), Teuku Cik Ditiro (Aceh), Teuku Imam Bonjol (Minangkabau) dan para Kyai diseluruh pondok pesantren, terutama dikalangan santri santri pulau Jawa. Patriot-patriot bangsa ini dapat dilihat semangatnya dalam mencapai kemerdekaan, telah menggema keseluruh nusantara. Pahlawan-pahlawan itu merupakan embrio gerakan Nasional secara keseluruhan dalam menentang penjajah, sebab dengan rasa senasib terjajahnya umat Islam, mereka merasa satu se-Nusantara tanpa melihat dari daerah mana mereka berjuang.[4]
          Bangsa Indonesia mempunyai semangat persatuan Islam yang amat kuat untuk dapat mengusir penjajah Belanda. Waktu bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, musuh-musuh Republik Indonesia masih berusaha menggagalkan arti dari pada proklamasi kemerdekaan tersebut. Untuk mempertahankan proklamasi Rois Akbar NU K.H. Hasyim Asy’ari menyerukan resolusi jihad. Dengan dicetuskannya resolusi jihad, maka semangat umat islam membela kemerdekaan berkobar di seluruh tanah air. Pemuda-pemuda Islam menggabungkan diri kedalam pasukan Hisbullah yang dipimpin oleh Zainal Arifin, orang Islam dari kalangan bergabung didalam barisan “Sabilillah” dibawah pimpinan K.H. Masykur. Para Kyai bergabung dalam barisan “Mujahidin” dibawah pimpinan K.H. Wahab Hasbullah.[5]
          Dalam kancah revolusi Indonesia 1945-1949, mereka menjadi pengawal Revolusi dalam merebut persenjataan Jepang untuk melawan agresi sekutu, terutama pada pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya. Kemudian mereka terbentuk dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR), akhirnya menjadi cikal-bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada waktu Belanda menyerbu Yogyakarta tanggal 19 Desember 1948, menurut perhitungan politik Bung Karno, Syahrir, H.AgusSalim, Muhammad Roem, As-Saat, dan lain –lain.


Para Pemimpin membiarkan diri untuk ditangkap Belanda dan di asingkan ke Prapat dan Bangka. Sedangkan Pak Dirman harus keluar kota memimpin perang gerilya dan Mr. Syariffudin Prawiranegara menjalankan mandate memimpin pemerintah darurat Republik Indonesia di Bukit Tinggi, Sumatra Barat.[6]
          Agresi Belanda pada tahun 1948 ke Yogyakarta itu membawa korban ribuan pemuda Indonesia yang gugur syahid mempertahankan kemerdekaan tanah air. Dari istilah “syahid” itulah kemudian pada tahun 1950 dibentuk panitia pembangunan Masjid Syuhada yang diketahui oleh Mr. As-Saat Dt. Mudo di Yogyakarta. Karena besarnya minat dalam menyelesaikan pembangunan itu, maka Masjid Syuhada dapat diselesaikan dua tahun dan diresmikan 1 Muharram 1377 H/ (20 September 1952 M). Dalam proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, secara jelas dapat digariskan peranan umat Islam sebagai berikut, yaitu :
1.  Sumber Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Piagam tersebut kemudian menjadi Pembukaan UUD 1945 dengan perubahan beberapa kata. Sedangkan mengenai sumbangan isi dan penandatanganan Piagam Jakarta itu, tokoh-tokoh Islam mempunyai peranan penting atas penanada tanganannya tersebut.
2.    Pada saat diproklamirkan juga dihadiri oleh tokoh-tokoh umat Islam.
3.    Masih dalam suasana Proklamasi itu, pada tanggal 18 Agustus 1945, sidang PPKI memilih Bung Karno sebagai Presiden RI dan Bung Hatta sebagai wakil Presiden. Dalam siding tersebut juga membentuk Komite Nasional Pusat (KNIP) dengan Mr. Kasman Singidimejo sebagai ketuanya.
Maka umat Islam mempunyai peranan yang besar dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

C.   Peradaban Islam Dan Negara Pancasila
            Berdasarkan fakta sejarah, Islam di Indonesia dan Indonesia itu sendiri, memiliki beberapa persamaan mendasar.[7] Hal itu juga yang mengakibatkan mengapa Islam pada awal masuknya di Indonesia dapat diterima oleh masyarakat nusantara pada waktu itu, hingga tumbuh dan berkembang sampai pada puncak kuantitasnya sekarang. Ekspansi Islam di Indonesia pada awalnya memang dapat dikatakan sebagai tantangan teologis, politis dan kebudayaan pada waktu itu, yang dibuktikan dengan beberapa perlawanan yang juga sempat muncul pada waktu itu.[8] Pertentangan antara Islam dan masyarakat Indonesia pada waktu itu, sebenarnya lebih sebagai proses akulturasi dari pada pertentangan yang bersifat penolakan.
Dapat diterimanya Islam oleh masyarakat Indonesia tentu tidak dapat dilepaskan dari adanya kesesuaian antara kandungan ajaran Islam dengan prinsip-prinsip, tradisi dan budaya serta filosofi kehidupan dalam wilayah substansinya. Sebagai contoh misalnya, bagaimana masyarakat Indonesia memiliki prinsip gotong royong, tepo sliro, mikul dhuwur mendem jero,[9] keberagaman, serta masih banyak lagi beberapa nilai, prinsip maupun tradisi-tradisi yang pada hakekatnya sama dengan kandungan ajaran Islam. Mengenai gotong royong, Islam juga mengajarkan hal yang sama, mengenai tepo sliro dan mikul dhuwur mendem jero, Islam pun memerintahkan kepada seluruh Muslim untuk saling menghormati, menghargai, dan menyayangi sesamanya.[10]
Pada dasarnya, telah ditemukan sintesis yang paling memungkinkan dari proses dialektika antara Islam dan Indonesia. Sejarah pun mencatat bahwa beberapa Negara yang besar dan mampu bertahan bahkan menguasai dunia adalah Negara yang memiliki basis nilai yang kuat, dan Islam menyediakan itu semua untuk bangsa Indonesia. Memang Islam tidak menyebutkan secara detil mengenai pedoman teknis tentang Negara, tetapi Islam memiliki nilai-nilai yang dapat diadopsi kemudian dikontekstualisasikan ke dalam dinamika kehidupan kebangsaan di Indonesia.
Kemerdekaan dan kemajuan yang selama ini telah dirasakan oleh bangsa Indonesia pun, pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari peran para pendahulu yang mayoritas dari mereka adalah Muslim, dan mereka menjadikan Islam sebagai kerangka utama dari bangunan pemikiran serta aktifitas-aktifitas mereka dalam mewujudkan Indonesia yang ideal.[11] Mereka telah mencoba mendialektikakan antara Islam dengan Indonesia. Meskipun belum sepenuhnya berhasil, namun mereka telah berhasil menawarkan beberapa tawaran alternatif mengenai bentuk Negara yang paling ideal untuk Indonesia. Apakah Indonesia hari ini telah mencapai bentuk negaranya yang final, terlalu dini untuk mengatakan demikian. Indonesia hari ini adalah Indonesia yang masih selalu dalam fase eksperimentasi, tahap pencarian bentuk atau format Negara yang paling tepat, minimal untuk sementara waktu. Oleh karena itu, menjadi peluang besar, jika Islam coba untuk digali kembali khasanahnya, kemudian diobjektifikasikan untuk menjawab berbagai kebutuhan bangsa. Tidak menutup kemungkinan, Indonesia ke depan akan lebih baik  dari yang ada saat ini.
BAB III
PENUTUP

A.            Kesimpulan
Setelah melalui refleksi dan perenungan panjang terhadap kondisi bangsa Indonesia, pada dasarnya Indonesia sejak dulu telah memiliki modal bagi kemajuan dan perkembangannya. Persoalannya adalah bangsa Indonesia seolah terasa enggan untuk menggali kemudian menerapkan sintesis yang telah ditemukan tersebut. Lemahnya Negara salah satunya disebabkan oleh lemahnya masyarakatnya dalam beberapa aspek. Lemahnya masyarakat disebabkan oleh salah satunya ideology yang masih kabur, serta semakin menurunnya kapasitas etika dan moral.
Oleh karena itu, Islam, jika secara sungguh-sungguh digali kembali kemudian dikontekstualisasikan sehingga mampu dihasilkan sebuah rumusan atau formulasi yang tepat untuk bangsa Indonesia, yang selanjutnyasintesis tersebut secara konsisten dan penuh komitmen dilaksanakan, besar kemungkinan bangsa Indonesia sesegera mungkin akan keluar dari berbagai persoalan yang kini dihadapi, yang salah satunya adalah lemahnya Negara dan masyarakat.
Konsep mengenai Negara-Bangsa untuk Indonesia sangatlah relevan untuk diupayakan. Islam pun memiliki seperangkat nilai yang tidak bertentangan dengan kebutuhan bangsa Indonesia dalam mewujudkan konsep tersebut. Jika Pancasila benar-benar terinternalisasi dan dilaksanakan secara benar, maka Negara-Bangsa bagi Indonesia bukan lagi suatu hal yang mustahil. Dalam arti Indonesia sebagai Negara-Bangsa yang unggul, kokoh dan mandiri. Negara-Bangsa yang selalu lebih mengedepankan kepentingan keadilan dan kemanusiaan warganya, yang sudah tidak lagi bergantung kepada Negara lain sehingga sampai harus mengorbankan rakyatnya.
Dan dengan dicetuskannya resolusi jihad, maka semangat umat islam membela kemerdekaan berkobar di seluruh tanah air. Pemuda-pemuda Islam menggabungkan diri kedalam pasukan Hisbullah yang dipimpin oleh Zainal Arifin, orang Islam dari kalangan bergabung didalam barisan “Sabilillah” dibawah pimpinan K.H. Masykur. Para Kyai bergabung dalam barisan “Mujahidin” dibawah pimpinan K.H. Wahab Hasbullah.

B.           Saran
Didalam pembuatan makalah ini kami masih banyak mendapatkan kesulitan. Dan kepada Dosen pengajar dan rekan-rekan sekalian, kami selaku pemapar menyadari masih benyak kekurangan dan kesalahan oleh karena itu kami masi mengharapkan saran dan arahan dari rekan-rekan sekalian. 





DAFTAR PUSTAKA

1.      Anshory, HM. Nasruddin CH. Dekonstruksi Kekuasaan: Konsolidasi Semangat Kebangsaan. Yogyakarta: LKIS, 2008.
2.      Billah,  MM, “ Asas-asas Membangun Gerakan”, makalah disampaikan dalam  Debt Campaign Training II yang diselenggarakan oleh kerja sama antara INFID Jakarta, YBKS Surakarta, dan Gerah Jabar pada tanggal 4-9 Maret 2002 di Hotel  & Restaurant Mega, Jl. Proklamasi 40 Jakarta.
3.      Buchori, Mochtar. Indonesia Mencari Demokrasi. Yogyakarta: INSIST Press, 2005.
4.      Esposito, John L. “Benturan Antar Peradaban: Citra Kontemporer Islam di Barat”, dalam  Dialektika Peradaban: Modernisme Politik dan Budaya di Akhir Abad ke-20. Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2001.
5.      Fukuyama, Fancis.  Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.
6.      Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006.
7.      Madjid, Nurcholis. Indonesia Kita. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004.
8.      _______   Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Paramadina, 2008.
9.      Marx, Karl. Capital Vol 1,2,3. New York: International Publisher Co: 1978.
10.  Maududi, al-. The Islamic Law and Constitution, (Lahore: Islamic Publication, 1977)
11.  PB HMI, Nilai-nilai Dasar Perjuangan. Jakarta: PB HMI, 1971.
12.  Wahid, Abdurrahman. Islam Kosmopolitan: Nilai-nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan. Jakarta: The Wahid Institute, 2007.




[1] Mochtar Buchori, Indonesia Mencari Demokrasi, (Yogyakarta: INSIST Press, 2005), hlm. 255-256.
[2] MM Billah, Asas-asas Membangun Gerakan, makalah disampaikan dalam  Debt Campaign Training II yang diselenggarakan oleh kerja sama antara INFID Jakarta, YBKS
[3] Lihat salah satu penjelasan Nurcholis Madjid mengenai syirik yang demikian dalam, PB HMI, Nilai-nilai Dasar Perjuangan islam, (Jakarta: PB HMI, 1971).
[4] al-Maududi, The Islamic Law and Constitution, (Lahore: Islamic Publication, 1977).
[5] Nurcholis Madjid, Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya islam dalam perjuangan kemerdekaaan, (Jakarta: Paramadina, 2008), hlm. 239.
[6] MM Billah, Asas-asas Membangun Gerakan, makalah disampaikan dalam  Debt Campaign Training II yang diselenggarakan oleh kerja sama antara INFID Jakarta, YBKS Surakarta, dan Gerah Jabar pada tanggal 4-9 Maret 2002 di Hotel  & Restaurant Mega, Jl. Proklamasi 40 Jakarta.

[7] Perlu dipahami bahwa di sini penulis menyatakan “Islam di indonesia dan Indonesia” bukan “Islam dan Indonesia”. Hal tersebut untuk membedakan islam yang lebih bersifat universal dengan Islam dalam konteks Indonesia.

[8]. Lihat, John L. Esposito, “Benturan Antar Peradaban: Citra Kontemporer Islam di Barat”, dalam Dialektika Peradaban: Modernisme Politik dan Budaya di Akhir Abad ke-20, (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2001), hlm. 125-160.
[9] Nurcholis Madjid mengenai syirik yang demikian dalam, PB HMI, Nilai-nilai Dasar Perjuangan, (Jakarta: PB HMI, 1971).

[10] Salah satu ayat Al-Qur’an menyebutkan bahwa , “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri…”. Lihat Al-Qur’an, Surat An Nisaa, ayat 36.
[11] H. Agussalim Nasution, Cokroaminoto, M. natsir, Buya HAMKA, serta masih banyak lagi yang lain, hampir semua dari mereka melakukan usaha-usaha dalam melakukan objektifikasi terhadap Islam ke dalam ruang dan waktu yang kontekstual. Bahkan diantara mereka juga terdapat Muso (pimpinan PKI tahun 1948), dan Tan Malaka.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar