Minggu, 10 Desember 2017

Ilmu Tafsir Al-Qur'an


MAKALAH                          
                                             
ILMU TAFSIR AL-QUR’AN

Ø DISUSUN OLEH KELOMPOK  6  : REZA RAHMATILLAH
Ø  JURUSAN                                           : TARBIAH
Ø  PRODY                                               : PAI
Ø  UNIT                                                  : A
Ø  SEMESTER                                         : 1 ( SATU )


DOSEN PEMBIMBING MUCHSIN, S.HI








KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN GPA) TAHUN AJARAN 2013/2014

 KATA PENGANTAR
bismillah.gif


      Puji syukur hanya milik ALLAH SWT. Yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang kami beri judul “Ilmu Tafsir Al-Qur’an”. shalawat serta salam  mari sama-sama kita do’akan kepada junjungan  Nabi kita  Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam jahilyah ke alam berilmu pengetahuan seperti sekatang ini.
     Makalah ini kami susun berdasarkan beberapa buku/penyusunan /pembuatan . Adapun penyajian materi ini sangat sederhana dan sebaik mungkin tanpa melupakan tujuan agar mudah di pahami dan dimengerti  untuk mengetahui isi materi yang dipelajari..
Akhirnya kami menyerahkan diri kepada ALLAH SWT. Mudah mudahan makalah ini  dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, agama dan Negara. Dengan rahmat serta hidayah Nya, makalah ini merupakan karya yang diridhoi-Nya. Amin YaRobbal’alamin.






                                                          Takengon,  Oktober 2013       
                                                                  Hormat Kami,


                                                                     
                                                                 Kelompok VI



                                   BAB I
PENDAHULUAN

      Al- qur’an adalah sumber utama hukum Islam sejak generasi sahabat hingga kini, meskipun mereka hidup di zaman dan tempat yang berbeda, namun hasil kajian yang dituangkan para ulama dalam kitab-kitab tafsirnya secara prinsip tidak jauh berbeda. Adanya beberapa perbedaan penafsiran di kalangan para ulama yang bermartabat lebih bersifat variatif dan bukan kontradiktif. Sebab dalam menafsirkan ayat-ayat, mereka mengacu pada prinsip dan kaedah ‘ulum al-qur’an yang benar, yang diwariskan secara terpercaya dari generasi ke generasi.
  
    Dalam menginformasikan suatu masalah, al-quran menyampaikan secara global, parsial dan garis besar, kecuali pada beberapa masalah aqidah, pidana dan keluarga. Oleh karena itu dibutuhkan ilmu-ilmu yang membahas tentang keberadaan al-quran dan pemahaman kandungannya.
    
  Dalam makalah ini sekilas akan diuraikan tentang pengertian, ruang lingkup tafsir qur’an, sejarah perkembangan,metode,bentuk dan pembahasan - pembahasan dalam makalah ini bertujuan agar lebih fokus dan sistematis dalam mengkaji ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu tafsir al-qur’an.





BAB II
PEMBAHASAN
A.   Tafsir Al-Qur'an
   “Tafsir Al-Qur'an  adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al Qur’an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya, dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya pengetahuan bahasa Arab saja tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut Al-Qur'an dan isinya, Ilmu untuk memahami Al-Qur'an ini disebut dengan Ushul Tafsir atau biasa dikenal dengan Ulumul Qur'an, terdapat dua bentuk penafsiran yaitu at-tafsîr bi al- ma’tsûr dan at-tafsîr bi- ar-ra’yi, dengan empat metode, yaitu Ijmâli, Tahlîli, muqârin dan maudhû’i.”[1]
Sedangkan dari segi corak lebih beragam, ada yang bercorak sastra bahasa, fiqh, teologi, filsafat, tasawuf, ilmiyah dan corak sastra budaya kemasyarakatan.Berasal dari kata al-fusru yang mempunyai arti al-ibanah wa al-kasyf (menjelaskan dan menyingkap sesuatu). Menurut pengertian terminologi, seperti dinukil oleh Al-Hafizh As-Suyuthi dari Al-Imam Az-Zarkasyi ialah ilmu untuk memahami kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya menyimpulkan hikmah dan hukum-hukumnya.
B.     Sejarah Tafsir Al-Qur'an
          “Sejarah ini diawali dengan masa Rasulullah SAW. ketika masih  hidup seringkali timbul beberapa perbedaan pemahaman tentang makna sebuah ayat. Untuk itu mereka dapat langsung menanyakan pada Rasulullah SAW. Secara garis besar ada tiga sumber utama yang dirujuk oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur'an.[2]
1.Al-Qur'an itu sendiri karena kadang-kadang satu hal yang dijelaskan secara global di satu tempat dijelaskan secara lebih terperinci di ayat lain.
2.Rasulullah SAW semasa masih hidup para  dapat bertanya langsung pada Beliau SAW tentang makna suatu ayat yang tidak mereka pahami atau mereka berselisih paham tentangnya.
3.Ijtihad dan Pemahaman mereka sendiri karena mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat memahami makna perkataan dan mengetahui aspek kebahasaannya. Tafsir yang berasal dari para sahabat ini dinilai mempunyai nilai tersendiri menurut jumhur ulama karena disandarkan pada Rasulullah SAW terutama pada masalah azbabun nuzul. Sedangkan pada hal yang dapat dimasuki ra’yi maka statusnya terhenti pada sahabat itu sendiri selama tidak disandarkan pada Rasulullah SAW.

C. Klasifikasi Tafsir Al-Qur'an
 bentuk-bentuk tafsir Al-Qur'an dapat dibagi menjadi tiga:
Tafsir bi al-Matsur                   
 “Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar yang berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran seorang mufassir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi SAW.” [3]
  “Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap paling mengetahui Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi'in karena mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat.”[4]
Contoh tafsir Al Qur'an dengan Al Qur'an antara lain
¨(#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝøsƒø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsƒø:$# ÏŠuqóF{$# z`ÏB ̍ôfxÿø9$# (
  Artinya:  Maka sekarang campurilah mereka dan carilah ap yang ditetapkan AllAh untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. (Surat Al Baqarah:187)
Kata minal fajri adalah tafsir bagi apa yang dikehendaki dari kalimat al khaitil abyadhi.
  Contoh Tafsir Al Qur'an dengan Sunnah antara lain:
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOs9ur (#þqÝ¡Î6ù=tƒ OßguZ»yJƒÎ) AOù=ÝàÎ/ y7Í´¯»s9'ré& ãNßgs9 ß`øBF{$# Nèdur tbrßtGôgB ÇÑËÈ  
Artinya: orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanaan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Surat Al An'am: 82)
Rasulullah s.a.w.menafsirkan dengan mengacu pada ayat :
( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ 
Artinya:  jaganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar. (Surat Luqman: 13)
Dengan itu Beliau menafsirkan makna zhalim dengan syirik.
Tafsir bi ar-Rayi
       Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metode tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur.
     Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur'an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.[5]
Contoh Tafsir bir ra'yi dalam Tafsir Jalalain:
ßt,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   
Artinya: Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Kata alaq disini diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz alaqah yang berarti segumpal darah yang kental.
Tafsir Isyari
     Menurut kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat
kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur'an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari. tafsyir berdasarkan intuisi, atau bisikan batin.


Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara lain adalah pada ayat:
¨bÎ) ©!$# ôMä.âßDù'tƒ br& (#qçtr2õs? Zots)t/ (
Artinya:   Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak
Yang mempunyai makna zhahir adalah Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina tetapi dalam tafsir Isyari diberi makna dengan Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah.
D. Metodologi Tafsir Al-Qur'an
    Metodologi Tafsir dibagi menjadi empat macam yaitu metode tahlili, metode ijmali, metode muqarin dan metode maudlu’i.
Metode Tahlili (Analitik)
  “Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan. Menurut Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini, yang ia sebut sebagai metode tajzi'i, adalah metode yang mufasir-nya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat al-Qur`an sebagaimana tercantum dalam al-Qur`an.”[6]
“Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur'an. Dia menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain sebagainya.”[7]
  Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur'an dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukzizatan Al-Qur'an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini.
Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah .
    Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur'an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa terlalu “mengikat” generasi berikutnya.


contoh dari metode ini yaitu:
Al-Quranul Karim (at-Taubah 28)

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä $yJ¯RÎ) šcqä.ÎŽô³ßJø9$# Ó§pgwU Ÿxsù (#qç/tø)tƒ yÉfó¡yJø9$# tP#tysø9$# y÷èt/ öNÎgÏB$tã #x»yd 4 ÷bÎ)ur óOçFøÿÅz \'s#øŠtã t$öq|¡sù ãNä3ÏZøóムª!$# `ÏB ÿ¾Ï&Î#ôÒsù bÎ) uä!$x© 4 žcÎ) ©!$# íOŠÎ=tæ ÒOŠÅ6ym ÇËÑÈ  


 Artinya: Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kalian khawatir menjadi miskin maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepada kalian dari karuniaNya.

(#qè=ÏG»s% šúïÏ%©!$# Ÿw šcqãZÏB÷sム«!$$Î/ Ÿwur ÏQöquø9$$Î/ ̍ÅzFy$# Ÿwur tbqãBÌhptä $tB tP§ym ª!$# ¼ã&è!qßuur Ÿwur šcqãYƒÏtƒ tûïÏŠ Èd,ysø9$# z`ÏB šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tFÅ6ø9$# 4Ó®Lym (#qäÜ÷èムsptƒ÷Éfø9$# `tã 7tƒ öNèdur šcrãÉó»|¹ ÇËÒÈ  

Artinya: Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya, serta tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan al-Kitab kepada mereka sampai mereka membayar jizyah dengan patuh dan mereka tunduk.




Surat Ibrahim ayat 1,2, dan 3

!9# 4 ë=»tGÅ2 çm»oYø9tRr& y7øs9Î) yl̍÷çGÏ9 }¨$¨Z9$# z`ÏB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# ÈbøŒÎ*Î/ óOÎgÎn/u 4n<Î) ÅÞºuŽÅÀ ̓Íyèø9$# ÏÏJptø:$# ÇÊÈ   «!$# Ï%©!$# ¼ã&s! $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 3 ×@÷ƒurur šúï̍Ïÿ»s3ù=Ïj9 ô`ÏB 5>#xtã >ƒÏx© ÇËÈ   tûïÏ%©!$# tbq7ÅstFó¡o no4quŠysø9$# $u÷R9$# n?tã ÍotÅzFy$# šcrÝÁtƒur `tã È@Î6y «!$# $pktXqäóö7tƒur %¹`uqÏã 4 y7Í´¯»s9'ré& Îû ¤@»n=|Ê 7Ïèt/ ÇÌÈ
Artinya:  Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih,  (yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.

Alif lamraa kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka kepada jalan dari Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji.
(1) Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan kecelakaanlah bagi kaum kafir karena azab yang sangat keras.
(2) Orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, menghalang-halangi dari jalan Allah dan menginginkannya bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.Pembicaraan mengenai huruf yang terputus-putus telah dikemukakan pada beberapa awal surat. "Kitab yang Kami turunkan kepadamu" yakni kitab ini Kami menurunkannya kepadamu, hai Muhammad, Kitab itu ialah al-Quran yang agung. Ia merupakan kitab yang paling mulia di antara kitab yang diturunkan Allah dari langit; diturunkan kepada Rasul yang paling mulia.
  “Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur'an dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukzizatan Al-Qur'an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah” .[8]
    Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur'an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa terlalu “mengikat” generasi berikutnya
Metode Ijmali (Global)
    Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur'an secara singkat dan global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami.
 Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar.
Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.
Contoh dari dari metode ini yaitu:
Al Jalalain saat menafsirkan Firman Allah QS al-Baqarah 1 memaparkan “الم” misalnya dia berkata Allah Yang Maha Tahu maksudnya. Demikian pula halnya saat menafsirkan Firman Allah “الكتاب” hanya menyatakan yang dibaca oleh Muhammad SAW. “لا ريب فيه” berfungsi sebagai predikat dan subjeknya adalah “ذالك”. “هدى” berfurngsi sebagai predikta kedua bagi “ذالك” yang mengandung arti memberi petunjuk bagi orang yang bertaqwa.Kemudian imam membahas kata dzalika dan kata kitab. Dalam masalah ini imam memaparkan penafsirkan dzalika dengaan isyarat kepada Alquran, yang dilakukan oleh Abu Ubaidah dan Akramah. Contohnya adalah Firman Allah lainnya.

تلك ايات الله نتلوها عليك بالحق
ذالكم حكم الله يحكم بينكم
تلك حجتنا آتيناها ابراهيم
Megenai kata Kitab, terdapat beberapa pendapat dalam penafsirannya, diantaranya;
Dzalika kitab yakni kitab yang telah Aku tulis atas makhluk-makhluk, dengan berbagai bentuk kesedihan, kegembiraan, ajal rezeki yang tidak ada keraguan di dalamnya.
Metode Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang diperbandingkan itu.
Contoh dari metode ini yaitu:
Ayat-ayat beredaksi mirip yang membahas kasus yang berbeda
$tBur ã&s#yèy_ ª!$# žwÎ) 3tô±ç/ ¨ûÈõyJôÜtFÏ9ur ¾ÏmÎ/ öNä3ç/qè=è% 4 $tBur çŽóǨZ9$# žwÎ) ô`ÏB ÏYÏã «!$# 4 žcÎ) ©!$# îƒÍtã íOŠÅ3ym ÇÊÉÈ  
Artinya:  Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
$tBur ã&s#yèy_ ª!$# žwÎ) 3uŽô³ç0 öNä3s9 ¨ûÈõyJôÜtGÏ9ur Nä3ç/qè=è% ¾ÏmÎ/ 3 $tBur çŽóǨZ9$# žwÎ) ô`ÏB ÏYÏã «!$# ̓Íyèø9$# ÉOÅ3ptø:$# ÇÊËÏÈ  
Artinya: Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dua ayat tersebut redaksinya terlihat mirip, bahkan sama-sama menjelaskan pertolongan Allah kepada kaum muslimin dalam bertempur melawan musuh.


Variasi yang dapat dilihat adalah:
a. Surat Al Anfal mendahulukan kata bihi dari pada qulubukum
b. surat Al Anfal menggunakan kata inna, sedangkan Al Imron tidak
c. Surat Ali Imron menggunakan kata lakum, sedangkan Al Anfal tidak
d. Surat Al Anfal berbicara mengenai perang Badar, sedangkan Ali Imron berbicara tentang perang uhud
Variasi keterdahuluan bihi dan penambahan inna dalam ayat pertama dimaksudkan sebagai penekanan atau penegasan (taukid) kandungan utama ayat tersbut saat berlansungnya perang badar. Pada ayat kedua, hal tersebut diduga tidak lagi diperlukan.
2. Ayat-ayat membahas kasus yang sama dengan redaksi yang berbeda
* ö@è% (#öqs9$yès? ã@ø?r& $tB tP§ym öNà6š/u öNà6øŠn=tæ ( žwr& (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ( Ÿwur (#þqè=çFø)s? Nà2y»s9÷rr& ïÆÏiB 9,»n=øBÎ) ( ß`ós¯R öNà6è%ãötR öNèd$­ƒÎ)ur ( Ÿwur (#qç/tø)s? |·Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $yg÷YÏB $tBur šÆsÜt/ ( Ÿwur (#qè=çGø)s? š[øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ö/ä3Ï9ºsŒ Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ ÷/ä3ª=yès9 tbqè=É)÷ès? ÇÊÎÊÈ  
Artinya Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.
Ÿwur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr& spuô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ãötR ö/ä.$­ƒÎ)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%Ÿ2 $\«ôÜÅz #ZŽÎ6x. ÇÌÊÈ  
Artinya:  Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
Dua ayat tersebut membahas kasus yang sama, yakni larangan membunuh anak-anak karena alasan kemiskinan, namun redaksinya terlihat berbeda. Perbedaan itu bisa dilihat dari segi mukhatab (objek) nya. mukhatab pada ayat pertama adalah orang miskin, sehingga redaksi yang digunakan adalah من إملاق yang berarti karena alasan kemiskinan. Tegasnya, “janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena kamu miskin”. Sementara itu, mukhatab pada ayat kedua adalah orang kaya sehingga redaksi yang digunakan adalah خشية إملاق yang berarti karena takut menjadi miskin. Tegasnya, “janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena kamu takut menjadi miskin”. Selanjutnya, pada ayat pertama dhamir mukhatab didahulukan dengan maksud untuk menghilangkan kekhawatiran si miskin bahwa ia tidak mampu memberikan nafkan kepada anaknya, sebab Allah akan memberikan rizki kepadanya. Jadi, kedua ayat itu menumbuhkan optimisme kepada si kaya maupun si miskin.
Metode Maudhu’i (Tematik)
    Tafsir berdasarkan tema, yaitu memilih satu tema dalam al-Qur'an untuk kemudian menghimpun seluruh ayat Qur'an yang berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut.
    “Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur'an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum darinya.”[9]
Mengkaji sebuah surat dengan kajian universal (tidak parsial), yang di dalamnya dikemukakan misi awalnya, lalu misi utamanya, serta kaitan antara satu bagian surat dan bagian lain, sehingga wajah surat itu mirip seperti bentuk yang sempurna dan saling melengkapi.
 Cntoh:
ßôJptø:$# ¬! Ï%©!$# ¼çms9 $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# ã&s!ur ßôJptø:$# Îû ÍotÅzFy$# 4 uqèdur ÞOŠÅ3ptø:$# 玍Î7sƒø:$# ÇÊÈ   ãNn=÷ètƒ $tB ßkÎ=tƒ Îû ÇÚöF{$# $tBur ßlãøƒs $pk÷]ÏB $tBur ãAÍ\tƒ šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# $tBur ßlã÷ètƒ $pkŽÏù 4 uqèdur ÞOŠÏm§9$# âqàÿtóø9$# ÇËÈ  
Artinya: Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia-lah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.(Qs,Saba:1-2)
Di dalam Al-Qur’an surat saba’: 1-2 ini diawali pujian bagi Allah dengan menyebutkan kekuasaan-Nya. Setelah itu, mengemukakan pengetahuan-Nya yang universal, kekuasaan-Nya yang menyeluruh pada kehendak-Nya yang bijak.
Menghimpun seluruh ayat Al-qur’an yang berbicara tentang tema yang sama. Semuanya diletakkan dibawah satu judul, lalu ditafsirkan dengan metode maudhu’i.
Contohnya: Allah SWT, berfirman:
#¤)n=tGsù ãPyŠ#uä `ÏB ¾ÏmÎn/§ ;M»yJÎ=x. z>$tGsù Ïmøn=tã 4 ¼çm¯RÎ) uqèd Ü>#§q­G9$# ãLìÏm§9$# ÇÌÐÈ  


Artinya: “ Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dan tuhannya , maka Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah maha penerima tobat lagi maha penyayang.”
Untuk menjelaskan kata ‘kalimat’ pada firman Allah Ta’ala di atas ,nabi mengemukakan ayat.
Ÿw$s% $uZ­/u !$oY÷Hs>sß $uZ|¡àÿRr& bÎ)ur óO©9 öÏÿøós? $uZs9 $oYôJymös?ur ¨ûsðqä3uZs9 z`ÏB z`ƒÎŽÅ£»yø9$# ÇËÌÈ  
 Artinya: “ keduanya berkata, : ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang merugi
Perkembangan
    Ilmu tafsir Al Qur'an terus mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan zaman. Perkembangan ini merupakan suatu keharusan agar Al Qur'an dapat bermakna bagi umat Islam. Pada perkembangan terbaru mulai diadopsi metode-metode baru guna memenuhi tujuan tersebut. Dengan mengambil beberapa metode dalam ilmu filsafat yang digunakan untuk membaca teks Al-Qur'an maka dihasilkanlah cara-cara baru dalam memaknai Al-Qur'an. Di antara metode-metode tersebut yang cukup populer antara lain adalah Metode Tafsir Hermeneutika dan Metode Tafsir Semiotika.
E. Ilmu yang terkait dengan Ilmu Tafsir
  1. Lughat (fitologi), yaitu ilmu untuk mengetahui setiap arti kata Al-   Qur'an. Mujahid rah.a., berkata, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, ia tidak layak berkomentar tentang ayat-ayat Al-Qur'an tanpa mengetahui ilmu lughat. Sedikit pengetahuan tentang ilmu lughat tidak cukup karena kadangkala satu kata mengandung berbagai arti. Jadi hanya mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Dapat terjadi, yang dimaksud kata tersebut adalah arti yang berbeda.[10]
  2. Nahwu (tata bahasa). Sangat penting mengetahui ilmu nahwu, karena sedikit saja i'rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti kata tersebut. Sedangkan pengetahuan tentang i'rab hanya di dapat dalam ilmu nahwu.[11]
  3. Sharaf (perubahan bentuk kata)
  4. Isytiqaq (akar kata)
  5. Ma'ani (susunan kata)
  6. Bayaan
  7. Badi'
  8. Qira'at
  9. Aqa'id
  10. Ushul Fiqih
  11. Asbabun Nuzul. Asbabunnuzul adalah sebuah ilmu yang menerangkan tentang latar belakang turunnya suatu ayat. Atau bisa juga.
  12. keterangan yang menjelaskan tentang keadaan atau kejadian pada saat suatu ayat diturunkan, meski tidak ada kaitan langsung dengan turunnya ayat. Tetapi ada konsideran dan benang merah antara keduanya. Seringkali peristiwa yang terkait dengan turunnya suatu ayat bukan hanya satu, bisa saja ada beberapa peristiwa sekaligus yang menyertai turunnya suatu ayat. Atau bisa juga ada ayat-ayat tertentu yang turun beberapa kali, dengan motivasi kejadian yang berbeda.
  13. Nasikh Mansukh
  14. 'Fiqih
  15. Hadits
  16. Wahbi[12]

                                      

                                                BAB III
PENUTUP
A.   kesimpulan
      berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam makalah ini, yaitu tafsir qur’an adalah ilmu pengetahuan untuk memehami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan al-qur’an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin(pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan al-qur’an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya.   sejarah dan perkembangan ilmu al-qur’an tidak lahir sekaligus, melainkan melalui proses perkembangan setahap demi setahap sejalan dengan kebutuhan zaman ketika itu. mulai dari fase periwayatan melalui lisan sampai kodifikasi menjadi suatu ilmu yang mencakup berbagai ilmu al-qur’an.
           peranan ulumul qur’an dalam memahami, menafsirkan, dan menerjemahkan ayat-ayat al-qur’an sangat penting bagi seseorang mufasir. ilmu al-qur’an bagaikan kunci pembuka bagi mufasir. artinya kuasai terlebih dahulu ulumul qur’an barulah menafsirkan ayat al-qur’an.
B. saran
   sebagai manusia biasa, tidak ada jaminan pemakalah selalu benar. kiranya, tanggapan, saran, dan masukan dari peserta diskusi senantiasa diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

1.  Dr. M. Qhuraish Shihab, Membumikan Al-Quran: fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, Penerbit Mizan, Bandung 1994.
2.    Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A.  Pengantar Ilmu Tafsir, Penerbit Pustaka Setia, Bandung februari 2006.
3.    Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit Amzah, Oktober 2005.
4.    Manna Al-Qaththan, 1973, mabahits fi ulum Al-Quran, Mansyurat Al-„Ashr Al-Hadits, ttp.
5.    Jalaludin As-Suyuthi, tth, Al-itqan fi Ulum Al-Quran, Beirut: Dar Al-Fikr. Jalaludin As-Suyuthi, tth, Asrar Tartib Al-Quran, Kairo: Dar Al-Itisham.
6.    Djalal, Abdul, 2012, Ulumul Quran, Surabaya: Dunia Ilmu.
7.    Al-Qattan, Manna Khalil, 2007, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran/ Manna Khalil Al-Qattan; diterjemahkan dari bahasa arab oleh Mudzakir AS. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.
8.    Hamzah, Muchotob, 2003, Studi Al-Quran Komprehensif, Yogyakarta: Gama Media.
9.    Anwar, Rosihon, 2008 Ulum Al-Quran, Bandung: Pustaka Setia Bandung. Abdullah,
10. Mawardi, 2011, Ulumul Quran, Yogyakarta: pustaka Pelajar. Fazlurahman, tth, Major Times Of The Al-Quran, ttp.
11. Abd, Maman Djalil, Alumul Qur`an 1, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997).
12. al-Hafizh , Ashim W, Kamus Ilmu Al-Quran, Pustaka Amzah, 2005.
13. Anwar, Rosihan Ulum al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Setia, 2008).
14. Departemen Agama RI, al-Qur`an dan terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Setia, 2009).
15. Gazali, Ulumul Quran. (Banjarmasin: Indra Media, 2003).




[1] Muhammad Husein Adz-Dzahabi,At-Tafisr Wa Al-Mufassirun,Juz I, Dar (mesir:Al-Maktub Al-Haditsah, 1976), hlm. 13.

[2] Manna’ Al Qaththan, Mabahist Fi’ulum Al-Quran,(Mansyurat Al-Ashr Al-Hadis, 1973), hlm. 324.

[3] Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Quran, Terj., (Bandung: Pustaka Setia, 1987), hlm 62.
[4] .Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Quran, Terj., Bandung: Pustaka Setia, 1987), hlm 62.
[5] Dr. Ahmad Kamal Al- Mahdi, Ayat Al-Alaq Fi Al-Quran,hlm.  4.
[6]  Al-Farmawy, ‘Abd Al-Havy, Al-Bidayah Fi At-Tafsir Al-Mudhu’i,( mesir: Maktabah Al-Jumhuriyyah), t.t., hlm. 26-27.
[7] .   Jalaludin Rakhmat, “ Tafsir Kontemporer, Kritik Dan Masalah Pengembanagan Metodologi’’, Makalah Seminar Yang Diselengarakan HIMA Tafsir Hadis,(Bandung: fakultas ushuluddin IAIN SGD1991), hlm. 4.
[8] Jalaludin Rakhmat, “ Tafsir Kontemporer, Kritik Dan Masalah Pengembanagan Metodologi’’, Makalah Seminar Yang Diselengarakan HIMA Tafsir Hadis, (Bandung: Fakultas Ushuluddin IAIN SGD, 1991), hlm. 4.

[9] Al- Dzahabi, Op. Ct., Al Tafsir…., hlm. 262.                   
[10] .Adz- Dzhabi, Op. Cit., At Tafsir…, hlm. 256-257.
[11] . as-Suyûthi, al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’ân, Dâr al-Fikr, hlm. 187.
[12] Hamzah, Muchotob. Studi Al-Qur'an Komprehensif.( Yogyakarta: Gama Media, 2003),hlm.43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar