Senin, 11 Desember 2017

LAFAZH UMUM DAN KHUSUH (AM’ DAN KHAS)

DI
S
U
S
U
N

OLEH:

Kelompok                :  1 ( Satu )
      Reza Rahmatillah
Prodi/Unit                :  PAI /A
Semester                   :  1 (Satu )
Dosen Pengampu     :  Ridwan, MK. M.A


                                             






JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
GAJAH PUTIH TAKENGON ACEH TENGAH, ACEH
2013/2014



KATA PENGANTAR


Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, makalah ini berjudul “ konsep Ushul Fiqh Tentang Pemaknaan kalimat dan Dilalahnya ”. Selanjutnya shalawat teriring salam senantiasa di alamatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kejahilan ke alam yang berpengetahuan.
Makalah  ini di susun untuk menyelesaikan studi pada jurusan Tarbiyah  Program Studi Pendidikan Agama pada STAIN Gajah Putih Takengon Aceh, penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat setiap mahasiswa dalam menyelesaikan mata kulyah Ushul Fiqh , namun dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, namun demikian berkat bantuan dan bimbingan Bapak  dan Ibu Dosen  yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan nasehat sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Akhirnya penulis menyerahkan diri kepada Allah SWT sehingga Makalah ini  dapat dilanjutkan dan  dengan rahmat serta hidayah-Nya kiranya makalah ini merupakan karya yang diridhoi-Nya Amin Ya Rabbal’alamin.
Takengon,  ………………2013 M





Penulis





DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar....................................................................................................
Daftar Isi..............................................................................................................      
BAB I    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.............................................................................. 1   
B.     Rumusan Masalah......................................................................... 1
C.     Tujuan Pembahasan....................................................................... 1   

BAB   II   PEMBAHASAN

A.      Kalimat umum  ......................................................................... 2    
B.       Kalimat khusus.......................................................................... 11


BAB   III   KESIMPULAN

Kesimpulan .................................................................................... 12


DAFTAR PUSTAKA
 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Meskipun ushul fiqh berkembang lebih mendasar dan menjadi bagian utama dari adanya fiqh, keberadaan fiqh lebih awal dari ushul fiqh. Banyak ayat Al- Quran yang mengungkapkan kalimat dengan kata- kata fiqh. Demikaian juga, dengan hadis. Akan tetapi, dalam penerapannya, ushul fiqh lebih dahulu digunakan untuk mengeluarkan dalil- dalil hukum syara’ dan menjelaskan dialah setiap nash yang ada, sehingga kedudukan hukumnya diketahui dengan jelas.adapun fiqh lebih bersifat aplikatif karena kinerjanya berkaitan dengan penggalian hukum- hukum yang bersifat praktis dari dalil- dalil yang terperinci.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah Kalimat umum ( ‘Am ) ?
2.      Bagaimanakah kalimat khusuh   ( khas )?
C.     Tujuan masalah
1.      Untuk mengetahui kalimat umum.
2.      Untuk mengetahui kalimat khusuh.
 BAB II
                                                  PEMBAHASAN                     
Lafzh  Umum dan Khusus ( ‘Am dan Khas )

A.    Pengertian lafazh  umum ( ‘Am )
Am ialah lafazh yang menurut penatapannya secara kebahasaan menunujukkan terhadap kemerataannya dan penghabisannya terhadap seluruh satu- satuannya, yang maknanya mengenainya, tanpa pembatasan pada jumlah tertentu dari pada satuan tersebut. Jadi, lafazh “ setiap akad” pada perkataan fukaha: “ setiap akad untuk keabsahannya di syaratkan ahliyyah dua pihak yang melakukan akad” . individu yang menyebar, atau beberapa individu yang menyebar, yang bukan meliputi seluruh individu –individunya. Lafazh mutlak sekaligus tidaklah menyangkut  kecuali salah dari suatu individu- individu yang menyebar.
Perbedaan lafazh yang umum dengan lafazh yang mutlak adalah bahwasanya lafazh yang umum menunjukkan atas peliputan tiap- tiap individu dari individu- individunya. Adapun lafazh multak, maka ialah menunjukkan atas individu.
1.      Cirri- cirri lafazh umum
Kalimat umum atau ‘AM, yaitu kalimat yang digunakan untuk mencakup seluruh bagiannya. Hanafi mengartikan ‘AM, sebagai lafazh
yang digunakan untuk menunjukan suatu makna yang dapat terwujud padasatuan- satuan yang banyak dengan jumlah yang tidak terbatas.
Kalimat- kalimat yang tergolong memiliki makna yang umum ada tujuh, yaitu sebagai berikut.
a.       Isim istifham, yang digunakan untuk bertanya, seperti kata man, ma, dan ayyun. Contohnya dalam Al- Qur’an surat Al- Baqarah ayat 245 dengan kata man:   

`¨B #sŒ Ï%©!$# ÞÚ̍ø)ム©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏ軟ÒãŠsù ÿ¼ã&s! $]ù$yèôÊr& ZouŽÏWŸ2 4 ª!$#ur âÙÎ6ø)tƒ äÝ+Áö6tƒur ÏmøŠs9Î)ur šcqãèy_öè? ÇËÍÎÈ                                                                                                       
Artinya:  siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
 (Q.S Al-Baqarah: 245)
Dalam surat Al-Mudatstsir ayat 42 yang menggunakan kata ma:
$tB óOä3x6n=y Îû ts)y ÇÍËÈ
Artinya: “ apakah yang memasukkan kamu ke dalam saqar (neraka).
(Q.S Al- Muddatstsir: 42).
Surat An-Naml ayat 38 yang menggunakan kata ayyun:
tA$s% $pkšr'¯»tƒ (#àsn=yJø9$# öNä3ƒr& ÓÍ_Ï?ù'tƒ $pkÅ­öyèÎ/ Ÿ@ö6s% br& ÎTqè?ù'tƒ    šúüÏJÎ=ó¡ãB ÇÌÑÈ 
Artinya: “ berkata Sulaiman,’ hai pembesar-pembesar, siapakah diantara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang- orang yang berserah diri.
 (Q.S. An- Naml: 38).
a.        Isim syarat: seperti digunakan kata man (barang siapa), ma (apa saja), dan ayyun (yang mana saja).
Contoh man dalam surat An- Nisa’ ayat 123:
 }§øŠ©9 öNä3ÍhÏR$tBr'Î/ Iwur ÇcÎT$tBr& È@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# 3 `tB ö@yJ÷ètƒ #[äþqß tøgä ¾ÏmÎ/ Ÿwur ôÅgs ¼çms9 `ÏB Èbrߊ «!$# $wŠÏ9ur Ÿwur #ZŽÅÁtR ÇÊËÌÈ 

Artinya: “ Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu”.   
                                                                                    (Q.S. An- Nisa’: 123).
Contoh yang menggunakan kata ma dalam  Al- Baqarah 272:
* }§øŠ©9 šøn=tã óOßg1yèd £`Å6»s9ur ©!$# Ïôgtƒ ÆtB âä!$t±o 3 $tBur (#qà)ÏÿZè? ô`ÏB 9Žöyz öNà6Å¡àÿRL|sù 4 $tBur šcqà)ÏÿZè? žwÎ) uä!$tóÏFö/$# Ïmô_ur «!$# 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? ô`ÏB 9Žöyz ¤$uqムöNà6ös9Î) ÷LäêRr&ur Ÿw šcqãKn=ôàè? ÇËÐËÈ
Artinya: “ Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah, dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan duaniaya”.                                                                                  (Q.S. Al- Baqarah: 272).
Contoh ayyun dalam surat Al- Isra’ ayat 110:
È@è% (#qãã÷Š$# ©!$# Írr& (#qãã÷Š$# z`»uH÷q§9$# ( $wƒr& $¨B (#qããôs? ã&s#sù âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4 Ÿwur öygøgrB y7Ï?Ÿx|ÁÎ/ Ÿwur ôMÏù$sƒéB $pkÍ5 Æ÷tFö/$#ur tû÷üt/ y7Ï9ºsŒ WxÎ6y ÇÊÊÉÈ  

Artinya: “Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[870] dan carilah jalan tengah di antara kedua itu."
                                                                                               (Al-Isra’:110)






“Lafazh kullun, jami’un, ma’syar, kaffah (artinya seluruhnya). Masing-masing lafazh melingkup bagian- bagiannya atau meliputi mudhaf ilaih dari lafazh- lafazh tersebut. Misalnya dalam surat Ath- Thur ayat 21 yang menggunakan kata kullu:
tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä öNåk÷Jyèt7¨?$#ur NåkçJ­ƒÍhèŒ ?`»yJƒÎ*Î/ $uZø)ptø:r& öNÍkÍ5 öNåktJ­ƒÍhèŒ !$tBur Nßg»oY÷Gs9r& ô`ÏiB OÎgÎ=uHxå `ÏiB &äóÓx« 4 @ä. ¤ÍöD$# $oÿÏ3 |=|¡x. ×ûüÏdu ÇËÊÈ  
Artinya: “Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka[1426], dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
(Q.S. Ath- Thur: 21)
b.      Isim mufrad yang dima’rifahkan oleh alif lam, misalnya dalam surat Al- Maidah ayat 36.
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtƒÏ÷ƒr& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÌÑÈ  

Artinya; Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
                                                                   (Q.S. Al-Maidah: 38).
c.       Jama’ yang dima’rifahkan oleh alif lam atau dengan idafah, misalnya dalam surat Al- Baqarah ayat 228:
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur šÆóÁ­/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% 4 Ÿwur @Ïts £`çlm; br& z`ôJçFõ3tƒ $tB t,n=y{ ª!$# þÎû £`ÎgÏB%tnör& bÎ) £`ä. £`ÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 £`åkçJs9qãèç/ur ,ymr& £`ÏdÏjŠtÎ/ Îû y7Ï9ºsŒ ÷bÎ) (#ÿrߊ#ur& $[s»n=ô¹Î) 4 £`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`ÍköŽn=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4 ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`ÍköŽn=tã ×py_uyŠ 3 ª!$#ur îƒÍtã îLìÅ3ym ÇËËÑÈ  

Artinya: Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'[142]. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya[143]. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(Q.S. Al- Baqarah: 228)
Contoh idhafah, pada kalimat umahatukum dalam surat An- Nisa’ ayat 23.
Artinya: “ diharamkan olehmu (mengawini) ibu- ibu mu
(Q.S. An- Nisa: 23).
d.      Isim nakirah dalam susunan naïf (ingkar), contoh dalam hadits riwayat Ahmad dan ibnu Majah, yang menyebutkan:



Artinya: “ orang tua tidak boleh diqishas karena anaknya”.
e.       Isim mausul, seperti allazina dalam surat An- Nur ayat 4:

tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù'tƒ Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà­ óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ Ÿwur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky­ #Yt/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ  
Artinya:” dan orang-orang yang menuduh wanita- wanita yang baik-baik berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan jaganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama- lamanya. Dan mereka itulah orang- orang yang fasik.” (Q.S. An- Nur: 4).

Ada beberapa lafazh yang bukan termasuk ke dalam lafazh umum, sebagaimana dikemukakan oleh Hanafi, yaitu:
a.       Lafazh nakirah, seperti kata rajulun, hanya menunjukan kepada seseorang, bukan umum;
b.      Lafazh tasniyah dan jama’, seperti kata rajulaini dan rajulun, kata itu menunjukkan kepada dua orang atau dua saja, tiga dan tidak lebih;
c.       Lafazh ‘adad, yang menunjukan bilangan;
d.      Lafazh musytarak, hanya memiliki beberapa arti tidak menunjukkan kepada umum, musyatarak tidak meliputi sesuatu yang umum, melainkan banyak, belum tentu yang jumlahnya banyak itu bermakna umum;
e.       Lafazh yang artinya majzi;
f.       Lafazh mutlak, lafazh yang tidak di batasi oleh sesuatu sifat tertentu;
1.      Lafazh umum karena sebab yang khusus
Lafazh yang umum dengan sebab yang khusus adalah memandang peristiwa atau kejadian yang khusus, tetapi memiliki maksud yang umum. Pemaknaan maksud yang umum bukan pada kejadiannya, melainkan pada kalimat yang digunakannya.
Salah satu contohnya bahwa terdapat ayat- ayat Al- Qur’an yang diturunkan dengan sebab nuzul tertentu, misalnya tentang keharaman minum arak atau khamar, sebab nuzulnya berkaitan dengan kebiasaan orang jahilliah atau beberapa sahabat yang belum mampu menghentikan kebiasaanya, bahkan ada yang shalat sambil mabuk, sehingga turun ayat Al- Quran, “ lataqrab ash- shalah wa antum sukara” ( jangan kalian dekati shalat, sedangkan kalian sedang mabuk).
Meskipun ayat tersebut turun karena ulah seseorang sahabat yang shalat  sambil mabuk, larangannya berlaku umum, yakni untuk semua orang islam. Dalam kaitanya dengan hal ini, lahirlah kaidah ushul fiqh yang menyebutkan:
Artinya: “ yang menjadi pegangan adalah perkataan yang umum bukan sebabnya yang khusus”.
2.      Menyebutkan sebagian isi lafazh umum yang sama hukumnya
Ulama ushul menetapkan kaidah:
Artinya: “ menyebutkan sebagian satuan kata yang umum yang sesuai hukumnya dengan lafazh yang umum tersebut, tidak berarti mengkhususkannya”.
Contohnya hadis riwayat imam muslim imam muslim yang menyebutkan:



Artinya: tiap- tiap kulit yang disimak menjadi suci”. (H.R Muslim).



Artinya: “ menyampaikan (kulit kambing memunah) menjadikannya suci.”
(H.R Ibnu Hibban).
Contoh diatas memberikan gambaran bahwa yang suci bukan hanya kulit kambimg Maemunah yang sedang disamak, tetapi untuk semua kulit kambing, siapa pun pemiliknya. Meskipun dalam kalimatnya disebutkan bahwa kulit kambing Maemunah suci, “ tiap- tiap kulit kambing yang disamak, menjadi suci”.
Dalil umum tidak boleh diamalkan sebelum ada dalil khusus atau mengkhususkanya. Apabila ditemukan di dalam Al- quran dalil umum, jangan langsung diamalkan, sebab aka nada di temukan dalil yang mengkhususkannya. Demikian pula, mengenai hadits. Contoh, dalil tentang wajibnya shalat tahajud karena berpedoman kepada lafazh perintah, sedangkan lafazh perintah pada dasrnya mewajibkan, tetapi karena ada dalil yang mengkhususkannya, yaitu tentang kewajiban tahajud khusus untuk Rasullullah SAW. Tahajud hanya sunnat hukumnya bagi kaum muslimin. Demikan pula, dalil yang khusus berkaitan dengan memakai purdah atau cadar yang menutup muka.
Apabila terdapat dalil umum yang telah di-takhsis, bukan berarti kehujjahan dari keumuman dalil tersebut telah habis, tetapi hanya berlaku untuk yang berkaitan dengan takhsis-nya secara langsung. Hal ini karena ke umuman menunjukan banyaknya satuan yang lain yang merupakan bagian- bagiannya, maka dalil umum tersebut masih memiliki kehujjahan yang umum untuk hal yang masih terkait.
Kaitannya dengan pemahaman di atas adalah kaidah ushul fiqh:




Artinya: “ lafazh umum sesudah dikhususkan masih menjadi hujjah bagi (satuan- satuan selebihnya)”.
A.    Pengertian lafazh khusuh ( khas )
Lafazh khas ialah suatu lafazh yang diletakkan untuk menunjukkan suatu individu yang satu perseorangannya, seperti Muhammad, atau suatu dalam macamnya, seperti seorang laki- laki, atau menunjukkan kepada sejumlah individu yang terbatas seperti tiga, sepuluh, seratus, sekelompok orang, kaum, sekumpulan orang dan lain sebagainya.
Hukum lafazh khas datang secara garis besar adalah bahwasanya apabila ada nash syar’I, maka ia menunjukkan dengan dalalah yang qath’I terhadap maknanya yang khusus yang ditetapkannya untuknya secara hakikat. Sedangkan hukum bagi madlullnya ( yang ditunjukkinya ) tetap secara pasti, bukan dengan jalan zhann ( dengan kuat ). Hukum yang diambil dari firman Allah SWT dalam ( Q.S Al- Maidah: 3 ).  
Artinya: “ di haramkan bagi kamu ( memakan ) bangkai, darah dan daging babi …..”


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kalimat umum atau ‘AM, yaitu kalimat yang digunakan untuk mencakup seluruh bagiannya. Hanafi mengartikan ‘AM, sebagai lafazh yang digunakan untuk menunjukan suatu makna yang dapat terwujud padasatuan- satuan yang banyak dengan jumlah yang tidak terbatas.
Lafazh khas ialah suatu lafazh yang diletakkan untuk menunjukkan suatu individu yang satu perseorangannya, seperti Muhammad, atau suatu dalam macamnya, seperti seorang laki- laki, atau menunjukkan kepada sejumlah individu yang terbatas seperti tiga, sepuluh, seratus, sekelompok orang, kaum, sekumpulan orang dan lain sebagainya.

                                                   DAFTAR PUSTAKA
Abdul wahhab khallaf. 1994. Ushul fiqh. Semarang: DINA UTAMA Semarang.
Beni Ahmad Saebani dan januari. 2008. Fiqh ushul fiqh,Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Kahar masyur. 1990. Ilmu ushul fiqh. Jakarta: kalam mulia.
Rachmat syafe’i. 1999. Ushul fiqh. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Syafi’I karim, 1997. Fiqh ushul fiqh. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar