LAFAZH UMUM DAN KHUSUH (AM’ DAN KHAS)
DI
S
U
S
U
N
OLEH:
Kelompok : 1 ( Satu )
Reza
Rahmatillah
Prodi/Unit : PAI /A
Semester : 1 (Satu )
Dosen Pengampu : Ridwan, MK. M.A
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
GAJAH PUTIH TAKENGON ACEH TENGAH, ACEH
2013/2014
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, penulis mengucapkan
puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya, makalah ini berjudul “
konsep Ushul Fiqh Tentang Pemaknaan kalimat dan Dilalahnya ”. Selanjutnya
shalawat teriring salam senantiasa di alamatkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kejahilan ke alam yang
berpengetahuan.
Makalah
ini di susun untuk menyelesaikan studi
pada jurusan Tarbiyah Program Studi
Pendidikan Agama pada STAIN Gajah Putih Takengon Aceh, penyusunan makalah ini
merupakan salah satu syarat setiap mahasiswa dalam menyelesaikan mata kulyah Ushul Fiqh , namun dalam
penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, namun
demikian berkat bantuan dan bimbingan Bapak
dan Ibu Dosen yang selalu
memberikan arahan, bimbingan dan nasehat sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Akhirnya
penulis menyerahkan diri kepada Allah SWT sehingga Makalah ini dapat
dilanjutkan dan dengan rahmat serta hidayah-Nya kiranya makalah ini merupakan
karya yang diridhoi-Nya Amin Ya Rabbal’alamin.
Takengon, ………………2013 M
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................
Daftar Isi..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan....................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Kalimat umum ......................................................................... 2
B.
Kalimat khusus.......................................................................... 11
BAB III KESIMPULAN
Kesimpulan .................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Meskipun ushul fiqh berkembang lebih mendasar dan menjadi
bagian utama dari adanya fiqh, keberadaan fiqh lebih awal dari ushul fiqh.
Banyak ayat Al- Quran yang mengungkapkan kalimat dengan kata- kata fiqh.
Demikaian juga, dengan hadis. Akan tetapi, dalam penerapannya, ushul fiqh lebih
dahulu digunakan untuk mengeluarkan dalil- dalil hukum syara’ dan menjelaskan
dialah setiap nash yang ada, sehingga kedudukan hukumnya diketahui dengan
jelas.adapun fiqh lebih bersifat aplikatif karena kinerjanya berkaitan dengan
penggalian hukum- hukum yang bersifat praktis dari dalil- dalil yang
terperinci.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah Kalimat umum ( ‘Am ) ?
2.
Bagaimanakah kalimat khusuh ( khas
)?
C.
Tujuan masalah
1.
Untuk mengetahui kalimat umum.
2.
Untuk mengetahui kalimat khusuh.
PEMBAHASAN
Lafzh Umum dan Khusus ( ‘Am dan Khas )
A. Pengertian
lafazh umum ( ‘Am )
Am ialah lafazh yang menurut
penatapannya secara kebahasaan menunujukkan terhadap kemerataannya dan penghabisannya
terhadap seluruh satu- satuannya, yang maknanya mengenainya, tanpa pembatasan
pada jumlah tertentu dari pada satuan tersebut. Jadi, lafazh “ setiap akad”
pada perkataan fukaha: “ setiap akad untuk keabsahannya di syaratkan ahliyyah
dua pihak yang melakukan akad” . individu yang menyebar, atau beberapa individu
yang menyebar, yang bukan meliputi seluruh individu –individunya. Lafazh mutlak
sekaligus tidaklah menyangkut kecuali
salah dari suatu individu- individu yang menyebar.
Perbedaan lafazh yang umum dengan lafazh
yang mutlak adalah bahwasanya lafazh yang umum menunjukkan atas peliputan tiap-
tiap individu dari individu- individunya. Adapun lafazh multak, maka ialah
menunjukkan atas individu.
1. Cirri-
cirri lafazh umum
Kalimat umum atau ‘AM, yaitu kalimat yang digunakan
untuk mencakup seluruh bagiannya. Hanafi mengartikan ‘AM, sebagai lafazh
yang digunakan untuk menunjukan suatu makna yang
dapat terwujud padasatuan- satuan yang banyak dengan jumlah yang tidak
terbatas.
Kalimat-
kalimat yang tergolong memiliki makna yang umum ada tujuh, yaitu sebagai
berikut.
a. Isim
istifham, yang digunakan untuk bertanya, seperti kata man, ma, dan ayyun.
Contohnya dalam Al- Qur’an surat Al- Baqarah ayat 245 dengan kata man:
`¨B #s Ï%©!$# ÞÚÌø)ã ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏè»Òãsù ÿ¼ã&s! $]ù$yèôÊr& ZouÏW2 4
ª!$#ur âÙÎ6ø)t äÝ+Áö6tur Ïmøs9Î)ur cqãèy_öè? ÇËÍÎÈ
Artinya: siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
(Q.S Al-Baqarah: 245)
Dalam surat Al-Mudatstsir ayat 42 yang
menggunakan kata ma:
$tB
óOä3x6n=y
Îû
ts)y
ÇÍËÈ
Artinya:
“ apakah yang memasukkan kamu ke dalam
saqar (neraka).
(Q.S Al- Muddatstsir: 42).
Surat
An-Naml ayat 38 yang menggunakan kata ayyun:
tA$s% $pkr'¯»t (#àsn=yJø9$# öNä3r& ÓÍ_Ï?ù't $pkÅöyèÎ/ @ö6s% br& ÎTqè?ù't úüÏJÎ=ó¡ãB ÇÌÑÈ
Artinya:
“ berkata Sulaiman,’ hai
pembesar-pembesar, siapakah diantara kamu sekalian yang sanggup membawa
singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang- orang yang
berserah diri.
(Q.S.
An- Naml: 38).
a. Isim syarat: seperti digunakan kata man
(barang siapa), ma (apa saja), dan ayyun (yang mana saja).
Contoh
man dalam surat An- Nisa’ ayat 123:
}§ø©9
öNä3ÍhÏR$tBr'Î/
Iwur
ÇcÎT$tBr&
È@÷dr&
É=»tGÅ6ø9$#
3
`tB
ö@yJ÷èt
#[äþqß
tøgä
¾ÏmÎ/
wur
ôÅgs
¼çms9
`ÏB
Èbrß
«!$#
$wÏ9ur
wur
#ZÅÁtR
ÇÊËÌÈ
Artinya:
“ Barang siapa yang mengerjakan
kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu”.
(Q.S. An- Nisa’: 123).
Contoh
yang menggunakan kata ma dalam Al-
Baqarah 272:
* }§ø©9 øn=tã óOßg1yèd £`Å6»s9ur ©!$# Ïôgt ÆtB âä!$t±o 3
$tBur (#qà)ÏÿZè? ô`ÏB 9öyz öNà6Å¡àÿRL|sù 4
$tBur cqà)ÏÿZè? wÎ) uä!$tóÏFö/$# Ïmô_ur «!$# 4
$tBur (#qà)ÏÿZè? ô`ÏB 9öyz ¤$uqã öNà6ös9Î) ÷LäêRr&ur w cqãKn=ôàè? ÇËÐËÈ
Artinya:
“ Dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan
janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah,
dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi
pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan duaniaya”. (Q.S. Al- Baqarah: 272).
Contoh
ayyun dalam surat Al- Isra’ ayat 110:
È@è% (#qãã÷$# ©!$# Írr& (#qãã÷$# z`»uH÷q§9$# (
$wr& $¨B (#qããôs? ã&s#sù âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4
wur öygøgrB y7Ï?x|ÁÎ/ wur ôMÏù$séB $pkÍ5 Æ÷tFö/$#ur tû÷üt/ y7Ï9ºs WxÎ6y ÇÊÊÉÈ
Artinya: “Katakanlah: "Serulah Allah atau
serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al
asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu
dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[870] dan carilah jalan tengah
di antara kedua itu."
(Al-Isra’:110)
“Lafazh
kullun, jami’un, ma’syar, kaffah (artinya seluruhnya). Masing-masing lafazh
melingkup bagian- bagiannya atau meliputi mudhaf ilaih dari lafazh- lafazh
tersebut. Misalnya dalam surat Ath- Thur ayat 21 yang menggunakan kata kullu:
tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä öNåk÷Jyèt7¨?$#ur NåkçJÍhè ?`»yJÎ*Î/ $uZø)ptø:r& öNÍkÍ5 öNåktJÍhè !$tBur Nßg»oY÷Gs9r& ô`ÏiB OÎgÎ=uHxå `ÏiB &äóÓx« 4
@ä. ¤ÍöD$# $oÿÏ3 |=|¡x. ×ûüÏdu ÇËÊÈ
Artinya: “Dan
orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka[1426],
dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia
terikat dengan apa yang dikerjakannya.
(Q.S.
Ath- Thur: 21)
b. Isim
mufrad yang dima’rifahkan oleh alif lam, misalnya dalam surat Al- Maidah ayat
36.
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtÏ÷r& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3
ª!$#ur îÍtã ÒOÅ3ym ÇÌÑÈ
Artinya; Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(Q.S. Al-Maidah: 38).
c. Jama’
yang dima’rifahkan oleh alif lam atau dengan idafah, misalnya dalam surat Al-
Baqarah ayat 228:
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur ÆóÁ/utIt £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% 4
wur @Ïts £`çlm; br& z`ôJçFõ3t $tB t,n=y{ ª!$# þÎû £`ÎgÏB%tnör& bÎ) £`ä. £`ÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4
£`åkçJs9qãèç/ur ,ymr& £`ÏdÏjtÎ/ Îû y7Ï9ºs ÷bÎ) (#ÿrß#ur& $[s»n=ô¹Î) 4
£`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`Íkön=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4
ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`Íkön=tã ×py_uy 3
ª!$#ur îÍtã îLìÅ3ym ÇËËÑÈ
Artinya: Wanita-wanita
yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'[142].
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada isterinya[143]. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
(Q.S. Al- Baqarah: 228)
Contoh idhafah, pada
kalimat umahatukum dalam surat An- Nisa’ ayat 23.
Artinya: “ diharamkan olehmu (mengawini) ibu- ibu mu”
(Q.S.
An- Nisa: 23).
d. Isim
nakirah dalam susunan naïf (ingkar), contoh dalam hadits riwayat Ahmad dan ibnu
Majah, yang menyebutkan:
Artinya: “ orang tua tidak boleh diqishas karena anaknya”.
e. Isim
mausul, seperti allazina dalam surat An- Nur ayat 4:
tûïÏ%©!$#ur tbqãBöt ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù't Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ wur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky #Yt/r& 4
y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ
Artinya:” dan orang-orang yang menuduh wanita- wanita yang baik-baik berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka
(yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan jaganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama- lamanya. Dan mereka itulah orang- orang yang fasik.”
(Q.S. An- Nur: 4).
Ada beberapa lafazh yang bukan termasuk ke dalam
lafazh umum, sebagaimana dikemukakan oleh Hanafi, yaitu:
a. Lafazh
nakirah, seperti kata rajulun, hanya menunjukan kepada seseorang, bukan umum;
b. Lafazh
tasniyah dan jama’, seperti kata rajulaini dan rajulun, kata itu menunjukkan
kepada dua orang atau dua saja, tiga dan tidak lebih;
c. Lafazh
‘adad, yang menunjukan bilangan;
d. Lafazh
musytarak, hanya memiliki beberapa arti tidak menunjukkan kepada umum, musyatarak
tidak meliputi sesuatu yang umum, melainkan banyak, belum tentu yang jumlahnya
banyak itu bermakna umum;
e. Lafazh
yang artinya majzi;
f. Lafazh
mutlak, lafazh yang tidak di batasi oleh sesuatu sifat tertentu;
1. Lafazh
umum karena sebab yang khusus
Lafazh yang umum dengan sebab yang khusus adalah
memandang peristiwa atau kejadian yang khusus, tetapi memiliki maksud yang
umum. Pemaknaan maksud yang umum bukan pada kejadiannya, melainkan pada kalimat
yang digunakannya.
Salah satu contohnya bahwa terdapat ayat- ayat Al-
Qur’an yang diturunkan dengan sebab nuzul tertentu, misalnya tentang keharaman
minum arak atau khamar, sebab nuzulnya berkaitan dengan kebiasaan orang
jahilliah atau beberapa sahabat yang belum mampu menghentikan kebiasaanya,
bahkan ada yang shalat sambil mabuk, sehingga turun ayat Al- Quran, “ lataqrab
ash- shalah wa antum sukara” ( jangan kalian dekati shalat, sedangkan kalian
sedang mabuk).
Meskipun
ayat tersebut turun karena ulah seseorang sahabat yang shalat sambil mabuk, larangannya berlaku umum, yakni
untuk semua orang islam. Dalam kaitanya dengan hal ini, lahirlah kaidah ushul
fiqh yang menyebutkan:
Artinya:
“ yang menjadi pegangan adalah perkataan
yang umum bukan sebabnya yang khusus”.
2. Menyebutkan
sebagian isi lafazh umum yang sama hukumnya
Ulama
ushul menetapkan kaidah:
Artinya:
“ menyebutkan sebagian satuan kata yang
umum yang sesuai hukumnya dengan lafazh yang umum tersebut, tidak berarti
mengkhususkannya”.
Contohnya
hadis riwayat imam muslim imam muslim yang menyebutkan:
Artinya:
tiap- tiap kulit yang disimak menjadi
suci”. (H.R Muslim).
Artinya:
“ menyampaikan (kulit kambing memunah)
menjadikannya suci.”
(H.R
Ibnu Hibban).
Contoh diatas memberikan gambaran bahwa yang suci
bukan hanya kulit kambimg Maemunah yang sedang disamak, tetapi untuk semua
kulit kambing, siapa pun pemiliknya. Meskipun dalam kalimatnya disebutkan bahwa
kulit kambing Maemunah suci, “ tiap- tiap kulit kambing yang disamak, menjadi suci”.
Dalil umum tidak boleh diamalkan sebelum ada dalil
khusus atau mengkhususkanya. Apabila ditemukan di dalam Al- quran dalil umum,
jangan langsung diamalkan, sebab aka nada di temukan dalil yang
mengkhususkannya. Demikian pula, mengenai hadits. Contoh, dalil tentang
wajibnya shalat tahajud karena berpedoman kepada lafazh perintah, sedangkan
lafazh perintah pada dasrnya mewajibkan, tetapi karena ada dalil yang
mengkhususkannya, yaitu tentang kewajiban tahajud khusus untuk Rasullullah SAW.
Tahajud hanya sunnat hukumnya bagi kaum muslimin. Demikan pula, dalil yang
khusus berkaitan dengan memakai purdah atau cadar yang menutup muka.
Apabila terdapat dalil umum yang telah di-takhsis,
bukan berarti kehujjahan dari keumuman dalil tersebut telah habis, tetapi hanya
berlaku untuk yang berkaitan dengan takhsis-nya secara langsung. Hal ini karena
ke umuman menunjukan banyaknya satuan yang lain yang merupakan bagian-
bagiannya, maka dalil umum tersebut masih memiliki kehujjahan yang umum untuk
hal yang masih terkait.
Kaitannya
dengan pemahaman di atas adalah kaidah ushul fiqh:
Artinya:
“ lafazh umum sesudah dikhususkan masih menjadi hujjah bagi (satuan- satuan
selebihnya)”.
A. Pengertian
lafazh khusuh ( khas )
Lafazh
khas ialah suatu lafazh yang diletakkan untuk menunjukkan suatu individu yang
satu perseorangannya, seperti Muhammad, atau suatu dalam macamnya, seperti
seorang laki- laki, atau menunjukkan kepada sejumlah individu yang terbatas
seperti tiga, sepuluh, seratus, sekelompok orang, kaum, sekumpulan orang dan
lain sebagainya.
Hukum
lafazh khas datang secara garis besar adalah bahwasanya apabila ada nash
syar’I, maka ia menunjukkan dengan dalalah yang qath’I terhadap maknanya yang
khusus yang ditetapkannya untuknya secara hakikat. Sedangkan hukum bagi
madlullnya ( yang ditunjukkinya ) tetap secara pasti, bukan dengan jalan zhann
( dengan kuat ). Hukum yang diambil dari firman Allah SWT dalam ( Q.S Al-
Maidah: 3 ).
Artinya: “ di
haramkan bagi kamu ( memakan ) bangkai, darah dan daging babi …..”
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kalimat umum atau ‘AM, yaitu kalimat yang digunakan
untuk mencakup seluruh bagiannya. Hanafi mengartikan ‘AM, sebagai lafazh yang
digunakan untuk menunjukan suatu makna yang dapat terwujud padasatuan- satuan
yang banyak dengan jumlah yang tidak terbatas.
Lafazh khas ialah suatu lafazh yang diletakkan untuk
menunjukkan suatu individu yang satu perseorangannya, seperti Muhammad, atau
suatu dalam macamnya, seperti seorang laki- laki, atau menunjukkan kepada
sejumlah individu yang terbatas seperti tiga, sepuluh, seratus, sekelompok
orang, kaum, sekumpulan orang dan lain sebagainya.
Abdul wahhab khallaf.
1994. Ushul fiqh. Semarang: DINA UTAMA Semarang.
Beni Ahmad Saebani dan
januari. 2008. Fiqh ushul fiqh,Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Kahar masyur. 1990.
Ilmu ushul fiqh. Jakarta: kalam mulia.
Rachmat syafe’i. 1999.
Ushul fiqh. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Syafi’I karim, 1997.
Fiqh ushul fiqh. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar