PENDIDIKAN QUR’AN ORANG DEWASA
(METODE JIBRIL)
Di
S
U
S
U
N
Oleh :
NAMA: Reza Rahmatillah
Unit/ S : A/1
Dosen Pembimbing: SODIKIN, M.A
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Gajah Putih
Tahun ajaran 2013
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulilah kami panjatkan
kehadirat allah SWT, karena dengan rahmat , taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “pendidikan
al-Qur’an orang dewasa”.
Shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
menjadikan kita sebagai insan yang beradap dan berilmu pengetahuan.
kami
telah berusaha semaksimal mungkin untuk menguasai ilmu pengetahuan tentang PQOD
semakin berkembang dengan pesat, kritik dan saran yang membangun masih sangat
dibutuhkan untuk menghadapi kesulitan dan hambatan dimasa yang akan datang.
Pada
kesempatan ini pemakalah menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing
bapak Sodikin,M.A banyak
membimbing kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini Harapan yang paling berguna bagi kami adalah apabila
dalam makalah ini terdapat suatu kekhilafan kami mohon maaf, karena
makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan.
Takengon November
,2013
( Pemakalah)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dengan semakin berkembangnya tekhnologi
di dunia, juga semakin banyak perubahan bagi uamat manusia khususnya umat
muslim. Kecanggihan tekhnologi membuat manusia semakin mudah mendapatkan
informasi-informasi duniadengan adanya jejaring sosial yang sangat mempermudah
mencari informasi.
.
namun dengan demikian, meski tekhnologi saat ini sangat berfungsi namun
ada mudarat bagi kita, yaitu lalai akan memakai fasilitas yang ada.
Karena
kita asik mengunakan tekhnologi terkadang kita lalai dalam melakukan kewajiban
kita sebagai umat muslim.
Banyak dari umat muslim yang karena
lalai tidak mampu membaca al- Qur’an. Disimi saya akan membahas salah satu
metode pembelajaran AL-qur’an untuk orang dewasa yaitu metode jibril, metode ini
adalah salah satu cara untuk belajar membaca al-qur’an.
Karena kita sebagai umat muslim
al-Qur,an adalah pedoman dalam hidup kita maka kita harus mampu intuk membaca
al-Qur’an dengan baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Landasan Metode Jibril
Pada dasarnya, terminologi atau istilah
Metode Jibril yang digunakan sebagai nama dari metode pembelajaran Al-Qur’an
yang diterapkan adalah dilatarbelakangi perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW untuk mengikuti bacaan Al-Qur’an yang telah dibacakan oleh Malaikat Jibril,
intisari tehnik dari metode Jibril
adalah talqin-taqlid (menirukan), yaitu santri menirukan bacaan gurunya. Dengan
demikian, metode jibril bersifat teacher-centris, dimana posisi guru sebagai
sumber belajar atau pusat informasi dalam proses pembelajaran.Selain itu,
praktek Malaikat Jibril dalam membacakan ayat kepada Nabi Muhammad SAW adalah
dengan tartil (berdasarkan tajwid yang baik dan benar). Karena itu, metode
Jibril juga diilhami oleh kewajiban membaca secara taltil.
Menurut KHM. Basori Alwi, sebagai
pencetus Metode Jibril, bahwa tehnik dasar Metode Jibril bermula dengan membaca
satu ayat atau waqaf, lalu ditirukan oleh seluruh orang yang mengaji. Guru
membaca satu-dua kali lagi, yang masing-masing ditirukan oleh orang yang mengaji.
Kemudian, guru membaca ayat atau lanjutan ayat berikutnya, dan ditirukan
kembali oleh semua yang hadir. Begitulah seterusnya, sehingg.a mereka dapat
menirukan bacaan guru dengan pas.
2. Karakteristik Metode Jibril
Di dalam metode jibril terdapat 2 (dua)
tahap, yaitu: tahqiq dan tartil.
1. Tahap Tahqiq adalah pembelajaran membaca
Al-Qur’an dengan pelan dan mendasar. Tahap ini dimulai dengan pengenalan huruf
dan suara, hingga kata dan kalimat. Tahap ini memperdalam artikulasi
(pengucapan) terhadap sebuah huruf dengan tepat dan benar sesuai dengan makhraj
dan sifat-sifat huruf.
2. Tahap Tartil adalah pembelajaran membaca
Al-Qur’an dengan durasi sedang dan bahkan cepat sesuai dengan irama lagu. Tahap
ini dimulai dengan pengenalan sebuah ayat atau beberapa ayat yang dibicarakan
guru, lalu ditirukan oleh para santri secara berulang-ulang. Di samping
pendalaman artikulasi (pengucapan), dalam tahap tartil juga diperkenalkan
praktik hukum-hukum ilmu tajwid seperti: bacaan mad, waqaf dan ibtida’, hukum
nun mati dan tanwin, hukum mim mati, dan sebagainya.
Dengan adanya 2 tahap (Tahqiq dan
Tartil) tersebut, maka metode jibril dapat dikatagorikan sebagai metode
konvergensi (gabungan) dari Metode Sintesis (Tarkibiyah) dan Metode Analisis
(Tahliliyah). Itu artinya, metode jibril bersifat komprehensiph, karena mampu
mengkomodir kedua macam metode membaca. Karena itu, Metode Jibril fleksibel,
dimana Metode Jibril dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi,
sehingga memudahkan guru dalam menghadapi problematika pembelajaran Al-Qur’an.
3. Tujuan Pembelajaran Metode Jibril
Di dalam Metode Jibril, Tujuan
Instruksional Umum pembelajaran Al-Qur’an adalah : santri membaca Al-Qur’an
dengan tartil sesuai dengan perintah Allah SWT. Indikasinya, santri mampu
menguasai dan menerapkan ilmu-ilmu tajwid, baik secara teoritis maupun praktis,
pada saat ia membaca Al-Qur’an. Dengan demikian, metode jibril berupaya
mencetak generasi qur’ani yang selalu
mempelajari
Al-Qur’an dan mengajarkannya.
a. Santri mampu mengenal huruf, melafalkan suara
huruf, membaca kata dan kalimat berbahasa Arab, membaca ayat-ayat Al-Qur’an
dengan baik dan benar.
b. Santri mampu mempraktekan membaca ayat-ayat
Al-Qur’an (pendek maupun panjang) dengan bacaan bertajwid artikulasi yang
shahih (benar) dan jahr (jelas dan bersuara keras).
c. Santri mengetahui dan memahami teori-teori
dalam ilmu tajwid walaupun secara global, singkat dan sederhana, terutama
hukum-hukum dasar ilmu tajwid seperti : Hukum Lam Sukun, Hukum Nun Sukun dan Tanwin,
Mad dan Qasr, dan sebagainya.
d. Santri mampu menguasai sifat-sifat huruf
hijaiyah, baik yang lazim maupun a’ridh.
e. Santri mampu menghindarkan diri dari lahn
(kesalahan membaca), baik lahn jaly (salah yang jelas) maupun lahn khafy (salah
yang samar).
f. Santri memiliki kebiasaan untuk muraja’ah
(menelaah sendiri) pelajarannya secara kontinyu, baik di dalam maupun di luar
kelas.santri mampu mengetahui perbedaan antara bacaan yang benar dan yang
salah, juga mampu mendengarkan serta mentashih (mengkoreksi) kesalahan bacaan
yang ia temui saat mendengar orang lain membaca salah.
g. Santri mampu mempraktekkan 3 (tiga) tingkat
tempo bacaan secara keseluruhan, yaitu : hadr (cepat), tartil (sedang),
dan tadwir (lambat).
h. Santri mampu melagukan bacaan Al-Qur’an dengan
baik, benar, dan indah.
i.
Santri mampu beradap dengan tatakrama
Al-Qur’an, seperti : ta’awudz sebelum membaca, tidak tertawa, memuliakan
mushaf. Santri mampu membedakan antara huruf-huruf yang memiliki mutasyabihah
(kesamaan), seperti : jim, ha’, kha’, maupun suara yang mutaqaribah (
kemiripan) seperti : tha’-ta’, sin-shad, dzaldha’.
j.
Santri mampu mengetahui dan membedakan antara
harakat panjang dan pendek.
k. Siswa mampu mengetahui perubahan makna
ayat-ayat Al-Qur’an yang diakibatkan oleh kesalahan dalam membacanya, sehingga
dia bisa memahami pentingnya artikulasi yang benar dalam membaca Al-Qur’an
berdasarkan ilmu tajwid.
m.
Santri mampu memahami semua materi ajar dengan baik dan benar.
n. Santri mampu
menggunakan media atau alat bantu secar
baik dan benar.
4. Kelebihan dari metode ini adalah:
1. Metode Jibril mempunyai landasan teoritis yang
ilmiah berdasarkan wahyu dan landasan sesuai dengan teori-teori metodologi
pembelajaran. Dengan demikian metode Jibril selain menjadi salah satu khazanah
ilmu pengetahuan juga bisa menjadi objek penelitian bagi para peneliti dan para
guru untuk dikembangkan.
2. Metode Jibril lebih memprioritaskan penerapan
teori-teori ilmu tajwid, sehingga santri diharapkan mampu memahami dan
menerapkan ilmu tajwid, baik secara teoritis dan praktis. Apalagi penerapan
ilmu tajwid tersebut mulai diperkenalkan sejak ditingkat kanak-kanak dan
pemula, sehingga proses pelatihan artikulasi bagi santri lebih mudah diarahkan
oleh guru ketika duduk ditingkat lanjutan.
3. Metode Jibril sebagai metode konvergensi
(sintesis dan analitis) dengan metode Jam’i (aradh dan talqin), adalah
metode komprehensif. Metode Jibril bersifat fleksibel, kondisional dan mudah
diterapkan oleh guru sesuai dengan potensi yang ada, situasi dan kondisi
pembelajaran. Karena itu bagian dari kurikulum pembelajaran yang menggunakan
metode Jibril (seperti: tujuan pembelajaran, materi, media dan jenjang
pendidikan) dapat saja dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan
demikian metode ini dapat leluasa diterapkan diberbagai lembaga pendidikan
seperti TPA, TPQ, Majlis Ta’lim, Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren maupun
lembaga formal dan informal lainnya.
4. Metode Jibril kendati pendekatan yang
digunakan bersifat teachercentris akan tetapi dalam proses pembelajarannya
metode Jibril selalu menekankan sifat pro aktif dari santri
5. Lahirnya metode Jibril tidak hanya berawal
dari kajian teoritis terhadap berbagai metode yang ada, tetapi metode Jibril
adalah kristalisasi dari eksperimen (percobaan) pembelajaran yang telah
dilakukan oleh K.H.M. Basori Alwi dan segenap para santrinya baik di dalam
maupun di luar Pesantren Ilmu Al-Qur’an Singosari Malang. Hal ini telah
dilakukan bertahun-tahun hingga out-put dari metode Jibril dapat dibuktikan
dengan lahirnya para qori’ dan santri yang mumpuni dalam membaca Al-Qur’an
secara tartil dan mengukir banyak prestasi.
6. Metode Jibril dapat diterapkan untuk
semua kalangan baik ditingkat kanak-kanak, pemuda, dawasa maupun kalangan orang
tua. Hal itu karena metode Jibril selain menitikberatkan pada teknik
pembelajaran juga pada skill guru.
7. Metode Jibril memiliki kurikulum
pembelajaran yang komplit terdiri dari: tujuan pembelajaran, materi ajar,
media, klasifikasi jenjang pendidikan, diskripsi tehnik-tehnik pengajaran dan
system evaluasi.
8. Materi pelajaran ilmu-ilmu tajwid yang
disajikan melalui metode Jibril sangat mudah dipahami, ringkas dan lengkap
sehingga mudah dipraktikan secara langsung.
9. Metode Jibril dilengkapi dengan media
pengajaran yang memadai seperti: materi ajar untuk anak-anak (kitab Bil-Qalam),
materi tadrib an-nutq (bina ucap), buku pokok-pokok ilmu tajwid, kaset, MP3 dan
VCD.
5. Kekurangan dari metode ini adalah:
1. Dari pihak guru
1. Guru tidak memiliki syahadah (ijazah)
dari PIQ yang menyatakan bahwa ia harus lulus dan berhak untuk mengajarkan
Al-Qur’an dengan metode Jibril. Dengan demikian, skill guru dalam hal tartil dan
tajwid kurang memadai.
2. Guru kurang mendalami metodologi pengajaran
Al-Qur’an yang berkembang, terutama metode Jibril sehingga implementasi metode
tersebut tidak maksimal.
3. Pengalaman mengajar guru sangat minim,
sehingga ia merasa kesulitan mencari solusi pemecahan atas problematika yang dihadapi
dan merasa kesulitan dalam menerapkan metode Jibril.
4. Jumlah guru sangat terbatas untuk siswa yang
banyak, akibatnya teknik tashih tidak berjalan dengan baik dan intensitas
evaluasi menjadi minim.
5. Guru kurang konsisten dalam menerapkan metode
Jibril sehingga ia membuat improfisasi sendiri yang terkadang menyimpang dari tujuan
pembelajaran. Biasanya hal itu terjadi karena guru kurang sabar untuk melihat
hasil dari metode yang dijalankan.
6. Guru tidak memahami peserta didiknya terutama
ilmu jiwa anak sehingga proses pembelajaran berjalan kaku dan membosankan.
7. Guru kurang memiliki kafa’ah (kecukupan)
ilmu-ilmu Al-Qur’an dan ilmu agama yang lain. Akibatnya ia merasa kesulitan
dalam mengatasi persoalan baru yang berkembang di masyarakat.
8. Tidak ada kesamaan visi diantara guru.
Sementara itu mitra guru yang lain tidak memahami metode Jibril atau tidak
sepakat dengan metode Jibril.
2.
Dari pihak santri
1.
Santritidak diuji sebelum mengikuti
pembelajaran atau tidak ada penyaringan yang ketat sehingga kemampuan para
santri dalam satu kelas tidak sama. Ada santri yang terlalu pandai dan ada
santri yang tertinggal.
2.
Jumlah santri dalam satu kelas terlalu
banyak.
3.
Santri tidak memiliki kemampuan yang kuat untuk belajar, karena kurangnya
dukungan dan perhatian orang tua.
4.
Waktu belajar yang sangat singkat.
5.
Lingkungan dan latar belakang yang
kurang mendukung kemajuan prestasi belajar.
3.
Dari pihak lembaga pendidikan
1.
Lembaga tidak memiliki visi dan misi
yang jelas.
2.
Kurikulum lembaga pendidikan yang tidak
disusun dengan baik dan terkesan asal-asalan.
3.
Para pengelola lembaga pendidikan tidak
memiliki komitmen bersama untuk mensukseskan proses pembelajaran dengan metode Jibril.
4.
Lembaga kurang berkomunikasi dengan orang tua santri dan masyarakat sekitarnya.
5.
Lembaga terlalu eksklusif, tidak mau
bekerja sama dengan pihak lain.
6.
Lembaga kurang melakukan studi banding dan tidak melaksanaklan evaluasi
terhadap berbagai langkah dan kebijakan yang telah dilaksanakan.
7.
Lembaga tidak berinisiatif meningkatkan mutu guru, seperti penyelenggaraan
workshop, pelatihan, kursus, dan seminar.
8.
Lembaga tidak memiliki sarana dan
prasarana yang memadai dan kendala utama yang sering dikeluhkan adalah masalah
dana.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa saya ambil bahwa
dengan adanya metode pendidikan orang dewasa ini, kita dapat belajar dengan mudah, dengan belajar dan terus
belajar pstinta kita akan mampu mempeloreh ilmu yang ada dala AL-QUR”AN, jika
kita tidak mampu membaca al-Qur’an bagai mana kita bisa perpedoman pada
al-qur’an.
Metode jibril itu adalah santri
menirukan bacaan gurunya. Dengan demikian, metode jibril bersifat
teacher-centris, dimana posisi guru sebagai sumber belajar atau pusat informasi
dalam proses pembelajaran.Selain itu, praktek Malaikat Jibril dalam membacakan
ayat kepada Nabi Muhammad SAW adalah dengan tartil (berdasarkan tajwid yang
baik dan benar). Karena itu, metode Jibril juga diilhami oleh kewajiban membaca
secara taltil.
Dengan menggunakan metode ini insyaallah
para pembaca dapat mengamalkannya, dan menggunakan metode ini sebagai salah
satu metode untuk belajar membaca al-Qur’an untuk orang dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar