HADITS SHAHIH DAN HASAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Kelompok : 5 ( lima)
: Reza Rahmatillah
Prodi/Unit : PAI /A
Semester : 1 (Satu )
Dosen Pengampu : Siti Aisyah, M.A
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
GAJAH PUTIH TAKENGON ACEH TENGAH, ACEH
2013/2014
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut
nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, penulis mengucapkan puji dan
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, makalah
ini berjudul “ Hadits shahih dan
hasan ”. Selanjutnya shalawat teriring salam senantiasa di alamatkan kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kejahilan
ke alam yang berpengetahuan.
Makalah ini di susun untuk
menyelesaikan studi pada jurusan Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama pada STAIN Gajah Putih Takengon Aceh
Tengah, Aceh penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat setiap
mahasiswa dalam menyelesaikan mata kulyah Ulum
hadits , namun dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, namun demikian berkat bantuan dan bimbingan Bapak dan Ibu Dosen
yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan nasehat sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Akhirnya penulis
menyerahkan diri kepada Allah SWT sehingga Makalah ini dapat
dilanjutkan dan dengan rahmat serta hidayah-Nya kiranya makalah ini merupakan
karya yang diridhoi-Nya Amin Ya Rabbal’alamin.
Takengon, ………………2013
M
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................
Daftar Isi..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah......................................................................... 1
C. Tujuan
Pembahasan....................................................................... 1
BAB II LANDASAN
TEORI
A.
Al- mahfuzh ............................................................................. 2
B.
Hadits dan Qur’an.................................................................... 3
C.
Mursashalus-
shahabi................................................................ 5
D.
Ziadatuts- tsiqah....................................................................... 5
E.
Al- Majid Fi
Muttashil- lil- isnad.............................................. 6
F.
Mukhtali
ful- Hadits................................................................. 7
G.
Al-muhkam............................................................................... 8
H.
Al-muttasyabih.......................................................................... 9
I.
Istilah Hasan- shahih................................................................. 9
J.
Beberapa nama bagi Shahih dan Hasan ................................... 10
BAB III KESIMPULAN
A.
Kesimpulan .......................................................................... 12
B.
Saran .................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Asal
adanya sebutan Hasan. Di zaman sebelum imam Tirmidzi, yaitu sebelum abad
ke-tiga, tidak dikenal orang pembagian hadits kepada Hasan secara istilah yang ada sekarang. Menurut keterangan
Imam Taqiyuddin bin Taimiyah, bahwa yang mula-mula diketahui membagi Hadits
kepada: shahih Hasan dan Dlai’if. Dalam urusan yang tidak menghiraukan sebutan
atau pembagian Hasan itu, hanya mereka memakai nama shahih saja.
Berikut
ini saya tunjukkan beberapa nama dan macam riwayat yang ada pada shahih saja.
ada juga pada Hasan, tetapi kebanyakan contohnya berderajat Shahih.
Supaya
tidak berulang-ulang sebutan Shahih dan Hasan, maka di beberapa tempat, untuk
dua macam ini, akan saya pakai kata-kata sah saja, yakni kalau saya katakana
Shah, maksudnya Shahih dan Hasan.
A. Rumusan
Masalah
·
Bagaimanakah hadits ash-shahih dan
al-hasan itu ?
·
Bagaimanakah periwayatan hadits ash-
shahih dan al- hasan ?
B. Tujuan
Pembahasan
·
Untuk mengetahui perbedaan hadits ash-
shahih dan al-hasan
·
Untuk mengetahui periwayatan hadits ash-
shahih dan al- hasan.
BAB
II
PEMBAHASAN
HADITS
SHAHIH DAN HASAN
1. Asal adanya sebutan Hasan
Di
zaman sebelum imam Tirmidzi, yaitu sebelum abad ke-tiga, tidak dikenal orang
pembagian hadits kepada Hasan secara istilah yang ada sekarang. “Menurut keterangan
Imam Taqiyuddin bin Taimiyah, bahwa yang mula-mula diketahui membagi Hadits
kepada: shahih Hasan dan Dlai’if. Dalam urusan yang tidak menghiraukan sebutan
atau pembagian Hasan itu, hanya mereka memakai nama shahih saja.”[1]
Berikut ini saya
tunjukkan beberapa nama dan macam riwayat yang ada pada shahih saja. ada juga
pada Hasan, tetapi kebanyakan contohnya berderajat Shahih. Supaya tidak
berulang-ulang sebutan Shahih dan Hasan, maka di beberapa tempat, untuk dua
macam ini, akan saya pakai kata-kata sah saja, yakni kalau saya katakana Shah,
maksudnya Shahih dan Hasan. Sebagai tanda, maka perkataan sah itu akan saya
beri tanda begini: Shah.
A. Al- Mahfuzh
Mahfuzh
artinya: yang terpelihara, yang dihafazh.
Menurut istilah, ialah
"satu hadits Shah yang diwirayatkan orang kepercayaan, tetapi menyalahi
riwayat rawi kepercayaan lain yang kurang kuat”.
Keterangan:
1. Hadits
Mahfuzh adalah lawan bagi Hadits Syadz.
2. Mahfuzh
ini, ada pada dua bagian:
a. Pada
matan dan
b. Pada
sanad;
Maksudnya ialah: “dua
sanad bagi satu Hadits atau Riwayat yang berlainan, lalu salah satu dari
padanya lebih kuat dari yang lainnya: maka yang kuat ini teranggap dan
dinamakan MAHFUZH pada sanad.”[2]
B. Hadits dan Qur’an
Terdapat beberapa
Hadits yang maknanya sesuai dengan ayat-ayat al- qur’an. Hadits- hadits itu:
a. Ada
yang lemah dan
b. Ada
yang Shahih atau Hasan
Contoh (a)
Artinya:
kerjakanlah pekerjaan seseorang yang menyangka, bahwa ia tidak akan mati
selama- lamanya, dan berjaga-jaga lah seperti penjagaan seseorang yang takut,
bahwa ia akan mati besok.
Hadits ini sanadnya
lemah, tetapi isisnya cocok dengan ayat al-qur’an ini:
Artinya:
Tuntutlah
apa-apa yang ALLAH telah berikan kepada tentang akhirat, tetapi jangamlah
emgkau lupkan bagian mu dari dunia. ( Q.S. Al- Qashsash 77
)
Keteranga:
1. Hadits
dan ayat ini bermaksud sama, yaitu untuk akhirat dan dunia kita mesti
mengerjakan sama beratnya: tidak boleh kita melebihkan amal akhirat dari untuk
akhirat.
2. Hadits
tersebut,sebagai mana yang sudah diterangkan derajatnya lemah, tetapi maknanya
setuju dengan ayat Al- qur’an. Ini berarti hadits lemah dikuatkan oleh ayat.
Contoh ( b)
Artinya:
Tidak dijadikan imam,
melainkan untuk diturut dia. Oleh karena itu, apabila ia takbir hendaklah kamu
bertakbir, tetapi bilamana ia membaca (qur’an )hendaklah kamu dia. (
H.S.R.Ahmad )
Hadits
ini shahih. Makna: “ bilamana ia membaca, hendaklah kamu diam “ itu, setuju
dengan Firman Allah:
Artinya:
Apabila dibaca qur’an,
hendaklah kamu dengarkan dia dan diam, supaya kamu diberi rahmat.
(Q.S. Al-a’raf 204 )
Keterangan:
1. “ baca”
yang dimaksud dalam hadits dan ayat diatas, adalah baca al-fatihah, ayat-ayat
atau salah satu surat sesudah al-fatihah dalam shalat.
2. hadits
riwayat ahmad itu shah, dibantu ayat al-qur’an, sedang qur’an sebagai mana
sudah dimaklumi, derajatnya adalah “ mutawatir “.
sungguh pun belum ada yang member nama tentang
martabat hadits yang shahih seperti itu, maka sedikitnya hadits tersebut mesti
mempunyai nama selain dari shah, karena ia dikuatkan oleh al-qur’an sebagaimana
hadits lemah diberi nama shahih lighairihi
di bantu oleh ayat al-qur’an.
Nama yang agak kena,
ialah mutawatir nisbi yang artinya mutawatir yang disandarkan, yakni hadits
riwayat ahmad itu kita menganggap mutawatir, karena kita menghubungkan dia
dengan yang martabatnya mutawatir.
C. Mursalush shahabi
Mursal: sudah terdahulu
artinya dibagian hadits dla’if pasal”
al-mursal”
Shahabi: “maksudnya
seseorang sahabat nabi kita, Muhammad saw.”[3]
Mursal shahabi yang
dikehendaki ulama hadits adalah: “ satu hadits atau riwayat yang dikabarkan
oleh seorang sahabat, tetapi ia sendiri tidak
mendengar omongan itu, atau menyaksikan kejadian yang ia ceritakan.”
D. Ziadatuts –tsiqah
Ziadah
artinya tambahan dan tsiqah artinya orang yang kepercayaan. Maksudnya :
“ hadits yang ada
padanya tambahan perkataan dari jalan rawi kepercayaan, sedangkan hadits itu
diwrayatkan juga oleh rawi lain, tetapi tidak memakai tambahan itu”.
Contoh:
Artinya: dari al-a’raj, dari abu hurairah, bahwa
rasullullah saw pernah bersabda:” apabila anjing minum di bijana salah seorang
dari kamu maka hendaklah ia cuci bejana itu tujuh kali”. ( H.R. muslim )
Keteranagan:
1. Hadits
itu diwirayatkan oleh imam muslim dan ada juga oleh imam lain.
2. Hadits
ini “ menyuruh cuci tujuh kali “, lain tidak ada.
Yang demikian, dalam
kitab-kitab yang membicarakan hal hadits , disebut
Artinya : tambahan dari ( jalan ) orang kepercayaan,
diterima.
E. Al-mazid Fi Muttashi- lil- isnad
Al-mazid
artinya yang ditambah, yang lebih.
Fi artinya di pada
dalam
Muttashil artinya yang
tersambung
Isnad artinya sanad
Arti keselurannya: “
(rawi) yang lebih dalam sanad yang tersambung “ .
“Bilamana satu hadits
di wirayatkan dari dua jalan ( atau lebih), yang satu rawinya lebih banyak dari
yang lain jika yang lebih ini tidak dianggap, maka ia dinamakan al- mazid fi
muttasil musnad.”[4]
Tentang ini ada tiga
pecahan:
1. Sanad
yang lebih dipakai
2. Sanad
yang kurang dianggap
3. Sanad
yang lebih dan yang kurang dipakai.
F. Mukhtaliful- hadits
Mukhtalif
artinya yang berselisih atau yang bertentangan.
Mukhtaliful hadits
artinya yang bertentangan dari hadits. Boleh juga dikatakan hadits yang
bertentangan.
Dalam musthalaht
ditujukan bagi
“ satu hadits shah yang
pada zhaihirnya kelihatan bertentangan dengan hadits shah lain tentang
maknanya.”
Untuk memadukan hadits-
hadits yang mutawatir ini ulama-ulama ada yang menggunakan dua jalan:
1. Thariqatul-jam’I
dan
2. Thariqatul-
tarjih.
a. Thariqatul
–jam’I
Thariqah artinya:
jalan, atau cara.
Jama’ artinya:
mengumpulkan.
Thariqatul-jam’I artinya: jalan mengumpulkan
Maksudnya: hadits-
hadits yang kelihatannya brelawanan itu kita kumpulkan, lalu kita mendudukan
satu-satunya sebagaimana patut, sehingga semua haditsnya terpakai.
b. Thariqatul-
tarjih
Tarjih artinya:
memberatkan, menguatkan.
Thariqatul-tarjih
artinya: jalan menguatkan.
Jika terdapat bebarapa
hadits atau riwayat shah yang zhahirnya kelihatan bertentangan antara satu dan
yang lain, lalu kita cari keterangan mana yang paling kuat dianataranya
dinamakan cara demikian tariqatul-tarjih.
G. Al- Muhkam
Muhkam
artinya yang dikokohkan, atau yang diteguhkan.
Dalam ilmu hadits
dikatakan bagi.
“ satu hadits yang shah
yang maknanya tidak ditentangi oleh keterangan lain yang juga shah.”[5]
Contoh:
Artinya : ( sabda nabi saw ) : “ barang siapa percaya
kepada Allah dan hari kemudia hendaklah ia muliakan tetangganya”. ( H.S.R Bukhari).
Keterangan:
1. Hadits
tersebut, derajatnya shahih
Tidak
ada satupun dalil atau keterangan yang menentangi maknanya. Arti, makna dan
maksudnya pun terang, tidak tersembunyi, dan bisa diketahui setiap pembaca.
2. Kebanyakan
hadits-hadits dan reiwayat- riwayat tang shah masuk bagian muhkam ini.
H. Al- mutsyabih
Mutsyabih
artinya: yang serupa, yang kesamaran. Menurut istilah mutsyabih itu adalah “satu
hadist shah yang tidak dapat diketahui sebenar-benar tujuannya. “[6]
Contoh :
Nabi bersabda:
Artinya: sesungguhnya tertutuplah hatiku, dan
sesungguhnya aku akan minta ampun kepada Allah dalam sehari seratus kali.
I.
Istilah Hasan shahih
Dalam
kitab-kitab, dibelakang beberapa hadits sering kita dapati perkataan hasan-
shahih. Yang suka menggunakan lafazh ini ialah imam-imam bukhari ya’kup bin
syaibah, abu ali ath-thausi, terutama sekali imam turmudzi.” Makna Hasan waktu
bersndiri, kita sudah maklum demikian pula makna shahih.”[7]
Oleh karena hasan dan
shahih berlainan maknanya, maka yang mengumpulkan dua lafazh itu dengan sebutan
hasan shahih tentulah ada maksudnya karena ini timbulah beberapa pemandangan
dan penetapan diantara ulama-ulama.
a.
Ada ulama berkata, bahwa menyebut hasan
shahih di belakang satu-satu hadits itu, menunjukam bahwa ia ragu-ragu tentang
sampai nya hadits itu kepada derajat shahih.
b. Ada
golongan berpendapat bahwa lafazh itu berarti mempunyai derajat hasan pada
pandangan satu kaum, dan berderajat shahih pada pandangan kaum lain. Jadi
seolah-olah oaring yang memakai sebutan itu berkata hasan atau shahih.
c. Ada
yang mengartikan hasan shahih itu, dengan hasan dan shahih yakni mamakai
perkatan “ dan”. Maksudnya, hadits yamng disebut hasan shahih itu mempunyai dua
sanad yang satu berderajat hasan dan yang lain shahih.
d. Ada
lagi yang menafsirkan hasan shahih itu yakni: hasan diartikan menurut bahasa
yaitu “ bagus “. Maksudnya matannya bagus.
e. Ada
yang berpendapat bahwa hasan itu ialah hasan lidzatihi, dan shahih itu shahih
ligairihi.
f. Ada
pula yang berkata perkataan hasan shahih itu maksudnya untuk menguatkan ke
shahan hadits yang disebut dengannya yakni dari derajat hasan naik menjadi
shahih.
J.
Beberapa nama bagi shahih dan hasan
Shahih dan hasan ada
mempunyai beberapa nama lagi yang sering terpakai dalam kitab-kitab hadis
yaitu; Jaiyid,Qawi, Tsabit,Mujawwad, Shalih ,Musyabbah dan maqbul.
(
) yaiyid artinya yang baik,yang bagus
(
) Qawi artinya yang kuat
(
) Tsabit artinya yang kokoh
(
) Mujawwad artinya yang di anggap bagus
(
) Shalih artinya yang baik,yang patut
(
) Musyabbah artinya yang di anggap serupa
(
) Maqbul artinya yang di terima,yang di pakai.
Keterangan;
1.hadis yang berderajat
shahih,boleh juga di sebut “hadis jaiyid” dan “hadis qawi”
2.lafazh-lafazh tsabit
mujawwad dan shalih,boleh di gunakan pada tiap-tiap hadis shahih dan hadis
hasan.
3.perkataan “musyabbah”
di pakai untuk hadis hasan dan hadis hasan yang hampir sama derajatnya dengan
hasan.
4.tiap-tiap hadis yang isinya wajib
di amalkan maupun berderajat shahih atau hasan di sebut hadis maqbul.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut
keterangan Imam Taqiyuddin bin Taimiyah, bahwa yang mula-mula diketahui membagi
Hadits kepada: shahih Hasan dan Dlai’if. Dalam urusan yang tidak menghiraukan
sebutan atau pembagian Hasan itu, hanya mereka memakai nama shahih saja. Berikut
ini saya tunjukkan beberapa nama dan macam riwayat yang ada pada shahih saja.
ada juga pada Hasan, tetapi kebanyakan contohnya berderajat Shahih.
Supaya tidak
berulang-ulang sebutan Shahih dan Hasan, maka di beberapa tempat, untuk dua
macam ini, akan saya pakai kata-kata sah saja, yakni kalau saya katakana Shah,
maksudnya Shahih dan Hasan.
B. Saran
Dengan penuh kesadaran dengan segala
kekurangan dalam kata-kata, dalam penulisan, kaidah-kaidah dan lain sebagainya,
kami memohon maaf kepada pembaca umumnya dan kami berharap besar untuk
keikut-sertaannya dengan bentuk saran dan kritik yang membangun dalam rangka
membimbing kami untuk mengenali cara penulisan seperti apa yang benar dan lain
sebagainya. Semoga dengan partisipasi pembaca, kami bisa belajar dari
kesalahan.
[1] Qawa-idut-tahdits 83
[2] Al- jamiush shaghir 1: 47.
[3] Fat-hul-Bari 7: 212. Bukhari 5:
75
[4] Alfiyah 89,90, Minhatul-Mughits
34, al- Ba’its 176, Taujin- Nazhar 262.
[5] Alfiyah suyuthi 279- Luqatut-
Durat 58
[6] Alfiyah suyuthi 279,- Luqatatut
durat 58.
[7] Luqathuddurat 49; alfitah Suyuthi
51.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar