Selasa, 21 November 2017


 
                           HADITS SHAHIH DAN HASAN

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

Kelompok            :  5 ( lima)
:  Reza Rahmatillah

Prodi/Unit                     :  PAI /A
Semester                        :  1 (Satu )
Dosen Pengampu          :  Siti Aisyah, M.A


                                             
LOGO STAIN 2013.jpg






JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
GAJAH PUTIH TAKENGON ACEH TENGAH, ACEH
2013/2014




KATA PENGANTAR


Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, makalah ini berjudul “ Hadits shahih dan hasan ”. Selanjutnya shalawat teriring salam senantiasa di alamatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kejahilan ke alam yang berpengetahuan.
Makalah  ini di susun untuk menyelesaikan studi pada jurusan Tarbiyah  Program Studi Pendidikan Agama pada STAIN Gajah Putih Takengon Aceh Tengah, Aceh penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat setiap mahasiswa dalam menyelesaikan mata kulyah Ulum hadits , namun dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, namun demikian berkat bantuan dan bimbingan Bapak  dan Ibu Dosen  yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan nasehat sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Akhirnya penulis menyerahkan diri kepada Allah SWT sehingga Makalah ini  dapat dilanjutkan dan  dengan rahmat serta hidayah-Nya kiranya makalah ini merupakan karya yang diridhoi-Nya Amin Ya Rabbal’alamin.

Takengon,  ………………2013 M

Penulis





DAFTAR ISI


Kata Pengantar....................................................................................................
Daftar Isi..............................................................................................................      
BAB I    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.............................................................................. 1   
B.     Rumusan Masalah......................................................................... 1
C.     Tujuan Pembahasan....................................................................... 1   

BAB   II   LANDASAN TEORI

A.      Al- mahfuzh ............................................................................. 2
B.       Hadits dan Qur’an.................................................................... 3
C.       Mursashalus- shahabi................................................................ 5    
D.      Ziadatuts- tsiqah....................................................................... 5    
E.       Al- Majid Fi Muttashil- lil- isnad.............................................. 6    
F.        Mukhtali ful- Hadits................................................................. 7
G.      Al-muhkam............................................................................... 8
H.      Al-muttasyabih.......................................................................... 9
I.         Istilah Hasan- shahih................................................................. 9
J.         Beberapa nama bagi Shahih dan Hasan ................................... 10

BAB   III   KESIMPULAN

A.    Kesimpulan .......................................................................... 12
B.     Saran .................................................................................... 12


DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Asal adanya sebutan Hasan. Di zaman sebelum imam Tirmidzi, yaitu sebelum abad ke-tiga, tidak dikenal orang pembagian hadits kepada Hasan secara  istilah yang ada sekarang. Menurut keterangan Imam Taqiyuddin bin Taimiyah, bahwa yang mula-mula diketahui membagi Hadits kepada: shahih Hasan dan Dlai’if. Dalam urusan yang tidak menghiraukan sebutan atau pembagian Hasan itu, hanya mereka memakai nama shahih saja.
Berikut ini saya tunjukkan beberapa nama dan macam riwayat yang ada pada shahih saja. ada juga pada Hasan, tetapi kebanyakan contohnya berderajat Shahih.
Supaya tidak berulang-ulang sebutan Shahih dan Hasan, maka di beberapa tempat, untuk dua macam ini, akan saya pakai kata-kata sah saja, yakni kalau saya katakana Shah, maksudnya Shahih dan Hasan.
A.    Rumusan Masalah
·         Bagaimanakah hadits ash-shahih dan al-hasan itu ?
·         Bagaimanakah periwayatan hadits ash- shahih dan al- hasan ?
B.     Tujuan Pembahasan
·         Untuk mengetahui perbedaan hadits ash- shahih dan al-hasan
·         Untuk mengetahui periwayatan hadits ash- shahih dan al- hasan.
BAB II
PEMBAHASAN
HADITS SHAHIH DAN HASAN

1.      Asal adanya sebutan Hasan
      Di zaman sebelum imam Tirmidzi, yaitu sebelum abad ke-tiga, tidak dikenal orang pembagian hadits kepada Hasan secara  istilah yang ada sekarang. “Menurut keterangan Imam Taqiyuddin bin Taimiyah, bahwa yang mula-mula diketahui membagi Hadits kepada: shahih Hasan dan Dlai’if. Dalam urusan yang tidak menghiraukan sebutan atau pembagian Hasan itu, hanya mereka memakai nama shahih saja.”[1]
Berikut ini saya tunjukkan beberapa nama dan macam riwayat yang ada pada shahih saja. ada juga pada Hasan, tetapi kebanyakan contohnya berderajat Shahih. Supaya tidak berulang-ulang sebutan Shahih dan Hasan, maka di beberapa tempat, untuk dua macam ini, akan saya pakai kata-kata sah saja, yakni kalau saya katakana Shah, maksudnya Shahih dan Hasan. Sebagai tanda, maka perkataan sah itu akan saya beri tanda begini: Shah.
A.  Al- Mahfuzh
Mahfuzh artinya: yang terpelihara, yang dihafazh.
Menurut istilah, ialah "satu hadits Shah yang diwirayatkan orang kepercayaan, tetapi menyalahi riwayat rawi kepercayaan lain yang kurang kuat”.
Keterangan:
1.      Hadits Mahfuzh adalah lawan bagi Hadits Syadz.
2.      Mahfuzh ini, ada pada dua bagian:
a.       Pada matan dan
b.      Pada sanad;
Maksudnya ialah: “dua sanad bagi satu Hadits atau Riwayat yang berlainan, lalu salah satu dari padanya lebih kuat dari yang lainnya: maka yang kuat ini teranggap dan dinamakan MAHFUZH pada sanad.”[2]
B.   Hadits dan Qur’an
Terdapat beberapa Hadits yang maknanya sesuai dengan ayat-ayat al- qur’an. Hadits- hadits itu:
a.       Ada yang lemah dan
b.      Ada yang Shahih atau Hasan
Contoh (a)




Artinya: kerjakanlah pekerjaan seseorang yang menyangka, bahwa ia tidak akan mati selama- lamanya, dan berjaga-jaga lah seperti penjagaan seseorang yang takut, bahwa ia akan mati besok.
Hadits ini sanadnya lemah, tetapi isisnya cocok dengan ayat al-qur’an ini:


Artinya:
Tuntutlah apa-apa yang ALLAH telah berikan kepada tentang akhirat, tetapi jangamlah emgkau lupkan bagian mu dari dunia. ( Q.S. Al- Qashsash 77 )
Keteranga:
1.      Hadits dan ayat ini bermaksud sama, yaitu untuk akhirat dan dunia kita mesti mengerjakan sama beratnya: tidak boleh kita melebihkan amal akhirat dari untuk akhirat.
2.      Hadits tersebut,sebagai mana yang sudah diterangkan derajatnya lemah, tetapi maknanya setuju dengan ayat Al- qur’an. Ini berarti hadits lemah dikuatkan oleh ayat.
Contoh ( b)

Artinya:
Tidak dijadikan imam, melainkan untuk diturut dia. Oleh karena itu, apabila ia takbir hendaklah kamu bertakbir, tetapi bilamana ia membaca (qur’an )hendaklah kamu dia. ( H.S.R.Ahmad )
Hadits ini shahih. Makna: “ bilamana ia membaca, hendaklah kamu diam “ itu, setuju dengan Firman Allah:



Artinya:
Apabila dibaca qur’an, hendaklah kamu dengarkan dia dan diam, supaya kamu diberi rahmat. (Q.S. Al-a’raf 204 )
Keterangan:
1.      baca” yang dimaksud dalam hadits dan ayat diatas, adalah baca al-fatihah, ayat-ayat atau salah satu surat sesudah al-fatihah dalam shalat.
2.      hadits riwayat ahmad itu shah, dibantu ayat al-qur’an, sedang qur’an sebagai mana sudah dimaklumi, derajatnya adalah “ mutawatir “.
 sungguh pun belum ada yang member nama tentang martabat hadits yang shahih seperti itu, maka sedikitnya hadits tersebut mesti mempunyai nama selain dari shah, karena ia dikuatkan oleh al-qur’an sebagaimana hadits lemah  diberi nama shahih lighairihi di bantu oleh ayat al-qur’an.
Nama yang agak kena, ialah mutawatir nisbi yang artinya mutawatir yang disandarkan, yakni hadits riwayat ahmad itu kita menganggap mutawatir, karena kita menghubungkan dia dengan yang martabatnya mutawatir.
C.  Mursalush shahabi
Mursal: sudah terdahulu artinya dibagian hadits dla’if  pasal” al-mursal”
Shahabi: “maksudnya seseorang sahabat nabi kita, Muhammad saw.”[3]
Mursal shahabi yang dikehendaki ulama hadits adalah: “ satu hadits atau riwayat yang dikabarkan oleh seorang sahabat, tetapi ia sendiri tidak  mendengar omongan itu, atau menyaksikan kejadian yang ia ceritakan.”
D.  Ziadatuts –tsiqah
Ziadah artinya tambahan dan tsiqah artinya orang yang kepercayaan. Maksudnya :
“ hadits yang ada padanya tambahan perkataan dari jalan rawi kepercayaan, sedangkan hadits itu diwrayatkan juga oleh rawi lain, tetapi tidak memakai tambahan itu”.
Contoh:


Artinya: dari al-a’raj, dari abu hurairah, bahwa rasullullah saw pernah bersabda:” apabila anjing minum di bijana salah seorang dari kamu maka hendaklah ia cuci bejana itu tujuh kali”. ( H.R. muslim )
Keteranagan:
1.      Hadits itu diwirayatkan oleh imam muslim dan ada juga oleh imam lain.
2.      Hadits ini “ menyuruh cuci tujuh kali “, lain tidak ada.
Yang demikian, dalam kitab-kitab yang membicarakan hal hadits , disebut


Artinya : tambahan dari ( jalan ) orang kepercayaan, diterima.

E.   Al-mazid Fi Muttashi- lil- isnad
Al-mazid artinya yang ditambah, yang lebih.
Fi artinya di pada dalam
Muttashil artinya yang tersambung
Isnad artinya sanad
Arti keselurannya: “ (rawi) yang lebih dalam sanad yang tersambung “ .
“Bilamana satu hadits di wirayatkan dari dua jalan ( atau lebih), yang satu rawinya lebih banyak dari yang lain jika yang lebih ini tidak dianggap, maka ia dinamakan al- mazid fi muttasil musnad.”[4]
Tentang ini ada tiga pecahan:
1.      Sanad yang lebih dipakai
2.      Sanad yang kurang dianggap
3.      Sanad yang lebih dan yang kurang dipakai.
F.   Mukhtaliful- hadits
Mukhtalif artinya yang berselisih atau yang bertentangan.
Mukhtaliful hadits artinya yang bertentangan dari hadits. Boleh juga dikatakan hadits yang bertentangan.
Dalam musthalaht ditujukan bagi
“ satu hadits shah yang pada zhaihirnya kelihatan bertentangan dengan hadits shah lain tentang maknanya.”
Untuk memadukan hadits- hadits yang mutawatir ini ulama-ulama ada yang menggunakan dua jalan:
1.      Thariqatul-jam’I dan
2.      Thariqatul- tarjih.
a.       Thariqatul –jam’I
Thariqah artinya: jalan, atau cara.
Jama’ artinya: mengumpulkan.
Thariqatul-jam’I  artinya: jalan mengumpulkan
Maksudnya: hadits- hadits yang kelihatannya brelawanan itu kita kumpulkan, lalu kita mendudukan satu-satunya sebagaimana patut, sehingga semua haditsnya terpakai.
b.      Thariqatul- tarjih
Tarjih artinya: memberatkan, menguatkan.
Thariqatul-tarjih artinya: jalan menguatkan.
Jika terdapat bebarapa hadits atau riwayat shah yang zhahirnya kelihatan bertentangan antara satu dan yang lain, lalu kita cari keterangan mana yang paling kuat dianataranya dinamakan cara demikian tariqatul-tarjih.
G.  Al- Muhkam
Muhkam artinya yang dikokohkan, atau yang diteguhkan.
Dalam ilmu hadits dikatakan bagi.
“ satu hadits yang shah yang maknanya tidak ditentangi oleh keterangan lain yang juga shah.”[5]
Contoh:


Artinya : ( sabda nabi saw ) : “ barang siapa percaya kepada Allah dan hari kemudia hendaklah ia muliakan tetangganya”.  ( H.S.R Bukhari).
Keterangan:
1.      Hadits tersebut, derajatnya shahih
Tidak ada satupun dalil atau keterangan yang menentangi maknanya. Arti, makna dan maksudnya pun terang, tidak tersembunyi, dan bisa diketahui setiap pembaca.
2.      Kebanyakan hadits-hadits dan reiwayat- riwayat tang shah masuk bagian muhkam ini.
H.  Al- mutsyabih
Mutsyabih artinya: yang serupa, yang kesamaran. Menurut istilah mutsyabih itu adalah “satu hadist shah yang tidak dapat diketahui sebenar-benar tujuannya. “[6]
Contoh :
Nabi bersabda:


Artinya: sesungguhnya tertutuplah hatiku, dan sesungguhnya aku akan minta ampun kepada Allah dalam sehari seratus kali.
I.     Istilah Hasan shahih
Dalam kitab-kitab, dibelakang beberapa hadits sering kita dapati perkataan hasan- shahih. Yang suka menggunakan lafazh ini ialah imam-imam bukhari ya’kup bin syaibah, abu ali ath-thausi, terutama sekali imam turmudzi.” Makna Hasan waktu bersndiri, kita sudah maklum demikian pula makna shahih.”[7]
Oleh karena hasan dan shahih berlainan maknanya, maka yang mengumpulkan dua lafazh itu dengan sebutan hasan shahih tentulah ada maksudnya karena ini timbulah beberapa pemandangan dan penetapan diantara ulama-ulama.
a.    Ada ulama berkata, bahwa menyebut hasan shahih di belakang satu-satu hadits itu, menunjukam bahwa ia ragu-ragu tentang sampai nya hadits itu kepada derajat shahih.
b.   Ada golongan berpendapat bahwa lafazh itu berarti mempunyai derajat hasan pada pandangan satu kaum, dan berderajat shahih pada pandangan kaum lain. Jadi seolah-olah oaring yang memakai sebutan itu berkata hasan atau shahih.
c.    Ada yang mengartikan hasan shahih itu, dengan hasan dan shahih yakni mamakai perkatan “ dan”. Maksudnya, hadits yamng disebut hasan shahih itu mempunyai dua sanad yang satu berderajat hasan dan yang lain shahih.
d.   Ada lagi yang menafsirkan hasan shahih itu yakni: hasan diartikan menurut bahasa yaitu “ bagus “. Maksudnya matannya bagus.
e.    Ada yang berpendapat bahwa hasan itu ialah hasan lidzatihi, dan shahih itu shahih ligairihi.
f.    Ada pula yang berkata perkataan hasan shahih itu maksudnya untuk menguatkan ke shahan hadits yang disebut dengannya yakni dari derajat hasan naik menjadi shahih.
J.    Beberapa nama bagi shahih dan hasan
Shahih dan hasan ada mempunyai beberapa nama lagi yang sering terpakai dalam kitab-kitab hadis yaitu; Jaiyid,Qawi, Tsabit,Mujawwad, Shalih ,Musyabbah dan maqbul.
(          ) yaiyid artinya yang baik,yang bagus
(          ) Qawi artinya yang kuat
(          ) Tsabit artinya yang kokoh
(          )  Mujawwad artinya  yang di anggap bagus
(          ) Shalih artinya yang baik,yang patut
(          ) Musyabbah artinya yang di anggap serupa
(          ) Maqbul artinya yang di terima,yang di pakai.
Keterangan;
1.hadis yang berderajat shahih,boleh juga di sebut “hadis jaiyid” dan “hadis qawi”
2.lafazh-lafazh tsabit mujawwad dan shalih,boleh di gunakan pada tiap-tiap hadis shahih dan hadis hasan.
3.perkataan “musyabbah” di pakai untuk hadis hasan dan hadis hasan yang hampir sama derajatnya dengan hasan.
4.tiap-tiap hadis yang isinya wajib di amalkan maupun berderajat shahih atau hasan di sebut hadis maqbul.

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
      Menurut keterangan Imam Taqiyuddin bin Taimiyah, bahwa yang mula-mula diketahui membagi Hadits kepada: shahih Hasan dan Dlai’if. Dalam urusan yang tidak menghiraukan sebutan atau pembagian Hasan itu, hanya mereka memakai nama shahih saja. Berikut ini saya tunjukkan beberapa nama dan macam riwayat yang ada pada shahih saja. ada juga pada Hasan, tetapi kebanyakan contohnya berderajat Shahih.
Supaya tidak berulang-ulang sebutan Shahih dan Hasan, maka di beberapa tempat, untuk dua macam ini, akan saya pakai kata-kata sah saja, yakni kalau saya katakana Shah, maksudnya Shahih dan Hasan.
B.  Saran
Dengan penuh kesadaran dengan segala kekurangan dalam kata-kata, dalam penulisan, kaidah-kaidah dan lain sebagainya, kami memohon maaf kepada pembaca umumnya dan kami berharap besar untuk keikut-sertaannya dengan bentuk saran dan kritik yang membangun dalam rangka membimbing kami untuk mengenali cara penulisan seperti apa yang benar dan lain sebagainya. Semoga dengan partisipasi pembaca, kami bisa belajar dari kesalahan.



[1] Qawa-idut-tahdits  83
[2] Al- jamiush shaghir 1: 47.
[3] Fat-hul-Bari 7: 212. Bukhari 5: 75

[4] Alfiyah 89,90, Minhatul-Mughits 34, al- Ba’its 176, Taujin- Nazhar 262.
[5] Alfiyah suyuthi 279- Luqatut- Durat 58
[6] Alfiyah suyuthi 279,- Luqatatut durat 58.
[7] Luqathuddurat 49; alfitah Suyuthi 51.

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar