MAKALAH
Ulumul Qur’an
“ Al-Munasabah”
Ø DISUSUN OLEH KELOMPOK 6 : Reza Rahmatillah
Ø JURUSAN : TARBIAH
Ø PRODY : PAI
Ø UNIT : B
Ø SEMESTER : 1 ( SATU )
DOSEN
PEMBIMBING : RAMSAH ALI, M.A.
KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI(STAIN GPA) TAHUN AJARAN 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “AL-MUNASABAH”.
Serta shalawat
dan salam kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
umat manusia dari alam jahilyah ke alam berilmu pengetahuan seperti sekarang
ini.
Makalah ini kami susun berdasarkan beberapa
buku,penyusunan /pembuatan. Adapun penyajian materi ini sangat sederhana dan
sebaik mungkin tanpa melupakan tujuan agar mudah di pahami dan dimengerti untuk mengetahui isi materi yang dipelajari..
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya.Oleh karena itu, kami mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan isi makalah ini.
Akhirnya kami menyerahkan diri kepada Allah SWT.
Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan,agama dan Negara. Dengan rahmat
serta hidayah-Nya, makalah ini merupakan karya yang diridhoi-Nya. Amin Ya
Robbal’alamin.
Takengon, Nopember 2013
Hormat
kami,
Penulis
Kelompok VI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Munasabah.......................................................
B. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Munasabah......
C. Relevansi munasabah dalam menafsirkan al-quran............
D. Urgensi Munasabah Dalam Penafsiran Al-Quran...............
E. Macam-Macam Munasabah................................................
F. Manfaat Mempelajari Munasabah.......................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................
B. Saran...................................................................................
DAFATAR PUSTAKA.................................................................................................
BAB I
PENDAHULAN
A.
Latar Belakang
Al-Quran Al-Karim memperkenalkan
dirinya dengan berbagai ciri dan sifat, salah satunya adalah bahwa Al-Quran
adalah kitab yang keotentikannya di jamin oleh Allah, Dan dia adalah kitab yang
selalu dipelihara. (Qs. Al-Hijr-9)
إِنَّا
نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (٩)
Atinya
: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.
Seorang muslim, tidak dapat
menghindarkan diri dari keterikatannya dengan Al-Quran. Seorang muslim
mempelajari Al-Quran tidak hanya mencari “kebenaran” ilmiah, tetapi juga
mencari isi dan kandungan Al-Quran. Begitu juga dengan telaah tentang munasabah
yang merupakan bagian dari telaah Al-Quran. Seluruh usaha membeberkan
berbagai bentuk hubungan dan kemirip-miripan dalam Al-Quran adalah tidak
terlepas dari usaha membuktikan bahwa Al-Quran sebagai “sesuatu yang luar
biasa”.
B. Rumusan Masalah
A. Pengertian
Ilmu Al-Munasabah/Tanasubil Aayati
Wassuwari
B. Perkembangan Munasabah
C. Urgensi Munasabah
Dalam Menafsirkan Al-Quran
D. Macam-Macam Munasabah
E. Manfaat Mempelajari Munsabah
C.
Tujuan
Dengan
ditulisnya makalah ini semoga dapat
bermafaat untuk kita semua maka harapan penulis semoga materi makalah
ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Munasabah
Isi Al-Qur’an secara menyeluruh adalah merupakan kesatuan
yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan. Pandangan seperti ini
tidak saja ditemukan dikalangan para mufassir, tetapi juga di lingkungan
sebagian penulis-penulis Barat[1].
Pandangan tersebut menimbulkan upaya mufassir menemukan bentuk kaitan antar
kalimat. Antar kelompok ayat dengan kelompok ayat, surat-surat dan ayat-ayat.
Bentuk seperti itulah yang ada kaitannya dengan Ulumul Al-Qur’an disebut Al-Munasabah.
Sedangkan
pengertian munasabah atau ilmu ‘tanasub al-Ayat Wa as-Suwar menurut
istilah ialah ilmu untuk mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian
al-qur’an.
Pada
dasarnya kata al-munasabah berarti al-mukarabah atau al-musyakalah (berdekatan
atau kemiripan)[2]. Ini
mengandung adanya hubungan (irtibath) antara dua atau beberapa yang saling
berkaitan. Al-Munasabah yang dimaksud dalam istilah ‘Ulumu Al-Qur’an adalah
bentuk hubungan yang terdapat antara kalimat-kalimat, ayat-ayat, surat-surat
atau antara kelompok-kelompok ayat di dalam Al-Qur’an[3].
Pengertian munasabah itu tidak hanya sesuai untuk yang sejajar dan
parallel saja. Melainkan yang kontradiksipun termasuk munasabah, seperti
sehabis menerangkan orang mukmin lalu orang kafir dan sebagainya. Sebab
ayat-ayat al-Qur'an itu kadang-kadang merupakan takhsish (pengkhususan) dari
ayat-ayat yang umum. Dan kadang-kadang sebagai penjelasan yang konkret terhadap
hal-hal yang abstrak.
Para mufassir berpendapat bahwa munasabah dalam Al-Qur’an harus mengakui bahwa
susunan dan urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surat-surat dalam Al-Qur’an
bukan hasil itjihad melainkan tauqif.
Menurut
As-Suyuti kata munasabah berarti al-musyakalah (kaserupaan) dan al-muqarabah
(kedekatan).Istilah munasabah digunakan dalam illat dalam bab
qiyas yang berarti al-wasf al-muqarib li al-hukm (gambaran yang
berhubungan dengan hukum).Istilah munasabah diungkapan pula dengan kata rabth
(pertalian).
Adapun menurut pengertian
terminologi, munasabah dapat didenifisikan sebagai berikut :
Artinya:
“Munasabah adalah suatu hal yang
dapat dipahami. Ketika dihadapkan dengan akal,pasti akal itu akan menerimanya.”
Artinya:
“munasabah adalah sisi keterikatan
antara beberapa ungkapan didalam satu ayat, atau antara ayat pada beberapa
ayat, atau antara surat(di dalam al-qur’an).”
3.
Menurut
Ibn Al-Arabi:[6]
Artinya:
“munasabah adalah keteritan
ayat-ayat al-qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai
kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan suatau ilmu yang
agung.”
Artinya:
“Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik
susunan atau urutan-urutan bagian Al-Quran,baik dari ayat,atau surat dengan
surat.”
Jadi, ilmu
munasabah atau al-munasabah adalah ilmu yang mempelajari ayat-ayat dan
surat-surat dalam Al-Qur’an, susunan-susunannya dan juga urutan
kalimat-kalimatnya. Ilmu ini menjelaskan
segi-segi hubungan antara beberapa ayat / beberapa surat al-Qur'an. Apakah
hubungan itu berupa ikatan antara 'am (umum) dan khusus / antara abstrak dan
konkret / antara sebab-akibat atau antara illat dan ma'lunya, ataukah antara
rasional dan irasional, atau bahkan antara dua hal yang kontradiksi.
Tujuannya untuk menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan-urutan
dalam Al-Qur’an.[8]
B.
Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan
Munasabah
Ilmu munasabah yang juga disebut dengan “Tanasubil Aayati Wassuwari”
pertama kali di cetus oleh Imam Abu Bakar An-Naisaburi (wafat tahun 324 H[9]),
Kemudian disusul oleh Abu Ja’far ibn Zubair yang mengarang kitab “Al-Burhanu
fi Munasabati Suwaril Qur’ani” dan diteruskan oleh Burhanuddin Al-Buqai
yang menulis kitab “Nudzumud Durari fi Tanasubil Aayati Wassuwari” dan
As-Suyuthi yang menulis kitab “Asraarut Tanzilli wa Tanaasuqud Durari fi
Tanaasubil Aayati Wassuwari” serta M. Shodiq Al-Ghimari yang mengarang
kitab “Jawahirul Bayani fi Tanasubi Wassuwari Qur’ani”.
Pada bagian ini muncul pertanyaan, apakah ilmu munasabah itu ada atau
tidak?, dari pertanyaan ini muncul dua pendapat yang berbeda sebagai
jawabannya. Pertama, pihak yang mengatakan secara pasti
pertalian yang erat antara surat dengan surat dan antara ayat dengan ayat (munasabah).
Pihak ini diwakili oleh As-Syaikh ‘Izz Ad-Din Ibn ‘Abd As-Salam atau ‘Abd
Al-‘Aziz Ibn, Abd As-Salam (577-600 H.[10]
Menurut aliran ini, munasabah adalah ilmu yang mensyaratkan bahwa
baiknya kaitan pembicaraan (الكلام ارتبط ) itu bila antara permulaan
dan akhiranya terkait menjadi satu. Apabila hubungan itu terjadi dengan
sebab yang berbeda-beda, tidaklah diisyaratkan adanya pertalian salah satunya
dengan yang lain.
Kalau Al-Munasabah ditinjau secara terminologis, dalam hal ini munasabah
bisa berarti suatu pengetahuan yang di peroleh secara Aqli dan bukan di
peroleh secara tauqifi. Dengan demikian, akallah yang berusaha mencari
dan menemukan hubungan-hubungan, pertalian, atau keserupaan antara sesuatu itu.[11] Demikian
Az-Zarkasyi mengemukakan pendapatnya tentang persoalan munasabah.
Pendapat
lain yang mengatakan adanya munasabah dalam Al-Quran juga di kemukakan
oleh Mufassir, diantaranya As-Syuyuti, Al-Qaththan, Fazlurrahman Dll.
Pihak kedua, mengatakan bahwa tidak perlu ada munasabah
ayat, sebab pristiwa-pristiwa tersebut saling berlainan. Al-Quran disusun
dan diturunkan serta diberi hikmah secara tauqifi dan tersusun atas
petunjuk Allah.
Terlepas
dari kedua pendapat diatas , munasabah telah merupakan bagian tak
terpisahkan dari ‘ulum Al-Quran. Apakah adanya munasabah itu ijtihadi
atau tauqifi barangkali akan dapat dijawab ketika memperhatikan telaah
tentang kaitan ayat dengan ayat atau surat dengan surat.
C.
Relevansi Ilmu Munasabah Dalam Penafsiran Al-Qur’an
Munasabah adalah cabang dari ulumul
qur’an yang menerangkan makna Al-Qur’an. Jika Asasbabunnuzul membahas
ayat/surat Al-Qur’an melalui sebab-sebab turunnya dan latar belakang historis,
maka Munasabah mencoba membahas ayat dan surat Al-Qur’an berdasarkan hubungan /
relevansi dengan ayat/surat lainnya.[12]
Asbabunnuzul merupakan ilmu yanbg diakui
sangat kuat dalam membantu mencari makna ayat/surat Al-Qur’an. Memang
mengetahui Asbabunnuzul sangat membantu dalam memahami ayat. Namun demikian
terdapat beberapa kelemahan dalam pencarian makn melalui cara Asbabunnuzul ini,
yaitu ddalam hal periwayatan.[13]
Mengetahui Asbabunnuzul suatu ayat/surat
sama halnya dengan menerapkan teori “lompatan waktu”. Kita dapat mengetahui
sebab-sebab turunnya suatu ayat/ surat hanya melalui satu sumber yaitu sumber
riwayat.
Suatu masalah akan muncul manakala
terdapat dua atau lebih riwayat yang saling bertentangan mengenai suatu ayat.
Hanya ada satu kemungkinan yaitu riwayat yang tidak shohih, tidak mungkin semua
riwayat benar. Inilah yang menyulitkan para mufasir dalam mengungkapkan suatu
makna ayat/surat.[14]
D.
Urgensi munasabah dalam penafsiran al-qur’an
Ada empat fungsi
utama dari Ilmu Al-Munasabah
1. Untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan
urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam Al-Quran.
2. Untuk menjadikan bagian-bagian dalam Al-Quran saling
berhubungan sehingga tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
3.
Ada ayat
baru dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya.
4.
Untuk
menjawab kritikan orang luar (orientalis) terhadap sistematika Al-Quran.
E.
Macam-Macam
Munasabah
Dalam Al-qur’an sekurang-kurangnya terdapat 7 macam
munasabah yaitu sebagai berikut:
- Munasabah
Antar Surat Dengan Surat Sebelumnya.
As-sayuti menyimpulkan bahwa munasabah antar satu surat
dengan surat sebelumnya.[15]
Sebagai contoh, dalam surat alfatihah [1] ayat 1 terdapat ungkapan
Alhamdulillah. Ungkapan ini berkolerasi dengan surat albaqarah [2] ayat 152 dan
186 berikut
[2:152] Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku
niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah
kamu mengingkari (ni'mat)-Ku.
[2:186] Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Ungkapan rabb al-alamin dalam surat al-fatihah [1] berkolerasi
dengan firman allah berikut.
[2:21] Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang
telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
|
[2:22] Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan
langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu;
karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu
mengetahui.
|
dalam surat al-baqarah [2] di tegaskan ungkapan dzalik
al-kitab la raiba fih. Ungkapan ini berkolerasi dengan ayat berikut.
[3:3] Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur'an)
kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya
dan menurunkan Taurat dan Injil,
Demikian pula suatu yang di ungkapkan
secara global oleh surat al-baqarah [2] yaitu ungkapan wama uzila min kabliq,
di rinci lebih jauh oleh surat ali imran [3] ayat 3 berikut.
[3:3] Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur'an)
kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya
dan menurunkan Taurat dan Injil,
Munasabah Antar Nama Surat Dan
Tujuan Turunya
Setiap surat mempunyai tema
pembicaraan yang menonjol dan itu tercermin pada namanya masing-masing, seperti
surat al-baqarah [2], surat yusuf [18], surat anaml [27],dan al-jinn[72][16].
umpamanya dapat di Allah berfirman yang artinya sebagai berikut :
[2:67] Dan (ingatlah), ketika Musa berkata
kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi
betina." Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah
ejekan ?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak
menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil".
[2:68] Mereka menjawab: " Mohonkanlah
kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah
itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina
itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu;
maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu".
[2:71] Musa berkata: "Sesungguhnya
Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah
dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak
bercacat, tidak ada belangnya." Mereka berkata: "Sekarang barulah
kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka
menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
Cerita tentang lembu betina dalam
surat al-baqarah [2] di atas mengandung inti pembicaraan tentang kekuasaan
tuhan membangkitkan orang mati. Dengan perkataan lain tujuan surat ini adalah
menyangkut kekuasaan tuhan dan keimanan pada hari kemudian
- Munasabah
Antar Bagian Suatu Ayat
Munasabah antar bagian surat ayat
sering berbentuk munasabah at-tadhadat (perlawanan) seperti terlihat dalam
surat :
[57:4] Dialah yang menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy Dia mengetahui apa
yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun
dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja
kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.(Q. S. Al-Hadid [57]: 4)
di antara katayaliju (masuk)dan
katayakhruju (keluar), serta kata yanjilu (turun) dan kata ya’ruju (naik)
terdapat korelasi perloawanan. Contoh lainnya adalah kata al-adzab dan ar-rahmah
dan janji baik setelah ancaman. Munasabah seperti ini dapat di jumpai dalam
surat al-baqarah [2]an-nisa[4],dan surat al-maidah[5].
- Munasabah Antar Ayat Yang
Letaknya Berdampingan
Munasabah antar ayat yang letaknya
berdampingan sering terlihat dengan jelas, tetapi sering pula tidak
jelas.munasabah antar ayat yang terlihat dengan jelas umumnya mengunakan pola
ta’kid (penguat), tafsir (penjelas),
I’tiradh (bantahan), dantasydid (penegasan).
Munasabah antar ayat yang
menggunakan pola ta’kid, yaitu apabila salah satu ayat atau bagian ayat
memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang letak disampingnya.[17]
Contoh firman allah:
1. Dengan menyebut nama Allah Yang
Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Ungkapan rabb al’ alamin pada ayat
kedua memperkukata Ar-Rahman dan Ar-Rahim pada ayat pertama .
Munasabah antara ayat menggunakan
pola tafsir apabila makna satu ayat atau baagian ayat tertentu di tafsirkan
oleh atau bagian ayat di sampingnya contohnya , firman allah berikut
[2:2] Kitab(Al Quraan) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,
[2:3] (yaitu) mereka yang beriman kepada
yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami
anugerahkan kepada mereka.
(Q. S. Al-Baqarah [2]: 2-3 )
Kata mutaqin pada ayat kedua
ditafsirkan maknanya oleh ayat ketiga. Dengan demikian , orang yang bertakwa
adalah orang yang mengimani hal-hal yang gaib , mengerjakan shalat, dan
seterusnya.
Munasabah antar ayat menggunakan pola I’tiradh apabila terdapat satu
kalimat atau lebih yang tidak ada kedudukan dalam I’rab (stuktur kalimat), baik
di pertengahan kalimat atau di antara dua kalimat yang berhubungan dengan
maknanya.
Munasabah antar ayat yang tidak
jelas dapaat dilihat melalui qara’in ma’nawiyyah (hubungan makna) yang terlihat
dalam empat pola munasabah, istithrad (penjelasan yang lebih lanjut), dan
at-takhallush (perpindahan).
Munasabah yang berpolakan at-tanzir
terlihat pada adanya perbandingan antar ayat-ayat yang berdampingan.
Contoh firman allah adalah:
[8:4] Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di
sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (ni'mat) yang mulia.
[8:5] Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu
pergi dan rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari
orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya, (Q.S.Al-Anfal[8] : 4-5)
Pada ayat kelima, Allah
memerintahkan Rasul-Nya agar melaksanakan perintah-Nya , meskipun para
sahabatnya tidak menyukainya, pada ayat keempat, Allah memerintahkannya agar
tetap keluar dari rumah untuk berperang .
Munasabah antarkedua ayat tersebut
terletak pada perbandingan antara ketidaksukaan para sahabat terhadap pembagian
ghanimah yang di bagikan rasul dan ketidak sukaan mereka terhadap keberunungan
, kemenangan , ghanimah, dan kejayaan islam.
Munasbah yang berpolakan al-mudhadat
terlihat pada adanya perlawanan makna antar suatu ayat dengan makna yanga lain
yang berdampingan . dalam surat al-baqarah [2] ayat 6, umpamanya , terdapat
ungkapan berikut:
- Munasabah
Antar Suatu Kelompok Ayat Dengan Kelompok Ayat Di Smpingnya
Dalam surat al-baqarah[2] ayat 1
sampai ayat 20, umpamanya Allah memulai penjelasn-Nya tentang kebenaran dan
fungsi al Qur’an bagi orang –orang yang bertakwa . dalam kelompok ayat
berikutnya dibicarakan tentang tiga kelompok manusia dan sifat mereka yang
berbeda-beda ,yaitu mukmin, kafir,dan munafik.
- Munasabah
Antara Fashilah (Pemisah) Dan Isi Ayat
Jenis
munasabah ini mengandung tujuan tertentu. Di antaranya adalah menguatkan
(tamkin) makna yang terkandung dalam suatu ayat. Umpamanya, daiungkapkan dalam
surat berikut:
|
[33:25]
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu
yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak
memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mu'min dari
peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (Q.S. Al-Ahzad [33]:25)
|
Dalam
ayat ini,allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan ; bukan karna
munggapnya lemah, melainkan karna Allah Mahakuat dan Maha perkasa . jadi,
adanya fashilah di antara dua penggalan ayat di atas dimaksudkan agar pemahaman
terhadap ayat tersebut menjadi liris dan sempurna. Tujuan lain dari fashilah
adalah member penjelasan tambahan, yang meskipun tampa fashilah makna ayat
sudah jelas
Contohnya, dalam surat berikut:
|
[27:80]
Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan
(tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila
mereka telah berpaling membelakang.
|
(Q.S. An-naml [27]:80)
|
Kalimat
adza wallau mudbirin merupakan penjelasan tambahan terhadap makna orang tuli.
- Munasabah
Antar Awal Surat Dengan Akhir Surat Yang Sama
Untuk
munasabah semacam ini, as-suyuthi telah mengarang sebuah kitap yang berjudul
marasid al-mathali fi tanasub al-maqati wa al-mathali’. Contoh munasabah ini
terdapat dalm surat al-qashash[28] yang di awali dengan penjelasan perjuangan
Nabi Musa ketika berhadapan dengan kekejaman fira’un. Atas perintah dan
pertolaongan Allah, Nabi Musa berhasil keluar dari mesir setelah mengalami
berbagai tekanan. Dalam awal surat ini juga di jelaskan bahwa Nabi Musa tidak
akan menolong orang kafir.
Pada
akhir surat, Allah menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad yang
mengahadapi tekanan dari kaumnya dan janji Allah atas kemenangannya. Munasabah
di sini terletak dari sisi kesamaan kondisi yang di hadapi oleh kedua Nabi
tersebut.
- Munasabah
Antara Penutup Surat Dengan Awal Surat Berikutnya
Jika memperhatikan setiap pembukaan
surat, kita akan mnenjumpai munasabah dengan akhir surat sebelumnya, sekalipun
tidak mudah untuk mencarinya.[18]
Umpamanya, pada permulaan surat al-hadid [57] di mulai
dengan tasbih:
[57:1] Semua yang berada di langit dan
yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan
Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Kemudian
permulaan surat al-baqarah[2] disebutkan
[2:1]
Alif laam miin.
[2:2] Kitab (Al Quraan) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,
F.
Faedah Ilmu Al-Munasabah
Faedah mempelajari ilmu munasabah ini banyak, antara lain sebagai
berikut :
1. Mengetahui
persambungan hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik antara kalimat-kalimat atau
ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lainnya. Sehingga lebih
memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an dan memperkuat
keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatan. Karena itu, Izzudin Abdul Salam
mengatakan, bahwa ilmu munasabah itu adalah ilmu yang baik sekali.
Ketika menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Beliau
mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal yang berkaitan betul-betul, baik di awal
atau diakhirnya.
2. Dengan ilmu munasabah
itu dapat diketahui mutu dan tingkat kebahagiaan bahasa Al-Qur’an dan konteks
kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain. Serta persesuaian ayat atau
suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya,
bahwa al-Qur’an itu betul-betul wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan Nabi
Muhammad Saw. Karena itu Imam Arrazi mengatakan, bahwa kebanyakan
keindahan-keindahan al-Qur’an itu terletak pada susunan dan persesuaiannya,
sedangkan susunan kalimat yang paling baligh (bersastra) adalah yang
sering berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
3. Dengan ilmu munasabah akan sangat membantu
dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Setelah diketahui hubungan sesuatu
kalimat / sesuatu ayat dengan kalimat / ayat yang lain, sehingga sangat
mempermudah pengistimbatan hukum-hukum atau isi kandungannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengkaji
munasabah al-Quran dapat dianggap penting, karena akan diperoleh faedah
memperoleh pemahaman yang lebih sempurna dari teks al-Quran. Karena persoalan
munasabah termasuk dalam kategori ijtihad, maka kaidah-kaidahnya pun bersifat
ijtihadi. Namun secara umum mereka sepakat bahwa kaidah Ilmu Mantiq serta Ilmu
Bahasa mutlak diperlukan. Dengan demikian analisis filosofis serta analisis
bahasa menjadi penting dalam metodologi penelitian munasabah al-Quran.
Munasabah al-Quran dengan demikian dapat pula menjadi salah satu cabang Ilmu
Al-Quran yang penting dan strategis. Ilmu Munasabah ini sekaligus menjadi
sebuah perangkat yang melengkapi metodologi pemahaman al-Quran secara
konprehensif. Tentang ini para ulama yang ahli Ilmu Bahasa Arab dan bahasa
Al-Quran tidak kurang-kurang yang telah mengupas dan menjelaskannya. Dan Syekh
Muhammad Abduh serta Said Muhammad Rasyid Ridha dalam kitab tafsirnya Al-Manar
tidak sedikit menjelaskan tentang hubungan ayat satu dengan ayat lainnya dalam
menafsiri dan mengupas ayat-ayat yang ditafsiri.
B. Saran
Didalam pembuatan makalah ini kami masih banyak mendapatkan
kesulitan. Dan kepada Dosen pengajar dan rekan-rekan sekalian, kami selaku
pemapar menyadari masih benyak kekurangan dan kesalahan oleh karena itu kami
masi mengharapkan saran dan arahan dari rekan-rekan sekalian.
1. Dr. M. Qhuraish Shihab, Membumikan Al-Quran: fungsi
dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, Penerbit Mizan, Bandung 1994.
2. Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A. Pengantar
Ilmu Tafsir, Penerbit Pustaka Setia, Bandung februari 2006.
3. Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah
Pengantar, Penerbit Amzah, Oktober 2005.
4. Manna‟
Al-Qaththan, 1973, mabahits fi ulum Al-Qur‟an, Mansyurat Al-„Ashr
Al-Hadits, ttp.
5. Jalaludin
As-Suyuthi, tth, Al-itqan fi Ulum Al-Qur‟an, Beirut: Dar Al-Fikr.
Jalaludin As-Suyuthi, tth, Asrar Tartib Al-Qur‟an, Kairo: Dar Al-I‟tisham.
6. Djalal,
Abdul, 2012, Ulumul Qur‟an, Surabaya: Dunia Ilmu.
7. Al-Qattan,
Manna‟
Khalil, 2007, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur‟an/ Manna Khalil
Al-Qattan; diterjemahkan dari bahasa arab oleh Mudzakir AS. Bogor: Pustaka
Litera Antar Nusa.
8. Hamzah,
Muchotob, 2003, Studi Al-Qur‟an Komprehensif,
Yogyakarta: Gama Media.
9. Anwar,
Rosihon, 2008 Ulum Al-Qur‟an, Bandung: Pustaka
Setia Bandung. Abdullah,
10. Mawardi,
2011, Ulumul Qur‟an, Yogyakarta: pustaka
Pelajar. Fazlurahman, tth, Major Times Of The Al-Qur‟an,
ttp.
11. Abd, Maman Djalil, Alumul Qur`an 1, (Jakarta:
Pustaka Setia, 1997).
12. al-Hafizh , Ashim W, Kamus Ilmu
Al-Quran, Pustaka Amzah, 2005.
13. Anwar, Rosihan Ulum al-Qur`an,
(Jakarta: Pustaka Setia, 2008).
14. Departemen Agama RI, al-Qur`an dan
terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Setia, 2009).
15. Gazali, Ulumul Quran. (Banjarmasin:
Indra Media, 2003).
[1] J. Wansbrough, Qura’nic
Studies, Source and Methods of Scriptual Interpretation, (Oxford University Press,
1977),hlm. 1.
[4] Ibid.
[5] Manna’ Al-Qaththan, mabahits fi ulum Al-Qur’an, Mansyurat
Al-‘Ashr Al-Hadits, ttp, 1973, hlm.99. 32.
[6] Ibid.
[7] Burhanuddin Al-Biqa’i,
Nazh Ad-Durar Fi Tanasub Al-Ayat Wa
As-Suwar, Jilid I, Majlis Da’irah Al-Ma’arif An Nu’maniyah Bi Haiderab.
India, 1996, Hlm. 6.
[8] Muhammad Bin ‘Alawi Al-Maliki Al-Husni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Terj.
Rosihon Anwar, Pustaka Setia, Bandung, 1999, Hlm. 305.
[9]
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an/;
diterjemahkan dari bahasa arab oleh Mudzakir AS. Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2007, hlm.143.
[14] Drs. Abu Anwar. Mag; Ulumul Quran Sebuah Pengantar. Hlm. 72
[15] Jalaluddin as-suyuthi, Al-itqan
fi ‘ulumul Al-‘Qur’an, dar Al-Fikr, Beirut, t.t, jilid 1 hlm, 108
[16]
Muhammad ‘Abd Al-‘Azhim Al-zarqani, Manhil Al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Quran, Dar Al-Fikr, Bairut, t.t, jilid
I, hlm. 351
[17]
Jalaluddin as-suyuthi, Al-itqan
fi ‘ulumul Al-‘Qur’an, dar Al-Fikr, Beirut, t.t, jilid 1 hlm, 89.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar