Rabu, 22 November 2017

MAKALAH
 Ulumul Qur’an

“ Al-Munasabah”

Ø  DISUSUN OLEH  KELOMPOK    6  : Reza Rahmatillah
Ø  JURUSAN                                            : TARBIAH
Ø  PRODY                                                : PAI
Ø  UNIT                                                   : B
Ø  SEMESTER                                          : 1 ( SATU )


DOSEN PEMBIMBING : RAMSAH ALI, M.A.









KEMENTERIAN AGAMA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI(STAIN GPA) TAHUN AJARAN 2013/2014


KATA PENGANTAR

          Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang  berjudul “AL-MUNASABAH”.
 Serta shalawat dan salam kepada junjungan  kita Nabi  Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam jahilyah ke alam berilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Makalah ini kami susun berdasarkan beberapa buku,penyusunan /pembuatan. Adapun penyajian materi ini sangat sederhana dan sebaik mungkin tanpa melupakan tujuan agar mudah di pahami dan dimengerti  untuk mengetahui isi materi yang dipelajari..
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya.Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan isi makalah ini.
Akhirnya kami menyerahkan diri kepada Allah SWT. Mudah-mudahan makalah ini  dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan,agama dan Negara. Dengan rahmat serta hidayah-Nya, makalah ini merupakan karya yang diridhoi-Nya. Amin Ya Robbal’alamin.



                                                                                                Takengon,  Nopember 2013       
                                                                                                            Hormat kami,


                                                                                                                Penulis
                                                                                                            Kelompok VI


DAFTAR ISI

           
KATA PENGANTAR.....................................................................      
DAFTAR ISI ...................................................................................      
BAB I PENDAHULUAN................................................................


BAB II PEMBAHASAN

A.  Pengertian Munasabah.......................................................      
B.  Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Munasabah......
C.  Relevansi munasabah dalam menafsirkan al-quran............
D.  Urgensi Munasabah Dalam Penafsiran Al-Quran...............    
E.  Macam-Macam Munasabah................................................
F.  Manfaat Mempelajari Munasabah.......................................       


BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................      
B. Saran...................................................................................      

DAFATAR PUSTAKA.................................................................................................




 BAB I
PENDAHULAN


A.    Latar Belakang
Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat, salah satunya adalah bahwa Al-Quran adalah kitab yang keotentikannya di jamin oleh Allah, Dan dia adalah kitab yang selalu dipelihara. (Qs. Al-Hijr-9)
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (٩)
Atinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
Seorang muslim, tidak dapat menghindarkan diri dari keterikatannya dengan Al-Quran. Seorang muslim mempelajari Al-Quran tidak hanya mencari “kebenaran” ilmiah, tetapi juga mencari isi dan kandungan Al-Quran. Begitu juga dengan telaah tentang munasabah yang merupakan bagian dari telaah Al-Quran. Seluruh usaha  membeberkan berbagai bentuk hubungan dan kemirip-miripan dalam Al-Quran adalah tidak terlepas dari usaha membuktikan bahwa Al-Quran sebagai “sesuatu yang luar biasa”.

B.     Rumusan Masalah
A.    Pengertian Ilmu Al-Munasabah/Tanasubil Aayati Wassuwari
B.     Perkembangan Munasabah
C.     Urgensi Munasabah Dalam Menafsirkan Al-Quran
D.    Macam-Macam Munasabah
E.     Manfaat Mempelajari Munsabah

C.    Tujuan
Dengan ditulisnya makalah ini semoga dapat  bermafaat untuk kita semua maka harapan penulis semoga materi makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita.

  
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Munasabah
Isi Al-Qur’an secara menyeluruh adalah merupakan kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan. Pandangan seperti ini tidak saja ditemukan dikalangan para mufassir, tetapi juga di lingkungan sebagian penulis-penulis Barat[1]. Pandangan tersebut menimbulkan upaya mufassir menemukan bentuk kaitan antar kalimat. Antar kelompok ayat dengan kelompok ayat, surat-surat dan ayat-ayat. Bentuk seperti itulah yang ada kaitannya dengan Ulumul Al-Qur’an disebut Al-Munasabah. Sedangkan pengertian munasabah atau ilmu ‘tanasub al-Ayat Wa as-Suwar  menurut istilah ialah ilmu untuk mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian al-qur’an.
Pada dasarnya kata al-munasabah berarti al-mukarabah atau al-musyakalah (berdekatan atau kemiripan)[2]. Ini mengandung adanya hubungan (irtibath) antara dua atau beberapa yang saling berkaitan. Al-Munasabah yang dimaksud dalam istilah ‘Ulumu Al-Qur’an adalah bentuk hubungan yang terdapat antara kalimat-kalimat, ayat-ayat, surat-surat atau antara kelompok-kelompok ayat di dalam Al-Qur’an[3].
Pengertian munasabah itu tidak hanya sesuai untuk yang sejajar dan parallel saja. Melainkan yang kontradiksipun termasuk munasabah, seperti sehabis menerangkan orang mukmin lalu orang kafir dan sebagainya. Sebab ayat-ayat al-Qur'an itu kadang-kadang merupakan takhsish (pengkhususan) dari ayat-ayat yang umum. Dan kadang-kadang sebagai penjelasan yang konkret terhadap hal-hal yang abstrak. Para mufassir berpendapat bahwa munasabah dalam Al-Qur’an harus mengakui bahwa susunan dan urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surat-surat dalam Al-Qur’an bukan hasil itjihad melainkan tauqif.
Menurut As-Suyuti kata munasabah berarti al-musyakalah (kaserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan).Istilah munasabah digunakan dalam illat dalam bab qiyas yang berarti al-wasf al-muqarib li al-hukm (gambaran yang berhubungan dengan hukum).Istilah munasabah diungkapan pula dengan kata rabth (pertalian).
Adapun menurut pengertian terminologi, munasabah dapat didenifisikan sebagai berikut :
1.    Menurut Az-Zarkasi:[4]
      Artinya:
“Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Ketika dihadapkan dengan akal,pasti akal itu akan menerimanya.”
2.    Menurut Manna’ Al-Qaththan:[5]
Artinya:
“munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antara surat(di dalam al-qur’an).”
3.      Menurut Ibn Al-Arabi:[6]
Artinya:
“munasabah adalah keteritan ayat-ayat al-qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan suatau ilmu yang agung.”
4.    Menurut A-Biqa'i:[7]
      Artinya:
      “Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan-urutan bagian Al-Quran,baik dari ayat,atau surat dengan surat.”
Jadi, ilmu munasabah atau al-munasabah adalah ilmu yang mempelajari ayat-ayat dan surat-surat dalam Al-Qur’an, susunan-susunannya dan juga urutan kalimat-kalimatnya. Ilmu ini menjelaskan segi-segi hubungan antara beberapa ayat / beberapa surat al-Qur'an. Apakah hubungan itu berupa ikatan antara 'am (umum) dan khusus / antara abstrak dan konkret / antara sebab-akibat atau antara illat dan ma'lunya, ataukah antara rasional dan irasional, atau bahkan antara dua hal yang kontradiksi. Tujuannya untuk menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan-urutan dalam Al-Qur’an.[8]

B.     Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Munasabah

Ilmu munasabah yang juga disebut dengan “Tanasubil Aayati Wassuwari” pertama kali di cetus oleh  Imam Abu Bakar An-Naisaburi (wafat tahun 324 H[9]), Kemudian disusul oleh Abu Ja’far ibn Zubair yang mengarang kitab “Al-Burhanu fi Munasabati Suwaril Qur’ani” dan diteruskan oleh Burhanuddin Al-Buqai yang menulis kitab “Nudzumud Durari fi Tanasubil Aayati Wassuwari” dan As-Suyuthi yang menulis kitab “Asraarut Tanzilli wa Tanaasuqud Durari fi Tanaasubil Aayati Wassuwari” serta M. Shodiq Al-Ghimari yang mengarang kitab “Jawahirul Bayani fi Tanasubi Wassuwari Qur’ani”.
Pada bagian ini muncul pertanyaan, apakah ilmu munasabah itu ada atau tidak?, dari pertanyaan ini muncul dua pendapat yang berbeda sebagai jawabannya. Pertama, pihak yang mengatakan secara pasti pertalian yang erat antara surat dengan surat dan antara ayat dengan ayat (munasabah). Pihak ini diwakili oleh As-Syaikh ‘Izz Ad-Din Ibn ‘Abd As-Salam atau ‘Abd Al-‘Aziz Ibn, Abd As-Salam (577-600 H.[10]
Menurut aliran ini, munasabah adalah ilmu yang mensyaratkan bahwa baiknya kaitan pembicaraan (الكلام ارتبط ) itu bila antara permulaan dan  akhiranya terkait menjadi satu. Apabila hubungan itu terjadi dengan sebab yang berbeda-beda, tidaklah diisyaratkan adanya pertalian salah satunya dengan yang lain.
Kalau Al-Munasabah ditinjau secara terminologis, dalam hal ini munasabah bisa berarti suatu pengetahuan yang di peroleh secara Aqli dan bukan  di peroleh secara tauqifi. Dengan demikian, akallah yang berusaha mencari dan menemukan hubungan-hubungan, pertalian, atau keserupaan antara sesuatu itu.[11] Demikian Az-Zarkasyi mengemukakan pendapatnya tentang persoalan munasabah.
            Pendapat lain yang mengatakan adanya munasabah dalam Al-Quran juga di kemukakan oleh Mufassir, diantaranya As-Syuyuti, Al-Qaththan, Fazlurrahman Dll.
Pihak kedua, mengatakan bahwa tidak perlu ada munasabah ayat, sebab pristiwa-pristiwa tersebut  saling berlainan. Al-Quran disusun dan diturunkan serta diberi hikmah secara tauqifi dan tersusun atas petunjuk Allah.
Terlepas dari kedua pendapat diatas , munasabah telah merupakan bagian tak terpisahkan dari ‘ulum Al-Quran. Apakah adanya munasabah itu ijtihadi atau tauqifi barangkali akan dapat dijawab ketika memperhatikan telaah tentang kaitan ayat dengan ayat atau surat dengan surat.

C.    Relevansi  Ilmu Munasabah Dalam Penafsiran Al-Qur’an
Munasabah adalah cabang dari ulumul qur’an yang menerangkan makna Al-Qur’an. Jika Asasbabunnuzul membahas ayat/surat Al-Qur’an melalui sebab-sebab turunnya dan latar belakang historis, maka Munasabah mencoba membahas ayat dan surat Al-Qur’an berdasarkan hubungan / relevansi dengan ayat/surat lainnya.[12]
Asbabunnuzul merupakan ilmu yanbg diakui sangat kuat dalam membantu mencari makna ayat/surat Al-Qur’an. Memang mengetahui Asbabunnuzul sangat membantu dalam memahami ayat. Namun demikian terdapat beberapa kelemahan dalam pencarian makn melalui cara Asbabunnuzul ini, yaitu ddalam hal periwayatan.[13]
Mengetahui Asbabunnuzul suatu ayat/surat sama halnya dengan menerapkan teori “lompatan waktu”. Kita dapat mengetahui sebab-sebab turunnya suatu ayat/ surat hanya melalui satu sumber yaitu sumber riwayat.
Suatu masalah akan muncul manakala terdapat dua atau lebih riwayat yang saling bertentangan mengenai suatu ayat. Hanya ada satu kemungkinan yaitu riwayat yang tidak shohih, tidak mungkin semua riwayat benar. Inilah yang menyulitkan para mufasir dalam mengungkapkan suatu makna ayat/surat.[14]
D.   Urgensi munasabah dalam penafsiran al-qur’an  
Ada empat fungsi utama dari Ilmu Al-Munasabah
1.      Untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam Al-Quran.
2.      Untuk menjadikan bagian-bagian dalam Al-Quran saling berhubungan sehingga tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
3.      Ada ayat baru dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya.
4.      Untuk menjawab kritikan orang luar (orientalis) terhadap sistematika Al-Quran.

E.    Macam-Macam Munasabah
Dalam Al-qur’an sekurang-kurangnya terdapat 7 macam munasabah yaitu sebagai berikut:
  1. Munasabah Antar Surat Dengan Surat Sebelumnya.
As-sayuti menyimpulkan bahwa munasabah antar satu surat dengan surat sebelumnya.[15] Sebagai contoh, dalam surat alfatihah [1] ayat 1 terdapat ungkapan Alhamdulillah. Ungkapan ini berkolerasi dengan surat albaqarah [2] ayat 152 dan 186 berikut
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m38a4a905.gif

[2:152] Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni'mat)-Ku.

http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_7d5fa37e.gif

[2:186] Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

Ungkapan rabb al-alamin dalam surat al-fatihah [1] berkolerasi dengan firman allah berikut.
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_172029a0.gif

[2:21] Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m1f4a2b9c.gif
[2:22] Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m7a77ff26.gif
   dalam surat al-baqarah [2] di tegaskan ungkapan dzalik al-kitab la raiba fih. Ungkapan ini berkolerasi dengan ayat berikut.
[3:3] Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil,
Demikian pula suatu yang di ungkapkan secara global oleh surat al-baqarah [2] yaitu ungkapan wama uzila min kabliq, di rinci lebih jauh oleh surat ali imran [3] ayat 3 berikut.
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m675d1d85.gif
[3:3] Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil,
Munasabah Antar Nama Surat Dan Tujuan Turunya
Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol dan itu tercermin pada namanya masing-masing, seperti surat al-baqarah [2], surat yusuf [18], surat anaml [27],dan al-jinn[72][16]. umpamanya dapat di Allah berfirman yang artinya sebagai berikut :
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_ba91846.gif
[2:67] Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan ?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil".
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m382cee10.gif
[2:68] Mereka menjawab: " Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu".
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_maefe6f8.gif
[2:71] Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
Cerita tentang lembu betina dalam surat al-baqarah [2] di atas mengandung inti pembicaraan tentang kekuasaan tuhan membangkitkan orang mati. Dengan perkataan lain tujuan surat ini adalah menyangkut kekuasaan tuhan dan keimanan pada hari kemudian
  1. Munasabah Antar Bagian Suatu Ayat
Munasabah antar bagian surat ayat sering berbentuk munasabah at-tadhadat (perlawanan) seperti terlihat dalam surat :

http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m551f3927.gif
[57:4] Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.(Q. S. Al-Hadid [57]: 4)
di antara katayaliju (masuk)dan katayakhruju (keluar), serta kata yanjilu (turun) dan kata ya’ruju (naik) terdapat korelasi perloawanan. Contoh lainnya adalah kata al-adzab dan ar-rahmah dan janji baik setelah ancaman. Munasabah seperti ini dapat di jumpai dalam surat al-baqarah [2]an-nisa[4],dan surat al-maidah[5].
  1. Munasabah Antar Ayat Yang Letaknya Berdampingan
Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan sering terlihat dengan jelas, tetapi sering pula tidak jelas.munasabah antar ayat yang terlihat dengan jelas umumnya mengunakan pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), I’tiradh (bantahan), dantasydid (penegasan).
Munasabah antar ayat yang menggunakan pola ta’kid, yaitu apabila salah satu ayat atau bagian ayat memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang letak disampingnya.[17]
Contoh firman allah:
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m4ad5c442.gif
1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
  http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m5b900a70.gif
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Ungkapan rabb al’ alamin pada ayat kedua memperkukata Ar-Rahman dan Ar-Rahim pada ayat pertama .

Munasabah antara ayat menggunakan pola tafsir apabila makna satu ayat atau baagian ayat tertentu di tafsirkan oleh atau bagian ayat di sampingnya contohnya , firman allah berikut
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m3dfdaa48.gif
[2:2] Kitab(Al Quraan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m3b1fe04c.gif
[2:3] (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
(Q. S. Al-Baqarah [2]: 2-3 )
Kata mutaqin pada ayat kedua ditafsirkan maknanya oleh ayat ketiga. Dengan demikian , orang yang bertakwa adalah orang yang mengimani hal-hal yang gaib , mengerjakan shalat, dan seterusnya.
  Munasabah antar ayat menggunakan pola I’tiradh apabila terdapat satu kalimat atau lebih yang tidak ada kedudukan dalam I’rab (stuktur kalimat), baik di pertengahan kalimat atau di antara dua kalimat yang berhubungan dengan maknanya.
Munasabah antar ayat yang tidak jelas dapaat dilihat melalui qara’in ma’nawiyyah (hubungan makna) yang terlihat dalam empat pola munasabah, istithrad (penjelasan yang lebih lanjut), dan at-takhallush (perpindahan).
Munasabah yang berpolakan at-tanzir terlihat pada adanya perbandingan antar ayat-ayat yang berdampingan.
Contoh firman allah adalah:
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m2cccc1.gif
[8:4] Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (ni'mat) yang mulia.
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_5f49567d.gif
[8:5] Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya, (Q.S.Al-Anfal[8] : 4-5)

Pada ayat kelima, Allah memerintahkan Rasul-Nya agar melaksanakan perintah-Nya , meskipun para sahabatnya tidak menyukainya, pada ayat keempat, Allah memerintahkannya agar tetap keluar dari rumah untuk berperang .
Munasabah antarkedua ayat tersebut terletak pada perbandingan antara ketidaksukaan para sahabat terhadap pembagian ghanimah yang di bagikan rasul dan ketidak sukaan mereka terhadap keberunungan , kemenangan , ghanimah, dan kejayaan islam.
Munasbah yang berpolakan al-mudhadat terlihat pada adanya perlawanan makna antar suatu ayat dengan makna yanga lain yang berdampingan . dalam surat al-baqarah [2] ayat 6, umpamanya , terdapat ungkapan berikut:
  1. Munasabah Antar Suatu Kelompok Ayat Dengan Kelompok Ayat Di Smpingnya
Dalam surat al-baqarah[2] ayat 1 sampai ayat 20, umpamanya Allah memulai penjelasn-Nya tentang kebenaran dan fungsi al Qur’an bagi orang –orang yang bertakwa . dalam kelompok ayat berikutnya dibicarakan tentang tiga kelompok manusia dan sifat mereka yang berbeda-beda ,yaitu mukmin, kafir,dan munafik.
  1. Munasabah Antara Fashilah (Pemisah) Dan Isi Ayat
Jenis munasabah ini mengandung tujuan tertentu. Di antaranya adalah menguatkan (tamkin) makna yang terkandung dalam suatu ayat. Umpamanya, daiungkapkan dalam surat berikut:
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_711522a1.gif



[33:25] Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu
yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mu'min dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (Q.S. Al-Ahzad [33]:25)

Dalam ayat ini,allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan ; bukan karna munggapnya lemah, melainkan karna Allah Mahakuat dan Maha perkasa . jadi, adanya fashilah di antara dua penggalan ayat di atas dimaksudkan agar pemahaman terhadap ayat tersebut menjadi liris dan sempurna. Tujuan lain dari fashilah adalah member penjelasan tambahan, yang meskipun tampa fashilah makna ayat sudah jelas
Contohnya, dalam surat berikut:
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_54feaa16.gif

[27:80] Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.
(Q.S. An-naml [27]:80)
Kalimat adza wallau mudbirin merupakan penjelasan tambahan terhadap makna orang tuli.
  1. Munasabah Antar Awal Surat Dengan Akhir Surat Yang Sama
Untuk munasabah semacam ini, as-suyuthi telah mengarang sebuah kitap yang berjudul marasid al-mathali fi tanasub al-maqati wa al-mathali’. Contoh munasabah ini terdapat dalm surat al-qashash[28] yang di awali dengan penjelasan perjuangan Nabi Musa ketika berhadapan dengan kekejaman fira’un. Atas perintah dan pertolaongan Allah, Nabi Musa berhasil keluar dari mesir setelah mengalami berbagai tekanan. Dalam awal surat ini juga di jelaskan bahwa Nabi Musa tidak akan menolong orang kafir.
Pada akhir surat, Allah menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad yang mengahadapi tekanan dari kaumnya dan janji Allah atas kemenangannya. Munasabah di sini terletak dari sisi kesamaan kondisi yang di hadapi oleh kedua Nabi tersebut.
  1. Munasabah Antara Penutup Surat Dengan Awal Surat Berikutnya
Jika memperhatikan setiap pembukaan surat, kita akan mnenjumpai munasabah dengan akhir surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah untuk mencarinya.[18] Umpamanya, pada permulaan surat al-hadid [57] di mulai
dengan tasbih:
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_11d63d75.gif
[57:1] Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Kemudian permulaan surat al-baqarah[2] disebutkan
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m4f830906.gif
[2:1] Alif laam miin.
http://dc306.4shared.com/doc/LGFDGNfW/preview_html_m1e4bdbf0.gif
[2:2] Kitab (Al Quraan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,

F.    Faedah Ilmu Al-Munasabah
Faedah mempelajari ilmu munasabah ini banyak, antara lain sebagai berikut :

1. Mengetahui persambungan hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lainnya. Sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatan. Karena itu, Izzudin Abdul Salam mengatakan, bahwa ilmu munasabah itu adalah ilmu yang baik sekali. Ketika menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Beliau mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal yang berkaitan betul-betul, baik di awal atau diakhirnya.
2. Dengan ilmu munasabah itu dapat diketahui mutu dan tingkat kebahagiaan bahasa Al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain. Serta persesuaian ayat atau suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya, bahwa al-Qur’an itu betul-betul wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan Nabi Muhammad Saw. Karena itu Imam Arrazi mengatakan, bahwa kebanyakan keindahan-keindahan al-Qur’an itu terletak pada susunan dan persesuaiannya, sedangkan susunan kalimat yang paling baligh (bersastra) adalah yang sering berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
3. Dengan ilmu munasabah akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat / sesuatu ayat dengan kalimat / ayat yang lain, sehingga sangat mempermudah pengistimbatan hukum-hukum atau isi kandungannya.
  
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Mengkaji munasabah al-Quran dapat dianggap penting, karena akan diperoleh faedah memperoleh pemahaman yang lebih sempurna dari teks al-Quran. Karena persoalan munasabah termasuk dalam kategori ijtihad, maka kaidah-kaidahnya pun bersifat ijtihadi. Namun secara umum mereka sepakat bahwa kaidah Ilmu Mantiq serta Ilmu Bahasa mutlak diperlukan. Dengan demikian analisis filosofis serta analisis bahasa menjadi penting dalam metodologi penelitian munasabah al-Quran. Munasabah al-Quran dengan demikian dapat pula menjadi salah satu cabang Ilmu Al-Quran yang penting dan strategis. Ilmu Munasabah ini sekaligus menjadi sebuah perangkat yang melengkapi metodologi pemahaman al-Quran secara konprehensif. Tentang ini para ulama yang ahli Ilmu Bahasa Arab dan bahasa Al-Quran tidak kurang-kurang yang telah mengupas dan menjelaskannya. Dan Syekh Muhammad Abduh serta Said Muhammad Rasyid Ridha dalam kitab tafsirnya Al-Manar tidak sedikit menjelaskan tentang hubungan ayat satu dengan ayat lainnya dalam menafsiri dan mengupas ayat-ayat yang ditafsiri.


B.     Saran

          Didalam pembuatan makalah ini kami masih banyak mendapatkan kesulitan. Dan kepada Dosen pengajar dan rekan-rekan sekalian, kami selaku pemapar menyadari masih benyak kekurangan dan kesalahan oleh karena itu kami masi mengharapkan saran dan arahan dari rekan-rekan sekalian. 



 DAFTAR PUSTAKA

1.    Dr. M. Qhuraish Shihab, Membumikan Al-Quran: fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, Penerbit Mizan, Bandung 1994.
2.    Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A.  Pengantar Ilmu Tafsir, Penerbit Pustaka Setia, Bandung februari 2006.
3.    Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit Amzah, Oktober 2005.
4.    Manna Al-Qaththan, 1973, mabahits fi ulum Al-Quran, Mansyurat Al-„Ashr Al-Hadits, ttp.
5.    Jalaludin As-Suyuthi, tth, Al-itqan fi Ulum Al-Quran, Beirut: Dar Al-Fikr. Jalaludin As-Suyuthi, tth, Asrar Tartib Al-Quran, Kairo: Dar Al-Itisham.
6.    Djalal, Abdul, 2012, Ulumul Quran, Surabaya: Dunia Ilmu.
7.    Al-Qattan, Manna Khalil, 2007, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran/ Manna Khalil Al-Qattan; diterjemahkan dari bahasa arab oleh Mudzakir AS. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.
8.    Hamzah, Muchotob, 2003, Studi Al-Quran Komprehensif, Yogyakarta: Gama Media.
9.    Anwar, Rosihon, 2008 Ulum Al-Quran, Bandung: Pustaka Setia Bandung. Abdullah,
10. Mawardi, 2011, Ulumul Quran, Yogyakarta: pustaka Pelajar. Fazlurahman, tth, Major Times Of The Al-Quran, ttp.
11. Abd, Maman Djalil, Alumul Qur`an 1, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997).
12. al-Hafizh , Ashim W, Kamus Ilmu Al-Quran, Pustaka Amzah, 2005.
13. Anwar, Rosihan Ulum al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Setia, 2008).
14. Departemen Agama RI, al-Qur`an dan terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Setia, 2009).
15. Gazali, Ulumul Quran. (Banjarmasin: Indra Media, 2003).




[1] J. Wansbrough, Qura’nic Studies, Source and Methods of Scriptual Interpretation, (Oxford University Press, 1977),hlm.  1.
[2] Mana’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut: Mu’assasat al-Risalat, 1980), hlm. 97.
[3] Prof.Dr.H.Rahmat syafe’I MA, Pengantar Ilmu Tafsir, (pustaka setia) hlm. 37.
[4] Ibid.
[5] Manna’ Al-Qaththan, mabahits fi ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadits, ttp, 1973, hlm.99. 32.
[6] Ibid.
[7] Burhanuddin Al-Biqa’i, Nazh Ad-Durar Fi Tanasub Al-Ayat Wa As-Suwar, Jilid I, Majlis Da’irah Al-Ma’arif An Nu’maniyah Bi Haiderab. India, 1996, Hlm. 6.
[8] Muhammad Bin ‘Alawi Al-Maliki Al-Husni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Terj. Rosihon Anwar, Pustaka Setia, Bandung, 1999, Hlm. 305.
[9] Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an/; diterjemahkan dari bahasa arab oleh Mudzakir AS. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2007, hlm.143.
[10] Prof.DR. H.Ahmad Syafei MA. Tafsir Sebuah Pengantar; Pustaka Setia, hlm. 36.
[11] Shubhi Al-Shalih, mubahis fi ‘Ulum Al-Quran, hlm. 156.
[12] M. Qhuraish Shihab,. hlm. 6.
[13] Prof. DR. H. rahmad syafei, pengantar ilmu tafsir,hlm. 40.
[14] Drs. Abu Anwar. Mag; Ulumul Quran Sebuah Pengantar. Hlm. 72
[15] Jalaluddin as-suyuthi, Al-itqan fi ‘ulumul Al-‘Qur’an, dar Al-Fikr, Beirut, t.t, jilid 1 hlm, 108
[16] Muhammad ‘Abd Al-‘Azhim Al-zarqani, Manhil Al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Quran, Dar Al-Fikr, Bairut, t.t, jilid I, hlm. 351
[17] Jalaluddin as-suyuthi, Al-itqan fi ‘ulumul Al-‘Qur’an, dar Al-Fikr, Beirut, t.t, jilid 1 hlm, 89.
[18] As-suyuti, Al-Itqan….., hlm. 109

Tidak ada komentar:

Posting Komentar