ASH-SHAHIH,
AL-HASAN, DAN ADL-DLA’IF
Makalah
ini disampaikan untuk memenuhi syarat tugas Mata Kuliah: Ulumul Hadist
Dosen
Pembimbing : Siti Aisyah, M.A
Disusun
Oleh
Kelompok
VI PAI A semester I:
Sarmiana
Sentia Utami
Siti Rahmah
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
GAJAH PUTIH TAKENGON, ACEH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadist adalah suatu perkataan,
perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad SAW baik sebelum dan setelah ia menjadi
Rasul. Perkataan, perbuatan dan taqrir beliau dilihat dan didengar oleh para
shahabat-shabahat dan dijadikan sebagai salah satu sumber Hukum bagi Umat
Islam.
Adapun dari cara pengambilan dan
meriwayatkan hadis kekelompokan dalam beberapa macam ditinjau dari sanad dan
rawi-rawinya. Oleh karena itu pemakalah akan memaparka secara rinci tentang nama-nam
Hadist yang termasuk dalam golongan Shahih, Hasan, dan Dla’if.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat
kita ambil beberapa rumusan masalah berikut:
1. Bagaimanakah cara mengengelompokkan
Hadist yang Shahih, Hasan dan Dla’if?
2. Bagaimanakah menetapakan suatu Hadist
kepada Shahih, Hasan dan Dla’if?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana cra
mengelompokkan Hadist yang Shahih, Hasan, dan Dla’if.
2. Untuk mengetahui bagaimana menetapkan
suatu Hadist kepada Shahih, Hasan dan Dla’if.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ash-Shahih,
Al-Hasan, dan Adl-Dla’if
1.
Al-Aahaad
Aahaad
itu, jama’ dari perkataan “Ahad”, Ahad berarti satu. Khabar, Hadits atau Riwayat yang disampaikan kepada
kita, ‘Ulama-‘ulama, membagi dua yaitu yang pertama mereka namakan Mutawatir dan yang kedua mereka namakan Aahaad.
Aahaad
itu ialah hadits-hadits yang bukan Mutawatir. Hadits Aahaad ada yang Shahih, Hasan
dan ada juga yang Dla’if. Yang
termasuk bilangan Aahaad, ada tiga
macam hadits yaitu:
a. Hadits Al-Masyhur
Masyhur
artinya yang disyiarkan, yang diterangkan, yang
diunjukkan, yang masyhur. Dalam istilah dikatakan bagi: “satu hadist yang
diriwayatkan dengan tiga sanad yang berlainan rawi-rawinya”. Contohnya:
اَلْمُسْلِمُ
مَنْ سَلِمَ اْلمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ٠
Artinya:
(Nabi
bersabda): “(yang dikatakan sebenar-benar) orang Islam itu, ialah orang, yang
orang-orang Muslim lainnya selamat dari (gangguan) lidahnya dan tangannya”.
b. Hadist ‘Aziz
‘Aziz artinya yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat. ‘Aziz menurut istilah ilmu hadist, ialah
“satu hadist yangdiriwayatkan dengan satu sanad yang berlainan rawi-rawi”.
Contohnya, Nabi SWA bersabda:
لَايُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى اَكُوْنَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ
وَوَلَدِهِ٠
Artinya: Tidak
(sesungguhnya) beriman salah seorang dari kamu, sehingga adalah aku (Nabi)
lebih tercinta kepadanya dari pada ia (mencintai bapaknya dan anaknya).
c. Hadits Ghorib’
Ghorib
artinya yang jauh dari negerinya, yang asing, yang
ajaib, yang luar biasa, yang jauh untuk dipaham. Adapun menurut Musthalah, Ghorib itu ditujukan kepada “satu hadist
yamng diriwayatkan hanya dengan satu sanad”. Tegasnya satu hadist yang seorang
Rawi bersendiri dalam meriwayatkannya, yaitu tidak ada orang lain
menceritakannya, melainkan dia. Contohnya:
الْاِيْمَانُ بِضْعٌ
وَسِتُّوْنَ شُعْبَةًوَاْلحَيَاءُشُعْبَةٌمِنَ الْاِيْمَانِ٠
Artinya: “Iman
itu ada enam piluh cabang lebih, dan malu itu satu cabang dari iman”.
2.
Gharibul- Hadist
Gharib
menurut bahasa artinya sudah terdahulu. Gharibul-hadist yang dimaksudkan dalam
Ilmu Hadist ialah “satu hadist yang dalam matannay
terdapat lafazh yang pelik, dan yang susah dipahami, karena jarang terpakai”.
Contohnya:
قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِابْنِ
صَاىِٔدٍ:قَدْخَبَّأْتُ لَكَ خَبِيْىًٔافَمَاهُوَ؟قَالَ:الدُّخُّ٠(رواه البخاريّ)
Artinya: Telah
berkata Rasullah SWA kepada Ibni Sha-id: “sesungguhnya aku telah menyembunyikan
bagimu satu barang. Maka (kamu sesunnguhnya engkau tahu) apakah itu? Jawab Ibn
Sha-id: ‘ia itu’ Dukha”. (H.S.R. Bukhari-8:40;4:70)
3.
Al-Marfu’
Marfu’,
artinya yang diangkat, dimajukan, yang diambil, yang
dirangkaikan, yang disampaikan. Dalam ketetapan ilmu Hadist, Marfu’ itu ialah “Sabda atau perbuatan
atau taqrir atau sifat yang orang sandarkan kepada Nabi SAW”. Marfu’ ini ada dua macam yaitu:
1. Tashrihan:
dengan terang, yakni isinya terang-terangan menunjukan kepada Marfu’.
2. Hukman:
pada hukum, yakni isinya tidak terang menunjukan kepada Marfu’ tetapi di hukumkan Marfu’
karena bersandar kepada beberapa tanda.
Contoh
Sabda yang Tashrihan:
عَنْ جَابِرٍقَالَ
رَسُوْلُ اللّٰهِ ص:حُسْنُ الْمَلَكَةِعُيْنٌ وَسُوْءُالْخُلُقِ شُؤْمٌ٠
(ابن عساكر)
Artinya: Dari
Jabir, telah bersabda Nabi SAW: “baik pekerti itu bertuah, dan buruk kelakuan
itu, sial”. (H.R. Ibnu ‘Asakir)
Contoh Sabda yang Hukman :
عَنْ
عُمَرَقَال:الدُّعَاءُمَوْقُوْفٌ بَيْنَ السَّمَآءِوَالْاَرْضِ
لاَيَصْعَدُشَيْىٌٔ حَتّٰى يُصَلّٰى عَلَى النَّبِيِّ٠(روه الترمزيّ)
Artinya: Dari
‘Umar, ia berkata: “Do’a itu terhenti antara langit dan bumi, tidak bisa naik
sedikit pun daripadanya sebelum dishalawatkan atas Nabi”. (H. Turmidzi)
4.
Al-Mauquf
Mauquf
artinya yang terhenti. Mauquf menurut istilah adalah “omongan atau perbuatan atau taqrir
yang disandarkan kepada seseorang shahabat Nabi SAW”.
Contoh:
عَنْ عَبْدِاللّٰهِ بْنِ مَسْعُدٍقَالَ:لَايُقَلِّدَنَّ اَحَدُكُمْ دِيْنَهُ
رَجُلًا٬فَاِنْ اٰمَنَ اٰمَنَ٬وَاِنْ كَفَرَ كَفَرَ٠٠٠٠٠٠(رواه ابونعيم١:١٣٦)
Artinya: Dari
‘Abdullah (bin Mas’ud), ia berkata: “Janganlah hendaknya salah seorang dari
kamu taqlid Agamanya dari orang, karena kalau orang ini beriman, ia juga turut
beriman; tetapi kalau orang itu kufur, ia pun ikut kufur”. (R. Abu Nu’aim
1:136)
Abdullah bin Mas’ud itu, seorang shahabat Nabi SAW. Riwayat
diatas terang sekali omongan ‘Abdullah bin Mas’ud.
5.
Al-Maqthu’
Maqthu’
artinya yang diputuskan atau yang terputus; yang
dipotong atau yang terpotong. Dalam pembicaraan ilmu Hadist dikatakan bagi
“perkataan, perbuatan, atau taqrir yang disandarkan kepada Tabi’i atau orang
yang dibawahnya”.
Contohnya:
عَنْ عَبْدِاللّٰهِ بْنِ سَعِيْدٍ بْنِ اَبِي هِنْدٍقَالَ:قُلْتُ لِسَعِيْدِ
بْنِ الْمُسَيِّبِ:اِنِّ فُلَانًااَعْطَسَ وَالْاِمَامُ يَخْطُبُ فَشَمَّتَهُ
فُلَانٌ٠قَالَ:مُرْهُ فَلَايَعُدَنَّ٠
(الٓاثار٣٣)
Artinya: Dari
‘Abdillah bin Sa’id bin Abi Hindin, ia berkata: aku pernah bertanya kepada
Sa’id bin Musya’ib: bahwasannya si fulan bersin, padahal imam sedang
berkhutbah, lalu orang lain ucapkan “yarhamukallah” (bolehkah yang demikian)?
Jawab Sa’id bin Musya’ib:”perintahlah kepadanya, supaya jangan sekali-kali ia
ulangi”. (Al-Atsar: 33)
Sa’id bin Musya’ib itu seorang
Tabi’i. keterangan di atas berisi omongannya.
6.
Al-Musnad
Musnad
artinya yang disandarkan. Musnad yang dimaksudkan ahli Hadist ialah “Hadist yang bersambung
sanadnya dari yang menceritakan sampai akhir sanad terus sampai kepada Nabi
SAW”.
7.
Al-Mutashil
Mutashil
artinya yang bersambung, yaitu “satu Hadist yang
bersambung sanadnya, maupun Hadist itu sampai kepada Nabi SAW, atau sampai
kepada shahabat Nabi”. Mutashil ini ,
boleh juga disebut Al-Maushul.
Keterangan:
a. Musnad,
Muttashil atau Maushul
itu, ada yang berderajat Shah, ada
pula yang lemah kearena tercelanya rawi, bukan karena terputus sanad.
b. Di sini tidak saya unjukkann
contoh-contohnya, karena pembaca bisa dapat sendiri dari pasal-pasal yang telah
lalu, dan dari yang akan datang.
8.
Al-Mutabi’
Mutabi’
artinya yan g mengiringi atau yang mencocoki. Di
pembicaraan sini Mutabi’ itu, boleh
kita katakan “satu Hadist yang sanadnya menguatkan sanad lain dari Hadist itu
juga”.
9.
Asy-Syahid
Syahid
artinya yang menyaksikan. Secara istilah, Syahid itu bermakna “satu Hadist yang
matannya mencocoki matan Hadist yang lain”.
Contohnya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ:اِسْتَعِيْنُوْابِطَعَامِ
السَّحَرِعَلٰى صِيَامِ النَّهَارِوَبِالْقَيْلُوْلَةِعَلٰى قِيَامِ
اللَّيْلِ٠(ابن ماجه١:٥١٨)
Artinya: Dari
Ibnu ‘Abbas, dari Nabi SAW, beliau pernah bersabda: “carilah bantuan dengan
makan sahur untuk shaum siang hari; dan (carilah bantuan) dengan tidur siang
ntuk shalat malam”. (H.R. Ibnu Majah 1:518)
10.
Al-Musalsal
Musalsal
artinya yang terangkai atau yang berangkai. Musalsal dalam pembicaraan Hadist adalah
“satu Hadist yang rawi-rawinya atau jalan meriwayatkannya berturut-turut atas
satu keadaan”.
Contohnya:
Ada ririwayatkan, bahwa Nabi SAW.
Pernah bersabda:
لَايَجِدُالْعَبْدُحَلَاوَةَالْاِيْمَانِ حَتَّى يُؤْمِنَ
بِالْقَدَرِخَيْرِهِ وَشَرِّهِ وَحُلُوِّهِ وَمُرِّهِ٠
Artinya: Seseorang
tidak bisa merasakan kemanisan iman, sebelum ia percaya (betul-betul) kepada
Qadar, baiknya dan buruknya; manisnya serta pahitnya.
11.
Al-Haditsul
Qudsi
Qudsi
artinya yang disandarkan kepada kesucian. Dalam ilmu
Isnad, Hadist Qudsi itu bermakna
“hadist yang disandarkan kepada Allah SWT”. Hadist Qudsi ini, sama dengan Hadist-hadist lain tentang keadaan sanad dan
rawi-rawinya, yaitu ada yang Shahih,
ada yang Hasan, dan ada juga yang
derajat sanadnya Dla’if.
Contohnya:
عَنْ رَسُوْلِ اللّٰهِ ص قَالَ اللّٰهُ عَزَّوَجَلَّ:اَنْفِقْ اُنْفِقْ عَلَيْكَ٠
(صحيع رَوَاه البخاريّ ومسلمِ)
Artinya: Dari
Rasulullah SAW: telah berfirman Allah ‘Azza wa Jalla. “Berdermalah, Niscaya Aku
akan balas derma atasmu”. (S.R. Bukhari dan Muslim)
12.
Riwayat Aqran
Aqran
artinya orang-orang yang sebanding, atau orang-orang
yang setara. Menurut pembicaraan ilmu Hadist, riwayat Aqran itu boleh dikatakan “satu Hadist yang seorang rawi terima
dari seorang rawi lain, sedang kedua-duanya bersamaan (hampir bersamaan)
tentang umur, dan tentang menerima dari Syaikh-Syaikh”.
Tegasnya, dua orang rawi (atau
lebih), bersamaan atau hampir bersamaan tentang “umur, dan tentang menerima
dari Syaikh-syaikh. Kedua-dua rawi ini meriwayatkan dari seorang Syaikh, tetapi
ada hadist yang Si rawi pertama terima dari rawi kedua; jadi ia tidak menerima
dari Syaikhnya.
Maka yang demikian, dinamakan
riwayat Aqran, yakni riwayat dari
orang-orang yang sebanding. Contohnya:
(البخاريّ) حَدَّثَنَاعَلِيُّ بْنُ
الْجَعْدِاَخْبَرَنَاشُعْبَةُعَنْ سَيَّارٍعَنْ ثَابِتٍ الْبَنَّانِيِّ عَنْ
اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اَنَّهُ مَرَّعَلٰى صِبْيَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ وَقَالَ
كَانَ النَّبِيُّ ص يَفْعَلُهُ٠
(ص٠ر٠البخاريّ)
Artinya: (Bukhari
berkata): Telah menceritakan kepada kami Ali bin Al-Ja’d, telah mengkhabarkan
kepada kami Syu’bah, dari Sayyar, dari Tsabit Al-Bannani, dari Annas bin Malik,
bahwa ia pernah berjalan dihadapan anak-anak, lalu ia memberi salam kepada
mereka sambil berkata: Nabi SAW pernah melakukannya. (S.R. Bukhari,
Fat-hul-Bari 11: 25)
13.
Al-Mudabbaj
Mubabbaj
artinya yang dihiasi, yang digubah, atau yang
dibaguskan. Mubabbaj yang jadi
pembicaraan ‘Ulama-‘ulama ialah “satu Hadist diriwayatkan oleh seorang rawi
dari rawi lain yang setara dengannya, sedangkan yang setara ini pula pernah
meriwayatkan dari rawi yang pertama itu”.
Contohnya:
عَنْ مَالِكٍ عَنِ
الْاَوْزَاعِيِّ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَعَنْ عَاىِٔشَةَقَالَتْ: قَالَرَسُوْلُ
اللّٰهِ ص:اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِى الْاَمْرِكُلِّهِ.(رواهابونعيم ٦:
٣٥٠)
Artinya: dari
Malik, dari Al-Auza’i, dari Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah, ia berkata: Telah
bersabda Rasulullah SWA: “sesungguhnya Allah suka kepada lemah-lembut dalam
semua urusan”. (H.R. Abu Nu’Aim 6: 350)
14.
Al-Muttafiq dan Al-Muftariq
Muttafiq
artinya yang cocok, yang sama. Muftariq artinya yang berlainan. Muttafiq dan Muftariq dalam
istilah ahli Hadist ialah “Hadist yang dalam sanadnya ada rawi yang namanya
sama dengan rawi lain, pada lafazhnya dan sebutannya”. Dalam perkataan “nama”
yang tersebut diatas termasuk:
a. Laqab-laqab
(gelaran-gelaran)
b. kun-yah-kun-yah
(nama-nama) yang dipermulaannya ada sebutan: Abu,
Abi, Aba, dan Umm.
c. Nasab-nasab
(nama kebangsaan atau nama negeri yang dibangsakan
kepada seseorang).
15.
Al-Mu’talif dan Al-Mukhhtalif
Mu’talif
artinya berkumpul. Mukhhtalif artinya yang berselisihan. Yang dimaksudkan oleh ahli
hadis ialah “satu Hadist yang dalam sanadnya ada rawi yang namanya pada
tulisan, bersamaan dengan rawi lain, sedang ucapannya tidak sama”.
Ucapan yang tidak sama itu, adakalanya
berhubungan dengan baris-baris huruf, dan ada masanya berkenaan dengan titik
huruf. Jadi, rawi MU’talif-Mukhhtalif itu, dapat dibagi kepada dua bagian yaitu:
a. Sama namanya pada tulisan dan titik,
tetapi berlainan bunyinya (barisnya).
Contohnya:
(اسيد)
Boleh
dibunyikan (اَسِيْد): Asid; boleh diucapkan (اُسَيْد): Usaid.
Kedua-duanya tulisan dan titiknya
sama, tetapi bunyinya berlainan, karena diantara rawi-rawi ada yang bernama
dengan dua macam itu, seperti:
(اَسِيْدُبْنُ
الْمُتَشَمِّسِ):
Asid b. Al-Mulasyammis.
(اُسَيْدُبْنُ
خُضَيْرٍ):
Usaid bin Khudlair.
b. Sama namanya pada tulisan, tetapi
titiknya berlainan dan terkadang baris-barisnya pun berlainan.
16.
Al-Mutasyabih
Mutasyabih
artinya yang serupa, atau yang bersmaan. Dalam ilmu
Atsar, Mutasyabih itu, ditujukan
kepada “satu Hadist, dalam sanadnya ada rawi yang namanya pada huruf dan
ucapannya sama dengan rawi lain, sedang nama-nama bapak mereka bersamaan pada
tulisan tetapi berlainan pada ucapan, atau sebaliknya”.
“atau sebaliknya” itu, maksudnya
nama Bapak Si rawi sama dengan nama Bapak rawi lain, dalam tulisan (huruf) dan
ucapan, sedang nama Si rawi sama dengan nama rawi lain pada tulisan tetapi,
berlainan dalam ucapan.
17.
Al-Musytabihul-Maqlub
Musytabih
artinya yang menyerupai, atau yang samar. Maqlub artinya yang tebalik. Secara
istilah Al-Musytabihul-Maqlub itu,
dimaksudkan bagi “satu Hadist yang dalam sanadnya ada rawi yang namanya sama
dengan nama Bapak rawi lain, sedang nama Bapaknya sama dengan nama rawi lain
itu”.
Contohnya:
Seorang rawi mestinya bernama:
Al-Aswad bin Yazid
Karena samar, ia diucapkan atau tertulis
dalam sanad dengan nama: Yazid bin Al-Aswad.
Keterangannya:
a. Al-Aswad yang pertama itu, namanya sama
dengan nama Bapak bagi rawi kedua. Yazid yang pertamaitu, jadi Bapak bagi
Al-Aswad; nama ini pula sama dengan nama rawi kedua. Al-Hasil; Yazid bin
Al-Aswad itu, sebalik dari Al-Aswad bin yazid.
b. Berikut ini sebagai contoh lain: Muslim
bin Al-Walid kesamaran jadi Al-Walid bin Muslim, Muhammad bin Sa’id kesamaran
jadi Sa’id bin Muhammad, dan ‘Isa bin Musa kesamaran jadi Musa bin ‘Isa.
18.
Al-Wuhdan
Wuhdan
itu, jama’ bagi Wahid.
Sedangkan Wahid artinya satu,
esa, seorang diri, dan sebagainya. Yang dimaksudkan dengan Wuhdan itu, ialah “satu Hadist yang dalam sanadnya ada seorang rawi
yang hanya seorang saja meriwayatkan dari padanya”.
Contohnya:
(مسلم) حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُبْنُ يَحْيَ التُّجِيْبِيُّ
اَخْبَرَنَاعَبْدُاللّٰهِ بْنُ وَهْبٍ قَالَ اخْبَرَنِيْ يُوْنُسُ عَنِ ابْنِ
شِهَابٍ قَالَ اَخْبَرَنِيْ سَعِيْدُالْمُسَيَّبِ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ لَمَّاحَضَرَتْ
اَبَاطَالِبٍ الْوَفَاةُجَاءَهُ رَسُوْلُ
اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ......
(ص.ر. مسلم)
Artinya: (berkata
Muslim): Telah menceritakan kepadaku, Harmalah binYahya At-Tujibi, telah
menkhabarkan kepada kami Abdullah bin Wahb, ia berkata: ia mengkhabarkan
kepadaku, Yunus dari Ibnu Syihab, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku,
Sa’id bin Musayyab, dari Bapaknya ia berkata: Tatkala Abu Thalib mau meninggal
datanglah Rasullullah SAW kepadanya...... (S.R. Muslim) Syarah Muslim 1:
214
19.
Al-‘Ali dan An-Nazil
‘Ali
artinya tinggi sedangkan Nazil artinya rendah. ‘Ali yang
tepakai dalam Mush-Thalah, ialah “satu Hadist yang rawi-rawi sanadnya sedikit
terbanding dengan sanad lian dari Hadit itu juga”. Nazil dalam ilmu Hadist, ialah “satu Hadist yang rawi-rawi sanadnya
banyak terbanding dengan sanad lain dari Hadist itu juga”. Boleh dikatakan Nazil itu, sebalik dari ‘Ali. Contohnya:
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ
اللّٰهُ بِهِ وَمَنْ يُرَاىِٔى يُرَاىِٔى اللّٰهُ بِهِ.
Artinya: barang
siapa menyiar-nyiarkan (kebaikan supaya dipuji orang) tentu Allah akan balas
menyiarkan (‘aibnya); dan barang siapa unjuk-unjukkan (kebaikannya), maka Allah
akan balas memperlihatkan (keburukannya).
1. Al-Muwafaqah
Muwafaqah
artinya persejutuan. Yang mereka maksudkan ialah
“meriwayatkan satu Hadist sampai kepada Syaikh bagi seorang pengarang kitab
Hadist, dengan sanad yang bilangan rawinya kurang dari sanad pengarang itu”.
Tegasnya, seorang ahli Hadist meriwayatkan satu Hadist yang ada dalam salah
satu kitab Hadist.
Dalam meng-Isnadkan Hadist itu, ia
sampai kepada Syaikh pengarang satu kitab Hadist, tetapi sampainya kepada
Syaikh itu bukan dari jalan pengarang kitab tersebut. Contohnya:
Ada satu Hadist diriwayatkan oleh
Bukhari, dari Muhammad b.’Abdillah Al-Anshari dari Humaid, dari Anas.
2. Al-Badal
Badal
artinya pengganti atau penukaran. Maksudnya
“meriwayatkan satu Hadist sampai kepada Syaikh bagi Syaikh dari seorang
pengarang kitab Hadist, dengan sanad yang bilangan rawinya kurang dari sanad
pengarang itu”.
Contohnya: kita ambil sanad
Bukhari, dari Muhammad b. ‘Abdillah dari Humaid, dari Anas tersebut di atas.
Keterangan: sebagaimana sudah
terdahulu, dikatakan bahwa Muhammad bin ‘Abdillah itu, Syaikh bagi Bukhari.
3. Al-Musawat
Musawat
artinya menyamai atau menyerupai. Dalam pembicaraan
disini, maksudnya “bilangan rawi-rawi sanad dari seseorang, sama banyaknya
dengan bilangan rawi-rawi sanad dari salah seorang pengarang kitab Hadist”.
Contohnya: Nasa-i meriwayatkan satu
Hadist. Antara Nasa’i dengan Nabi SAW ada sebelas rawi.
Orang lain meriwayatkan juga Hadist
itu dengan sanad lain, antara dia dengan Nabi SAW, ada sebelas rawi. Maka
dikatakan orang ini menyamai imam Nasa-i tentang bilangan rawi. Sanad orang ini
dikatakan ‘Ali, karena masanya jauh
dengan Nasa-i sedang bilangan rawi bisa sama. Jadi, sanad Nasa-i teranggap
Nazil.
4. Al-Mushafahah
Mushafahah
artinya berjabat tangan. Yang ditujukan disini,
ialah “bilangan rawi-rawi sanad dari seseorang, sama banyaknya dengan bilangan
rawi bagi sanad dari murid pengarang kitab Hadist”.
20.
Riwayat Al-Kabir
‘Anish-Shaghir
Kabir
artinya yang besar, orang besar, yang kedudukannya
tinggi. ‘An artinya dari. Shaghir artinya yang kecil, orang kecil,
yang rendah. Jadi, jumlah artinya riwayat orang besar dari orang kecil.
21.
Riwayat Assabiq
dan Allahiq
As-Sabiq
artinya yang mendahului, yang terdahulu, yang liwat.
Al-Lahiq artinya yang mendapati, yang
berhubungan, ayng menyusul. As-Sabiq wal
Lahiq yang ditujukan dalam ilmu Hadist ialah dua orang bersekutu dalam
meriwayatkan Hadist dari salah seorang rawi, kemudian yang seorang meninggal
lebih dahulu, sedang yang seorang lagi belakangan, sehingga masa wafat antara
kedua-duanya itu sangat panjang.
Jadi, As-Sabiq boleh kita maknakan yang meninggal lebih dahulu, dan AL-Lahiq boleh kita maksudkan yang masih
mendapati Syaikhnya atau yang mati kemudian.
B.
Penetapan Shahih, Hasan, dan Dla’if
Hadist yang dikatakan Shahih atau
Hasan oleh seorang imam, tidak mesti benar sebagaimana yang ia anggap, karena
boleh jadi cacat yang ia tidak dapati, diketahui oleh imam lain sehingga Hadist
itu menjadi Dla’if pada pandangan imam yang belakangan ini.
Dan boleh jadi juga Hadist yang
dikatakan Shahih atau Hasan itu terkeliru. Begitu pula Hadist yang di anggap
Dla’if oleh seorang imam, tidak mesti betul sebagaimana dikatakan, karena boleh
jadi cacat yang ia dapati itu. Keliru atau tidak benar, sehingga Hadist yang ia
lemahkan, bisa jadi Shahih atau Hasan.
C.
Al-Muttashil dengan Al-Mursal dan Al-Marfu’ dengan Al-Maufuq
Adakalanya kita dapatibebrapa orang
kepercayaan meriwayatkan satu Hadist dari satu jalan, tetapi sebagian dari
mereka meriwayatkan dengan Muttashil (atau
Marfu’), sedangkan sebagian yang lain
menceritakan dengan Mursal (atau Mauquf).
Muttashil
(atau Marfu’)
itu, karena sampai kepada Nabi SAW, dikatakan lebih. Mursal (atau Mauquf) itu,
karena terputus dan tidak sampai kepada Nabi SAW dikatakan kurang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam mengelompokan suatu Hadist
kedalam katagori Shahih, Hasan, dan Dla’if. Ada hal-hal yang perlu
diperhatikan, yakni dari sanad Hadist, perawi Hadist, dan matan hadist itu. Ada
bebrapa nama-nama Hadist yang termasuk kedalam golongan Shahih, Hasan, dan Dla’if
yaitu: Aahaad, Gharibul Hadist,
Al-Marfu’, Al-Mauquf, Al-Maqthu’, Al-Musnad, Al-Muttashil,
Al-Mutabi’Asy-Syahid, Al-Musalsal, Al-Haditsul Qudsi, Riwayat Aqran,
Al-Mudabbaj, Al-Muttafiq dan Al-Muftariq,
Al-Mu’talif dan Al-Mukhtalif,
Al-Mutasyabih, Al-Musytabihul-Maqlub, Al-Wudan, Al-‘Ali dan An-Nazil, Al-Kabir ‘Anish-Shaghir, serta
Riwayat Assabiq dan Allahiq.
B.
Saran
Demikianlah penulisan makalah ini,
penulis telah berusaha untuk membuat dengan sempurna. Penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca. Untuk membuat
tulisan yang lebih baik dikemudian hari penulis mohon kritikan dan sarannya
dari para pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar