Selasa, 12 Desember 2017

ASH-SHAHIH, AL-HASAN, DAN ADL-DLA’IF

ASH-SHAHIH, AL-HASAN, DAN ADL-DLA’IF
Makalah ini disampaikan untuk memenuhi syarat tugas Mata Kuliah:  Ulumul Hadist
Dosen Pembimbing : Siti Aisyah, M.A

Disusun
Oleh
Kelompok VI PAI  A semester  I:
Sarmiana
Sentia Utami
Siti Rahmah






JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
GAJAH PUTIH TAKENGON, ACEH 

 2013 



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hadist adalah suatu perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad SAW baik sebelum dan setelah ia menjadi Rasul. Perkataan, perbuatan dan taqrir beliau dilihat dan didengar oleh para shahabat-shabahat dan dijadikan sebagai salah satu sumber Hukum bagi Umat Islam.
Adapun dari cara pengambilan dan meriwayatkan hadis kekelompokan dalam beberapa macam ditinjau dari sanad dan rawi-rawinya. Oleh karena itu pemakalah akan memaparka secara rinci tentang nama-nam Hadist yang termasuk dalam golongan Shahih, Hasan, dan Dla’if.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat kita ambil beberapa rumusan masalah berikut:
1.      Bagaimanakah cara mengengelompokkan Hadist yang Shahih, Hasan dan Dla’if?
2.      Bagaimanakah menetapakan suatu Hadist kepada Shahih, Hasan dan Dla’if?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui bagaimana cra mengelompokkan Hadist yang Shahih, Hasan, dan Dla’if.
2.      Untuk mengetahui bagaimana menetapkan suatu Hadist kepada Shahih, Hasan dan Dla’if.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ash-Shahih, Al-Hasan, dan Adl-Dla’if
1.      Al-Aahaad
Aahaad itu, jama’ dari perkataan “Ahad”, Ahad berarti satu. Khabar, Hadits atau Riwayat yang disampaikan kepada kita, ‘Ulama-‘ulama, membagi dua yaitu yang pertama mereka namakan Mutawatir dan yang kedua mereka namakan Aahaad.
Aahaad itu ialah hadits-hadits yang bukan Mutawatir. Hadits Aahaad ada yang Shahih, Hasan dan ada juga yang Dla’if. Yang termasuk bilangan Aahaad, ada tiga macam hadits yaitu:
a.       Hadits Al-Masyhur
Masyhur artinya yang disyiarkan, yang diterangkan, yang diunjukkan, yang masyhur. Dalam istilah dikatakan bagi: “satu hadist yang diriwayatkan dengan tiga sanad yang berlainan rawi-rawinya”. Contohnya:
اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ اْلمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ٠
Artinya:  (Nabi bersabda): “(yang dikatakan sebenar-benar) orang Islam itu, ialah orang, yang orang-orang Muslim lainnya selamat dari (gangguan) lidahnya dan tangannya”.
b.      Hadist ‘Aziz
Aziz artinya yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat. ‘Aziz menurut istilah ilmu hadist, ialah “satu hadist yangdiriwayatkan dengan satu sanad yang berlainan rawi-rawi”. Contohnya, Nabi SWA bersabda:
لَايُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى اَكُوْنَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ٠
Artinya: Tidak (sesungguhnya) beriman salah seorang dari kamu, sehingga adalah aku (Nabi) lebih tercinta kepadanya dari pada ia (mencintai bapaknya dan anaknya).
c.       Hadits Ghorib’
Ghorib artinya yang jauh dari negerinya, yang asing, yang ajaib, yang luar biasa, yang jauh untuk dipaham. Adapun menurut Musthalah, Ghorib itu ditujukan kepada “satu hadist yamng diriwayatkan hanya dengan satu sanad”. Tegasnya satu hadist yang seorang Rawi bersendiri dalam meriwayatkannya, yaitu tidak ada orang lain menceritakannya, melainkan dia. Contohnya:
الْاِيْمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةًوَاْلحَيَاءُشُعْبَةٌمِنَ الْاِيْمَانِ٠
Artinya: “Iman itu ada enam piluh cabang lebih, dan malu itu satu cabang dari iman”.
2.      Gharibul- Hadist
Gharib menurut bahasa artinya sudah terdahulu. Gharibul-hadist yang dimaksudkan dalam Ilmu Hadist ialah “satu hadist yang dalam matannay terdapat lafazh yang pelik, dan yang susah dipahami, karena jarang terpakai”. Contohnya:
قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِابْنِ صَاىِٔدٍ:قَدْخَبَّأْتُ لَكَ خَبِيْىًٔافَمَاهُوَ؟قَالَ:الدُّخُّ٠(رواه البخاريّ)
Artinya: Telah berkata Rasullah SWA kepada Ibni Sha-id: “sesungguhnya aku telah menyembunyikan bagimu satu barang. Maka (kamu sesunnguhnya engkau tahu) apakah itu? Jawab Ibn Sha-id: ‘ia itu’ Dukha”. (H.S.R. Bukhari-8:40;4:70)

3.      Al-Marfu’
Marfu’, artinya yang diangkat, dimajukan, yang diambil, yang dirangkaikan, yang disampaikan. Dalam ketetapan ilmu Hadist, Marfu’ itu ialah “Sabda atau perbuatan atau taqrir atau sifat yang orang sandarkan kepada Nabi SAW”. Marfu’ ini ada dua macam yaitu:
1.      Tashrihan: dengan terang, yakni isinya terang-terangan menunjukan kepada Marfu’.
2.      Hukman: pada hukum, yakni isinya tidak terang menunjukan kepada Marfu’ tetapi di hukumkan Marfu’ karena bersandar kepada beberapa tanda.
Contoh Sabda yang Tashrihan:
عَنْ جَابِرٍقَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ ص:حُسْنُ الْمَلَكَةِعُيْنٌ وَسُوْءُالْخُلُقِ شُؤْمٌ٠
(ابن عساكر)
Artinya: Dari Jabir, telah bersabda Nabi SAW: “baik pekerti itu bertuah, dan buruk kelakuan itu, sial”. (H.R. Ibnu ‘Asakir)
Contoh Sabda yang Hukman :
عَنْ عُمَرَقَال:الدُّعَاءُمَوْقُوْفٌ بَيْنَ السَّمَآءِوَالْاَرْضِ لاَيَصْعَدُشَيْىٌٔ حَتّٰى يُصَلّٰى عَلَى النَّبِيِّ٠(روه الترمزيّ)
Artinya: Dari ‘Umar, ia berkata: “Do’a itu terhenti antara langit dan bumi, tidak bisa naik sedikit pun daripadanya sebelum dishalawatkan atas Nabi”. (H. Turmidzi)
4.      Al-Mauquf
Mauquf artinya yang terhenti. Mauquf menurut istilah adalah “omongan atau perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada seseorang shahabat Nabi SAW”.
Contoh:
عَنْ عَبْدِاللّٰهِ بْنِ مَسْعُدٍقَالَ:لَايُقَلِّدَنَّ اَحَدُكُمْ دِيْنَهُ رَجُلًا٬فَاِنْ اٰمَنَ اٰمَنَ٬وَاِنْ كَفَرَ كَفَرَ٠٠٠٠٠٠(رواه ابونعيم١:١٣٦)
Artinya: Dari ‘Abdullah (bin Mas’ud), ia berkata: “Janganlah hendaknya salah seorang dari kamu taqlid Agamanya dari orang, karena kalau orang ini beriman, ia juga turut beriman; tetapi kalau orang itu kufur, ia pun ikut kufur”. (R. Abu Nu’aim 1:136)
Abdullah bin Mas’ud  itu, seorang shahabat Nabi SAW. Riwayat diatas terang sekali omongan ‘Abdullah bin Mas’ud.
5.      Al-Maqthu’
Maqthu’ artinya yang diputuskan atau yang terputus; yang dipotong atau yang terpotong. Dalam pembicaraan ilmu Hadist dikatakan bagi “perkataan, perbuatan, atau taqrir yang disandarkan kepada Tabi’i atau orang yang dibawahnya”.
Contohnya:
عَنْ عَبْدِاللّٰهِ بْنِ سَعِيْدٍ بْنِ اَبِي هِنْدٍقَالَ:قُلْتُ لِسَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ:اِنِّ فُلَانًااَعْطَسَ وَالْاِمَامُ يَخْطُبُ فَشَمَّتَهُ فُلَانٌ٠قَالَ:مُرْهُ فَلَايَعُدَنَّ٠
(الٓاثار٣٣)
Artinya: Dari ‘Abdillah bin Sa’id bin Abi Hindin, ia berkata: aku pernah bertanya kepada Sa’id bin Musya’ib: bahwasannya si fulan bersin, padahal imam sedang berkhutbah, lalu orang lain ucapkan “yarhamukallah” (bolehkah yang demikian)? Jawab Sa’id bin Musya’ib:”perintahlah kepadanya, supaya jangan sekali-kali ia ulangi”. (Al-Atsar: 33)
Sa’id bin Musya’ib itu seorang Tabi’i. keterangan di atas berisi omongannya.

6.      Al-Musnad
Musnad artinya yang disandarkan. Musnad yang dimaksudkan ahli Hadist ialah “Hadist yang bersambung sanadnya dari yang menceritakan sampai akhir sanad terus sampai kepada Nabi SAW”.
7.      Al-Mutashil
Mutashil artinya yang bersambung, yaitu “satu Hadist yang bersambung sanadnya, maupun Hadist itu sampai kepada Nabi SAW, atau sampai kepada shahabat Nabi”. Mutashil ini , boleh juga disebut Al-Maushul.
Keterangan:
a.       Musnad, Muttashil atau Maushul itu, ada yang berderajat Shah, ada pula yang lemah kearena tercelanya rawi, bukan karena terputus sanad.
b.      Di sini tidak saya unjukkann contoh-contohnya, karena pembaca bisa dapat sendiri dari pasal-pasal yang telah lalu, dan dari yang akan datang.
8.      Al-Mutabi’
Mutabi’ artinya yan g mengiringi atau yang mencocoki. Di pembicaraan sini Mutabi’ itu, boleh kita katakan “satu Hadist yang sanadnya menguatkan sanad lain dari Hadist itu juga”.
9.      Asy-Syahid
Syahid artinya yang menyaksikan. Secara istilah, Syahid itu bermakna “satu Hadist yang matannya mencocoki matan Hadist yang lain”.
Contohnya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ:اِسْتَعِيْنُوْابِطَعَامِ السَّحَرِعَلٰى صِيَامِ النَّهَارِوَبِالْقَيْلُوْلَةِعَلٰى قِيَامِ اللَّيْلِ٠(ابن ماجه١:٥١٨)
Artinya: Dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi SAW, beliau pernah bersabda: “carilah bantuan dengan makan sahur untuk shaum siang hari; dan (carilah bantuan) dengan tidur siang ntuk shalat malam”. (H.R. Ibnu Majah 1:518)
10.  Al-Musalsal
Musalsal artinya yang terangkai atau yang berangkai. Musalsal dalam pembicaraan Hadist adalah “satu Hadist yang rawi-rawinya atau jalan meriwayatkannya berturut-turut atas satu keadaan”.
Contohnya:
Ada ririwayatkan, bahwa Nabi SAW. Pernah bersabda:
لَايَجِدُالْعَبْدُحَلَاوَةَالْاِيْمَانِ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِخَيْرِهِ وَشَرِّهِ وَحُلُوِّهِ وَمُرِّهِ٠
Artinya: Seseorang tidak bisa merasakan kemanisan iman, sebelum ia percaya (betul-betul) kepada Qadar, baiknya dan buruknya; manisnya serta pahitnya.
11.  Al-Haditsul Qudsi
Qudsi artinya yang disandarkan kepada kesucian. Dalam ilmu Isnad, Hadist Qudsi itu bermakna “hadist yang disandarkan kepada Allah SWT”. Hadist Qudsi ini, sama dengan Hadist-hadist lain tentang keadaan sanad dan rawi-rawinya, yaitu ada yang Shahih, ada yang Hasan, dan ada juga yang derajat sanadnya Dla’if.
Contohnya:
عَنْ رَسُوْلِ اللّٰهِ ص قَالَ اللّٰهُ عَزَّوَجَلَّ:اَنْفِقْ اُنْفِقْ عَلَيْكَ٠
(صحيع رَوَاه البخاريّ ومسلمِ)
Artinya: Dari Rasulullah SAW: telah berfirman Allah ‘Azza wa Jalla. “Berdermalah, Niscaya Aku akan balas derma atasmu”. (S.R. Bukhari dan Muslim)
12.  Riwayat Aqran
Aqran artinya orang-orang yang sebanding, atau orang-orang yang setara. Menurut pembicaraan ilmu Hadist, riwayat Aqran itu boleh dikatakan “satu Hadist yang seorang rawi terima dari seorang rawi lain, sedang kedua-duanya bersamaan (hampir bersamaan) tentang umur, dan tentang menerima dari Syaikh-Syaikh”.
Tegasnya, dua orang rawi (atau lebih), bersamaan atau hampir bersamaan tentang “umur, dan tentang menerima dari Syaikh-syaikh. Kedua-dua rawi ini meriwayatkan dari seorang Syaikh, tetapi ada hadist yang Si rawi pertama terima dari rawi kedua; jadi ia tidak menerima dari Syaikhnya.
Maka yang demikian, dinamakan riwayat Aqran, yakni riwayat dari orang-orang yang sebanding. Contohnya:
(البخاريّ) حَدَّثَنَاعَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِاَخْبَرَنَاشُعْبَةُعَنْ سَيَّارٍعَنْ ثَابِتٍ الْبَنَّانِيِّ عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اَنَّهُ مَرَّعَلٰى صِبْيَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ وَقَالَ كَانَ النَّبِيُّ ص يَفْعَلُهُ٠
(ص٠ر٠البخاريّ)
Artinya: (Bukhari berkata): Telah menceritakan kepada kami Ali bin Al-Ja’d, telah mengkhabarkan kepada kami Syu’bah, dari Sayyar, dari Tsabit Al-Bannani, dari Annas bin Malik, bahwa ia pernah berjalan dihadapan anak-anak, lalu ia memberi salam kepada mereka sambil berkata: Nabi SAW pernah melakukannya. (S.R. Bukhari, Fat-hul-Bari 11: 25)
13.  Al-Mudabbaj
Mubabbaj artinya yang dihiasi, yang digubah, atau yang dibaguskan. Mubabbaj yang jadi pembicaraan ‘Ulama-‘ulama ialah “satu Hadist diriwayatkan oleh seorang rawi dari rawi lain yang setara dengannya, sedangkan yang setara ini pula pernah meriwayatkan dari rawi yang pertama itu”.

Contohnya:
عَنْ مَالِكٍ عَنِ الْاَوْزَاعِيِّ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَعَنْ عَاىِٔشَةَقَالَتْ: قَالَرَسُوْلُ اللّٰهِ ص:اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِى الْاَمْرِكُلِّهِ.(رواهابونعيم ٦: ٣٥٠)
Artinya: dari Malik, dari Al-Auza’i, dari Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SWA: “sesungguhnya Allah suka kepada lemah-lembut dalam semua urusan”. (H.R. Abu Nu’Aim 6: 350)
14.  Al-Muttafiq dan Al-Muftariq
Muttafiq artinya yang cocok, yang sama. Muftariq artinya yang berlainan. Muttafiq dan Muftariq dalam istilah ahli Hadist ialah “Hadist yang dalam sanadnya ada rawi yang namanya sama dengan rawi lain, pada lafazhnya dan sebutannya”. Dalam perkataan “nama” yang tersebut diatas termasuk:
a.       Laqab-laqab (gelaran-gelaran)
b.      kun-yah-kun-yah (nama-nama) yang dipermulaannya ada sebutan: Abu, Abi, Aba, dan Umm.
c.       Nasab-nasab (nama kebangsaan atau nama negeri yang dibangsakan kepada seseorang).
15.  Al-Mu’talif dan Al-Mukhhtalif
Mu’talif artinya berkumpul. Mukhhtalif artinya yang berselisihan. Yang dimaksudkan oleh ahli hadis ialah “satu Hadist yang dalam sanadnya ada rawi yang namanya pada tulisan, bersamaan dengan rawi lain, sedang ucapannya tidak sama”.
Ucapan yang tidak sama itu, adakalanya berhubungan dengan baris-baris huruf, dan ada masanya berkenaan dengan titik huruf. Jadi, rawi MU’talif-Mukhhtalif  itu, dapat dibagi kepada dua bagian yaitu:
a.       Sama namanya pada tulisan dan titik, tetapi berlainan bunyinya (barisnya).

Contohnya:
 (اسيد)
Boleh dibunyikan (اَسِيْد): Asid; boleh diucapkan (اُسَيْد): Usaid.
Kedua-duanya tulisan dan titiknya sama, tetapi bunyinya berlainan, karena diantara rawi-rawi ada yang bernama dengan dua macam itu, seperti:
(اَسِيْدُبْنُ الْمُتَشَمِّسِ): Asid b. Al-Mulasyammis.
(اُسَيْدُبْنُ خُضَيْرٍ): Usaid bin Khudlair.
b.      Sama namanya pada tulisan, tetapi titiknya berlainan dan terkadang baris-barisnya pun berlainan.
16.  Al-Mutasyabih
Mutasyabih artinya yang serupa, atau yang bersmaan. Dalam ilmu Atsar, Mutasyabih itu, ditujukan kepada “satu Hadist, dalam sanadnya ada rawi yang namanya pada huruf dan ucapannya sama dengan rawi lain, sedang nama-nama bapak mereka bersamaan pada tulisan tetapi berlainan pada ucapan, atau sebaliknya”.
“atau sebaliknya” itu, maksudnya nama Bapak Si rawi sama dengan nama Bapak rawi lain, dalam tulisan (huruf) dan ucapan, sedang nama Si rawi sama dengan nama rawi lain pada tulisan tetapi, berlainan dalam ucapan.
17.  Al-Musytabihul-Maqlub
Musytabih artinya yang menyerupai, atau yang samar. Maqlub artinya yang tebalik. Secara istilah Al-Musytabihul-Maqlub itu, dimaksudkan bagi “satu Hadist yang dalam sanadnya ada rawi yang namanya sama dengan nama Bapak rawi lain, sedang nama Bapaknya sama dengan nama rawi lain itu”.
Contohnya:
Seorang rawi mestinya bernama: Al-Aswad bin Yazid
Karena samar, ia diucapkan atau tertulis dalam sanad dengan nama: Yazid bin Al-Aswad.
Keterangannya:
a.       Al-Aswad yang pertama itu, namanya sama dengan nama Bapak bagi rawi kedua. Yazid yang pertamaitu, jadi Bapak bagi Al-Aswad; nama ini pula sama dengan nama rawi kedua. Al-Hasil; Yazid bin Al-Aswad itu, sebalik dari Al-Aswad bin yazid.
b.      Berikut ini sebagai contoh lain: Muslim bin Al-Walid kesamaran jadi Al-Walid bin Muslim, Muhammad bin Sa’id kesamaran jadi Sa’id bin Muhammad, dan ‘Isa bin Musa kesamaran jadi Musa bin ‘Isa.
18.  Al-Wuhdan
Wuhdan itu, jama’ bagi Wahid. Sedangkan Wahid artinya satu, esa, seorang diri, dan sebagainya. Yang dimaksudkan dengan Wuhdan itu, ialah “satu Hadist yang dalam sanadnya ada seorang rawi yang hanya seorang saja meriwayatkan dari padanya”.
Contohnya:
(مسلم) حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُبْنُ يَحْيَ التُّجِيْبِيُّ اَخْبَرَنَاعَبْدُاللّٰهِ بْنُ وَهْبٍ قَالَ اخْبَرَنِيْ يُوْنُسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ اَخْبَرَنِيْ سَعِيْدُالْمُسَيَّبِ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ لَمَّاحَضَرَتْ اَبَاطَالِبٍ الْوَفَاةُجَاءَهُ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ......
(ص.ر. مسلم)
Artinya: (berkata Muslim): Telah menceritakan kepadaku, Harmalah binYahya At-Tujibi, telah menkhabarkan kepada kami Abdullah bin Wahb, ia berkata: ia mengkhabarkan kepadaku, Yunus dari Ibnu Syihab, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku, Sa’id bin Musayyab, dari Bapaknya ia berkata: Tatkala Abu Thalib mau meninggal datanglah Rasullullah SAW kepadanya...... (S.R. Muslim) Syarah Muslim 1: 214
19.  Al-‘Ali dan An-Nazil
‘Ali artinya tinggi sedangkan Nazil artinya rendah. ‘Ali yang tepakai dalam Mush-Thalah, ialah “satu Hadist yang rawi-rawi sanadnya sedikit terbanding dengan sanad lian dari Hadit itu juga”. Nazil dalam ilmu Hadist, ialah “satu Hadist yang rawi-rawi sanadnya banyak terbanding dengan sanad lain dari Hadist itu juga”. Boleh dikatakan Nazil itu, sebalik dari ‘Ali. Contohnya:
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللّٰهُ بِهِ وَمَنْ يُرَاىِٔى يُرَاىِٔى اللّٰهُ بِهِ.
Artinya: barang siapa menyiar-nyiarkan (kebaikan supaya dipuji orang) tentu Allah akan balas menyiarkan (‘aibnya); dan barang siapa unjuk-unjukkan (kebaikannya), maka Allah akan balas memperlihatkan (keburukannya).
1.      Al-Muwafaqah
Muwafaqah artinya persejutuan. Yang mereka maksudkan ialah “meriwayatkan satu Hadist sampai kepada Syaikh bagi seorang pengarang kitab Hadist, dengan sanad yang bilangan rawinya kurang dari sanad pengarang itu”. Tegasnya, seorang ahli Hadist meriwayatkan satu Hadist yang ada dalam salah satu kitab Hadist.
Dalam meng-Isnadkan Hadist itu, ia sampai kepada Syaikh pengarang satu kitab Hadist, tetapi sampainya kepada Syaikh itu bukan dari jalan pengarang kitab tersebut. Contohnya:
Ada satu Hadist diriwayatkan oleh Bukhari, dari Muhammad b.’Abdillah Al-Anshari dari Humaid, dari Anas.

2.      Al-Badal
Badal artinya pengganti atau penukaran. Maksudnya “meriwayatkan satu Hadist sampai kepada Syaikh bagi Syaikh dari seorang pengarang kitab Hadist, dengan sanad yang bilangan rawinya kurang dari sanad pengarang itu”.
Contohnya: kita ambil sanad Bukhari, dari Muhammad b. ‘Abdillah dari Humaid, dari Anas tersebut di atas.
Keterangan: sebagaimana sudah terdahulu, dikatakan bahwa Muhammad bin ‘Abdillah itu, Syaikh bagi Bukhari.
3.      Al-Musawat
Musawat artinya menyamai atau menyerupai. Dalam pembicaraan disini, maksudnya “bilangan rawi-rawi sanad dari seseorang, sama banyaknya dengan bilangan rawi-rawi sanad dari salah seorang pengarang kitab Hadist”.
Contohnya: Nasa-i meriwayatkan satu Hadist. Antara Nasa’i dengan Nabi SAW ada sebelas rawi.
Orang lain meriwayatkan juga Hadist itu dengan sanad lain, antara dia dengan Nabi SAW, ada sebelas rawi. Maka dikatakan orang ini menyamai imam Nasa-i tentang bilangan rawi. Sanad orang ini dikatakan ‘Ali, karena masanya jauh dengan Nasa-i sedang bilangan rawi bisa sama. Jadi, sanad Nasa-i teranggap Nazil.
4.      Al-Mushafahah
Mushafahah artinya berjabat tangan. Yang ditujukan disini, ialah “bilangan rawi-rawi sanad dari seseorang, sama banyaknya dengan bilangan rawi bagi sanad dari murid pengarang kitab Hadist”.

20.  Riwayat Al-Kabir ‘Anish-Shaghir
Kabir artinya yang besar, orang besar, yang kedudukannya tinggi. ‘An artinya dari. Shaghir artinya yang kecil, orang kecil, yang rendah. Jadi, jumlah artinya riwayat orang besar dari orang kecil.
21.  Riwayat Assabiq dan Allahiq
As-Sabiq artinya yang mendahului, yang terdahulu, yang liwat. Al-Lahiq artinya yang mendapati, yang berhubungan, ayng menyusul. As-Sabiq wal Lahiq yang ditujukan dalam ilmu Hadist ialah dua orang bersekutu dalam meriwayatkan Hadist dari salah seorang rawi, kemudian yang seorang meninggal lebih dahulu, sedang yang seorang lagi belakangan, sehingga masa wafat antara kedua-duanya itu sangat panjang.
Jadi, As-Sabiq boleh kita maknakan yang meninggal lebih dahulu, dan AL-Lahiq boleh kita maksudkan yang masih mendapati Syaikhnya atau yang mati kemudian.
B.     Penetapan Shahih, Hasan, dan Dla’if
Hadist yang dikatakan Shahih atau Hasan oleh seorang imam, tidak mesti benar sebagaimana yang ia anggap, karena boleh jadi cacat yang ia tidak dapati, diketahui oleh imam lain sehingga Hadist itu menjadi Dla’if pada pandangan imam yang belakangan ini.
Dan boleh jadi juga Hadist yang dikatakan Shahih atau Hasan itu terkeliru. Begitu pula Hadist yang di anggap Dla’if oleh seorang imam, tidak mesti betul sebagaimana dikatakan, karena boleh jadi cacat yang ia dapati itu. Keliru atau tidak benar, sehingga Hadist yang ia lemahkan, bisa jadi Shahih atau Hasan.
C.    Al-Muttashil dengan Al-Mursal dan Al-Marfu’ dengan Al-Maufuq
Adakalanya kita dapatibebrapa orang kepercayaan meriwayatkan satu Hadist dari satu jalan, tetapi sebagian dari mereka meriwayatkan dengan Muttashil (atau Marfu’), sedangkan sebagian yang lain menceritakan dengan Mursal (atau Mauquf).
Muttashil (atau Marfu’) itu, karena sampai kepada Nabi SAW, dikatakan lebih. Mursal (atau Mauquf) itu, karena terputus dan tidak sampai kepada Nabi SAW dikatakan kurang.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam mengelompokan suatu Hadist kedalam katagori Shahih, Hasan, dan Dla’if. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yakni dari sanad Hadist, perawi Hadist, dan matan hadist itu. Ada bebrapa nama-nama Hadist yang termasuk kedalam golongan Shahih, Hasan, dan Dla’if yaitu: Aahaad, Gharibul Hadist, Al-Marfu’, Al-Mauquf, Al-Maqthu’, Al-Musnad, Al-Muttashil, Al-Mutabi’Asy-Syahid, Al-Musalsal, Al-Haditsul Qudsi, Riwayat Aqran, Al-Mudabbaj, Al-Muttafiq dan Al-Muftariq, Al-Mu’talif dan Al-Mukhtalif, Al-Mutasyabih, Al-Musytabihul-Maqlub, Al-Wudan, Al-‘Ali dan An-Nazil, Al-Kabir ‘Anish-Shaghir, serta Riwayat Assabiq dan Allahiq.
B.     Saran
Demikianlah penulisan makalah ini, penulis telah berusaha untuk membuat dengan sempurna. Penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca. Untuk membuat tulisan yang lebih baik dikemudian hari penulis mohon kritikan dan sarannya dari para pembaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar