Senin, 11 Desember 2017

DINASTI ABBASIYAH ( 750 – 1258 M )

DINASTI ABBASIYAH ( 750 – 1258 M )

DI
S
U
S
U
N
             OLEH:

Kelompok                 :  Reza Rahmatillah
Prodi/Unit                 :  PAI /A
Semester                    :  1 (Satu )
Dosen Pengampu      :  Padhilawati  S.Ag


                                             








JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
GAJAH PUTIH TAKENGON ACEH TENGAH, ACEH
2013/2014


                                                                           BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam setelah khulafur Rasyidin mengalami banyak perkembangan serta banyak perubahan yang terjadi seiring dengan pergantian penguasa. Setiap babak baru dalam pergantian kekuasaan ini ada yang mengalami puncak kejayaan yang cukup lama dan ada juga yang hanya beberapa tahun saja. Kejayaan ini membawa pengaruh besar dalam perkembangan islam di berbagai bidang. Bani abbasiyah adalah salah satu dinasti yang berperan dalam perkembangan tersebut dan merupakan dinasti kedua yang memerankan drama besar politik dan perkembangan islam setelah bani umayah. Dinasti abbasiyah ini membawa pengaruh besar dalam perkembangan  islam. Walaupun akhirnya dinasti ini juga hancur karena berbagai faktor.
B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaiman sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah ?
b.      Bagaiman periodesasi dinasti Abbasiyah ?
c.       Bagaimana sistem pemerintahan bani Abbasiyah?
d.      Bagaiman ekspansi wilayah dinasti Abbasiyah ?
e.       Bagaimana kemajuan dan kemunduran dinasti Abbasiyah ?
f.       Bagaiman runtuhnya dinasti Abbasiyah ?

C.    Tujuan Pembahasan
a.       Untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah ?
b.      Untuk mengetahui bagaimana periodesasi dinasti Abbasiyah ?
c.       Untuk mengetahui sistem pemerintahan dinasti Abbasiyah ?
d.      Untuk mengetahui bagaimana ekspansi wilayah islam dinasti Abbasiyah ?
e.       Untuk mengetahui bagaimana kemajuan dan kemunduran dinasti Abbasiyah ?
f.       Untuk mengetahui bagaiman mundurnya dinasti Abbasiyah ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendirian  Dinasti Abbasiyah
Kekuasaan Dinasti Bani Abbas atau Khilafah Abbasiyah, “sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Ummayyah dinamakan Khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al – Abbas paman nabi Muhammad SAW”.[1] Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al – Saffah ibn Muhammad ibu Ali ibn Abdullah ibn Al – Abbas. Kekuasaan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M). selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan berbeda – beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya.
Masa pemerintahan Abu Al – Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. karena itu, Pembina sebenarnya dari daulat Abbasiyah adalah Abu Jakpar Al – Mansyur ( 754 – 775 M ) dia dengan keras menghadapi lawan – lawannya dari Bani Ummayah, Khawarij dan juga Syi’ah yang merasa di kucilkan dari kekuasaan. Untuk mengamankan kekuasaan, tokoh – tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu persatu di singkirkannya.
Beredarnya Daulah Abbasiah diawali dengan dua strategi, yaitu :
1.      Dengan sistem mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, hal ini sudah berlangsung sejak akhir abad pertama hijjriah yang bermarkas di Syam dan tempatnya di Al Hamimah, sistem ini dibentuk oleh Daulah Abbasiah.
2.      Dengan terang – terangan dan himbauan – himbauan di forum – forum resmi untuk mendirikan Daulah Abbasiyah berlanjut dengan peperangan melawan Daulah Bani Ummayyah.
                        Dari dua strategi yang di terapkan oleh Muhammad bin Al – Abasyi dan kawan – kawannya sejak akhir abad pertama sampai 132 H akhirnya membuahkan hasil dengan berdirinya Daulah Abbasiyah.
                        Berbagai tekhnis di terapkan oleh pengikut Muhammad Al – Abbasyi, seperti sambil berdagang dan melaksanakan haji dibalik itu terprogram bahwa mereka menyebarkan ide dan mencari pendukung terbentuknya Daulah Abbasiyah
B.     Sistem Politik dan Pola Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
1.      Sistem Politik
Adapun  sistem politik yang dijalankan oleh daulah Abbasiyah antara lain:
a.       Para Khalifah tetap dari turunan Arab murni, sementara para menteri, gubernur, panglima, dan pegawai lainnya banyak di angkat dari golongan mawali turunan Persia.
b.      Kota Baghdad  sebagai ibu kota Negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan dijadikan kota pintu terbuka, sehingga segala bangsa yang menganut berbagai keyakinan diijinkan bermukim di dalamnya.
c.       Ilmu pengatahuan di pandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia.
d.      Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia sepenuhnya.
e.       Para mentri turunan Persia di beri hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memagang peranan penting dalam membina taman dun islam.
2.      Sistem Pemerintah
      Dasar – dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah ke dua, Abu Jakpar Al – Mansyur yang dikenal sebagai pembangun khalifah tersebut “Sedangkan pendiri Abbasiyah adalah Abdul Abbas Al – Saffah, Sistem pemerintahan kekalifahannya diambil dari nilai – nilai Persia”.[2]  Para khalifah Abbasiyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur Negara langsung dari Allah bukan dari rakyat yang berbeda dari sistem kekalifahan yang di pilih oleh rakyat.
      Pemerintah Abbasiyah berlanjut dari tahun 132 sampai 656, kurang lebih selama 542 tahun. Pemerintah Abbasiyah menurut pandangan ahli sejarah membagi kepada periode :
a.       Periode khalifah Abbasiyah yang pertama Abdul abbas Al – saffah 132 – 136 H / 750 – 754 M. Nama aslinya adalah Abu Al – Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Pada periode ini Al – Khalifah merahabilitasi istana yang berada di Baghdad namun para periode Al – mansyur khalifah kedua di bangun kembali dengan megah.
b.      Periode khalifah Abbasiyah yang kedua
Khalifah kedua sesudah Abu Abbas As – saffah adalah abu Jakpar Al – mansyur 136 – 158 H / 754 – 775 M. Dilahirkan Abu Jakpar Abdullah bin Muhammad bin Ali Abbasyi tahun 101 H di kemah pada akhir pemerintahan Ummar bin Abdul Aziz. 
            Dalam menjalankan pemerintahan, dinasti Abbasiyah memiliki kantor pengawas yang pertama kali dikenal Al – Mahdi, dewan korespondensi atau kantor arsip yang menangani semua surat resmi dokumen politik serta intruksi-instruksi dan ketetapan khalifah. “Dewan penyelidik keluhan adalah sejenis pengadilan tingkat banding atau pengadilan tingkat tinggi untuk menangani kasus – kasus yang diputuskan secara keliru pada departemen administrative dan politik. Selama bani Abbasiyah berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda beda sesuai dengan pola pemerintahan dan perubahan politik. Pada mula nya, ibu kota Negara adalah hasyimiayah, dekat kuffah”.[3] Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri itu, Al – Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke kota yang baru di bangun nya, yaitu Baghdad dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia di ibu kota yang baru ini Al – Mansyur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif.
            Di bidang pemerintahan ia menciptakan tradisi baru dangan mengangkat wazir sebagai coordinator – coordinator departemen, wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin barmak berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protocol Negara, sekretaris Negara, dan kepolisian Negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd Al – Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman Negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti bani Ummayyah di tingkat kan peranan nya dengan tambahan tugas kalua dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa Al – mansyur, jawatan pos di tugas kan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah – daerah, sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.

C.    Ekspansi Wilayah Dinasti Abbasiyah
            Dinasti Abbasiyah lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dari pada perluasan wilayah. Disinilah letak perbedaan pokok antara uamyah dan dinasti Abbasiyah. Puncak kejayaan. “Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-rasyid ( 786-809 M ) dan anaknya Al – Makmun ( 813-833 M ) ketika Ar – Rasyid memerintah Negara dalam keadaan makmur, kejayaan melimpah, keamanan, terjamin walaupun ada juga  pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke india”.[4]
D.    Kemajuan Dinasti Bani Abbasiyah
            Setiap dinasti atau rezim mengalami fase – fase yang di kenal dengan fase pendirian, fase pembangunan, dan kemajuan. “Akan tetapi durasi masing – masing fase itu berbeda – beda karena bergantung pada kemampuan penyelenggara pemerintahan yang bersangkutan”.[5] Pada masa pemerintahanm, masing – masing memiliki berbagai kemajuan dari beberapa bidang, diantaranya bidang politik militer, bidang ekonomi, bidang sosial budaya, bidang ilmu dan ilmuan.
1.      Bidang Politik Militer
                  Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakkan – gerakan ini seperti sisa – sisa bani Ummayah dan kalangan intern bani Abbas, revolusi Al – khawarij di Afrika Utara, gerakan zindik di Persia, gerakan Syi’ah dan konflik antara bangsa serta aliran pemikira keagaamaan, semuanya dapat di padamkan. Diantara perbedaan krakteristik yang sangat mencolok antara pemerintahan dinasti bani ummayah dengan dinasti bani Abbasiyah, terletak pada orientasikebijakan yang di keluarkannya.
          Pemerintah dinasti bani ummayah orientasi kebijakan yang di keluarkannya selalu pada upaya perluasan wilayah kekuasaannya. sementara pemerintah dinasti bani Abbasiyah, lebih memfokuskan diri pada upaya pengembanga ilmu pengetahuaan dan peradaban islam, sehingga masa pemerintahan ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban islam. “Meskipun begitu, usaha untuk mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting yang harus dilakukan”.[6] Untuk itu, pemerintahan dinasti bani Abbasiyah memperbarui sistem politik pemerintahan dan tatanan kemeliteran. Agar semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik maka pemerintah dinasti bani Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamaan, yang disebut diwanul jundi.departemen ini lah yang mengatur semua yang berkaitan dengan kemiliteran dan pertahanan keamaan. Pembentukan lembaga ini didasari atas kenyataan politik militer bahwa pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, banyak terjadi pemberontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan dinasti Abbasiyah.


2.      Bidang Ekonemi
                  Pada masa Al – mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sector pertaniaan, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara timur dan barat juga banyak membawa kekayaan. Bahsrah menjadi pelabuhan yang penting.
3.      Bidang Sosial Budaya
                  Sebagai sebuah dinasti, kekalifahan bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad, telah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban islam. “Dari sekitar 37 orang khalifah yang pernah berkuasa terdapat bebrapa orang khalifah yang benar – benar memiliki kepedulian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban islam serta berbagai bidang lainnya seperti, bidang-bidang social dan budaya”.[7] Diantara kemajuan dalam bidang social budaya adalah terjadi nya proses akulturasi dan asimilasi masyarakat.
                  Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu membawa dampak positif dalam perkembangan dan kemajuan peradan islam pada masa ini karena dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan untuk memajukan bidang – bidang sosial buday lainnya yang kemudian menjadi lambang bagi kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu pengetahuan lainnya. “Daiantara kemajuan ilmu pengetahuan social budaya yang ada pada masa khalifah dinasti Abbasiyah adalah seni bangunan dan arsiterktur baik untuk bangunanistana, masjid, bangunan kota dan lain sebagainya”.[8] Seni arsitektur yang di pakai dalam pembangunan istana dan kota – kota, seperti pada istana Qashrul dzahabi dan Qashru khuldi, sementara bangunan kota seperti pembangunan kota Baghdad smarra dan lain - lainnya. Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada masa inilah lahir seorang sartawan dan budayawan terkenal seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al – Mutanabbi, Abdullah bin Muqaffa dan lain – lainya. Karya buah pikiran mereka masih dapat di baca hingga kini seperti kitab Kalilah wa Dimmna. Sementara tokoh terkenal dalam bidang nusik yang kini karyanya juga masih di pakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik islam, Al - Parabi dan lain – lainnya.
          Selain bidang tersebut diatas, terjadi juga kemajuaan dalam bidang pendidikan. Pada masa – masa awal pemerintahan dinasti Abbasiyah, telah banyak di usahakan oleh para khalifah untuk mengembangkan dan memajukan pendidikan. Karena itu mereka kemudian mendirikan lembaga – lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi. Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah harun Al – Rasyid ( 786 – 809 M). Dan putra nya l-ma’mun ( 813 – 833 M ) kekayaan yang banyak dimanfaatkan harun Ar – Rasyid untuk keperluan sosial, Rumah Sakit, lembaga pendidikan, Dokter dan Farmasi didirikannya. Pada masa itu sudah terdapat paling tidak 800 orang Dokter. Di samping itu, pemandian pemandian juga di bangun tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujad pada zaman khalifah ini, kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuaan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya.
           Dari gambaran diatas terlihat bahwa, dinasti bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaaan dan peradaban dan kebudayaan islam dari pada perluasaan wilayah disinilah perbedaan pokok antara bani Abbasiyah dan bani ummayah.
4.      Bidang Ilmu dan Ilmuan
           Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu dinasti islam yang sangat peduli dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan. “Upaya ini mendapat tanggapan yang sangat baik dari para ilmuan sebab pemerintahan dinasti Abbasiyah telah menyiapkan segalanya untuk kepentingan tersebut”.[9] Diantara fasilitas yang di berikan adalah pembangunan pusat – pusat riset dan terjemah seperti baitul hikmah dan majelis munadzarah, dn pusat – pusat studi lainnya. Bidang –bidang ilmu pengetahauan umum yang berkembang antara lain:
a.       Filsafat
b.      Ilmu Kalam
c.       Ilmu Kedokteran
d.      Ilmu Kimia
e.       Ilmu Hisaf
f.       Sejarah
g.      Ilmu Bumi
h.      Astronomi
                  Selain ilmu pengetahuan umum dinasti Abbasiyah juga memperhatikan pengembangan ilmu pengetahuaan keagamaan antara lain:
a.       Ilmu Hadis
b.      Ilmu Tafsir
c.       Ilmu Fiqih
d.      Ilmu Taswuf.
E.     Kemunduran Dinasti Bani Abbasiyah.
Faktor-faktor penyebab kemunduran bani Abbasiyah diantara nya adalah :
1.      Kemewahan Hidup di Kalangan Penguasa
      Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang di capai dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Kondisi ini memberikan peluang kepada tentara propesional asal turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan.


2.      Perebutan Kekuasaan antara Keluarga Bani Abbasiyah
      Perubatan kekuasaan dimulai sejak masa Al – Ma’mun dengan Al – amin di tamabah dengan masuknya unsure turki dan parsi. “Setelah Al – Mutawakkil wafat, pergantian kekhalifahan terjadi secara tidak wajar. Dari ke 12 khalifah pada periode kedua dinasti Abbasiyah, hanya 4 orang khalifah yang meninggal secara wajar”.[10] Selebihnya wafat karena terbunuh atau di racun dan di turunkan secara paksa.
3.      Faktor Keagamaan
      Sejak terjadi nya konflik antara muawiyah dan khalifah ali yang berakhir dengan lahirnya tiga kelompok umat yaitu : pengikut Muawiyah, Syi’ah, dan khawarij. Ketiga kelompok ini senantiasa berebut pengaruh sehingga sering terjadi perselisihan dan perbedaan pendapat diantara ketiganya.
4.      Lemahnya Semangat Patriotisme
      Lemahnya semangat patriotism inilah yang menyebabkan jiwa jihat yang di ajarkan islam tidak berdaya lagi menahan segala amukan yang datang, baik dari dalam maupun dari luar.

5.      Hilangnya Sifat Amanah
      Hilangnya sifat amanah dalam segala perjanjian yang di buat  menyebabkan kerusakan moral dan menghancurkan sifat-sifat baik yang mendukung Negara selama ini.
6.      Tidak Percaya pada Kekuatan Sendiri
      Dalam mengatasi berbagai pemberontakan khalifah saling mengundang kekuatan asing akibatnya, kekuatan asing tersebut memanfaatkan kelemahan khalifah.
7.      Kemorosotan Ekonomi
      Kemerosotan ekonomi ini terjadi karena banyaknya biaya yang digunakan untuk angaran tentara dan banyaknya pemberontakan terjadi di kalangan bani Abbasiyah sendiri.
8.      Disintegras
      Akibat kebijakan untuk lebih mengutamakan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dari pada politik, dan provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai melepaskan diri dari dinasti abbasiyah.
9.      Perang Salib
      Perang salib merupakan salah satu sebab kemunduran bani abbasiyah. Perang salib yang banyak menelan korban jiwa serta menyita kosentrasi pemerintahan Abbasiyah. Abdurrahman mas’ut.
F.     Runtuhnya Dinasti Abbasiyah.
            Setelah berkuasa lebih kurang lima abad ( 750-1258 M ), akhirnya dinasti abbasiyah mengalami masa – masa suram. Masa suram ini terjadi ketika para pengusaha setelah Al – Ma’mun, Al – Mu’tashim dan Al – Mutawakkil tidak lagi memiliki kekuatan yang besar sebab para khalifah sesudahnya lebih merupakan boneka para amir dan para  wajir dinasti buwaihiyah dan sala jikah. “Para khalifah Abbasiyah pada periode trakhir lebih mementingkan kepentingan pribadi ketimbang kepentingan masysarakat umum”.[11] Mereka saling melalaikan tugas-tugas sebagai pemimpin dan kepala Negara bahkan banyak antara mereka yang lebih memilih hidup bermewah mewahan. Pada akhirnya mereka kehilangan semangat tujuan menegakkan kekuasaan. Kenyataan ini di pengaruhi dengan situasi politik umat islam ketika itu, terutama perseturuan antara bangsa arab dan bangsa Persia dengan bangsa turki perseturuan ini terjadi ketika bangsa turki semakin memiliki posisi strategis di pemerintahan dan mengeser posisi bangsa arab dan Persia yang merupakan dua suku bangsa yang memiliki peran penting di dalam proses berdirinya pemerintahan dinasti abbasiyah. Pada masa pemerintahan khalifah Al – Mutawakkil pengaruh bangsa turki semakin kuat sehingga bangsa arab dan Persia merasa cemburu. Sikap anti turki ini pada akhirnya menimbulkan gerakan pemberontakan di setiap daaerah, yang kemudian masing-masing mendirikan kekuasaan – kekuasaan lokal.
            Diantara kekuasaan lokal yang sangat berpengaruh dalam proses melemahnya kekuasaan dinasti abbasiyah adalah di karenakan luasnya wilayah kekuasaan sehingga tidak dapat melakukan control pemerintah dengan baik ke seluruh wilayahnya sehingga peluang ini di manfaatkan oleh penguasa daerah yang jauh dari pemerintah pusat untuk melepaskan diri menjadi kerajaan – kerajaan kecil.

BAB III
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
                  Perkembangan islam pada masa dinasti bani Abbasiyah ini memiliki kesan tersendiri dalam perkembangan dunia islam yang membedakan nya dengan dinasti bani ummayah. Bani Abbasiyah ini lebih menekankan pada perkembangan peradaban dari pada ekspansi wilayahnya meskipun akhirnya ketidak seimbangan ini menjadi salah satu faktor hancurnya dinasti ini. Namun tetap saja dinasti ini memiliki peran penting dalam dianamika peradaban islam.
                  Dengan selesainya makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut dalam penulisan makalah ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan.


 DAFTAR PUSTAKA
Badri, yatim, 2008. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Prenada.
Dedi, supriyadi, 2008. Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV Pustaka Setia.
Fatah, syukur, 2002.Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
Murodi, 2009. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: PT Karya Toha Putra.
Samsul nizar, 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media .
Sunanto, musrifah,2004. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Prenada Media.






[1]  Badri, yatim,( 2008). Sejarah peradaban islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Prenada.hal 49-50.
[2] Samsul nizar,( 2008). Sejarah pendidikan islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.hal 68.
[3] Badri, yatim,( 2008). Sejarah peradaban…,Hal 51.
[4] Dedi, supriyadi,( 2008). Sejarah peradaban islam, Bandung: CV Pustaka Setia. Hal 85.
[5] Fatah, syukur,( 2002). Sejarah peradaban islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. Hal  67.
[6] Fatah, syukur,( 2002). Sejarah peradaban…,Hal  68.
[7] Murodi,( 2009 ). Sejarah kebudayaan islam. Semarang: PT Karya Toha Putra. Hal 75.

 [8]  Murodi, ( 2009 ). Sejarah kebudayaan islam…,Hal  76.
[9] Samsul nizar, 2008. Sejarah pendidikan…,Hal  69.

[10] Samsul nizar, 2008. Sejarah pendidikan...,Hal  70.
[11] Sunanto, musrifah,( 2004 ). Sejarah islam klasik. Jakarta: Prenada Media. Hal 156.






[1]  Badri, yatim,( 2008). Sejarah peradaban islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Prenada.hal 49-50.
[2] Samsul nizar,( 2008). Sejarah pendidikan islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.hal 68.
[3] Badri, yatim,( 2008). Sejarah peradaban…,Hal 51.
[4] Dedi, supriyadi,( 2008). Sejarah peradaban islam, Bandung: CV Pustaka Setia. Hal 85.
[5] Fatah, syukur,( 2002). Sejarah peradaban islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. Hal  67.
[6] Fatah, syukur,( 2002). Sejarah peradaban…,Hal  68.
[7] Murodi,( 2009 ). Sejarah kebudayaan islam. Semarang: PT Karya Toha Putra. Hal 75.

 [8]  Murodi, ( 2009 ). Sejarah kebudayaan islam…,Hal  76.
[9] Samsul nizar, 2008. Sejarah pendidikan…,Hal  69.

[10] Samsul nizar, 2008. Sejarah pendidikan...,Hal  70.
[11] Sunanto, musrifah,( 2004 ). Sejarah islam klasik. Jakarta: Prenada Media. Hal 156.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar