MEMENUHI
TUGAS MAKALAH SALAH SATU MATA KULIAH ILMU KALAM
KONSEP PEMIKIRAN
QADARIYAH DAN JABARIYAH
DI SUSUNOLEH
Reza rahmatilah
Unit :
A
Jurusan :
Tarbiyah
Prodi :
PAI
DOSEN PEMBIMBING:
DRA. KARTINI, M.A
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) GAJAH
PUTIH TAKENGON ACEH TENGAH, ACEH.
TAHUN 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “QADARIYAH & JABARIYAH”. Serta
shalawat dan salam kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
umat manusia dari alam jahilyah ke alam berilmu pengetahuan seperti sekarang
ini.
Makalah ini kami susun berdasarkan beberapa
buku,penyusunan /pembuatan. Adapun penyajian materi ini sangat sederhana dan
sebaik mungkin tanpa melupakan tujuan agar mudah di pahami dan dimengerti untuk mengetahui isi materi yang dipelajari..
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan isi makalah ini.
Akhirnya kami menyerahkan diri kepada Allah SWT.
Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan,agama dan Negara. Dengan rahmat
serta hidayah-Nya, makalah ini merupakan karya yang diridhoi-Nya. Amin Ya
Robbal’alamin.
Takengon, Nopember 2013
Penulis
Kelompok v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................
- Latar belakang.............................................................................................................
- Tujuan .........................................................................................................................
- Rumusan masalah........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................
A.ALIRAN QADARIYAH.....................................................................................................
a. Ajaran-Ajaran qadariyah................................................................................................
B. ALIRAN JABARIYAH......................................................................................................
a.
Ajaran-ajaran jabariah.....................................................................................................
b. Refleksi Faham Qadariyah dan Jabariyah
: Sebuah
Perbandingan tentang Musibah...........................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................
A.KESIMPULAN......................................................................................................
B. SARAN................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Persoalan
iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran islam yang didakwahkan
oleh nabi muhammad. pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran islam tampak
jelas pada misi pertama dakwah nabi ketika berada di mekkah. pada periode
mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding
persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-quran yang turun
selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan.
Berbicara
masalah aliran pemikiran dalam islam berarti berbicara tentang ilmu kalam.
kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. kaum teolog islam berdebat dengan
kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog
disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. ilmu
kalam juga diartikan sebagai teologi islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas
ajaran-ajaran dasar dari agama. mempelajari teologi akan memberi seseorang
keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. munculnya perbedaan antara
umat islam. perbedaan yang pertama muncul dalam islam bukanlah masalah teologi
melainkan di bidang politik. akan tetapi perselisihan politik ini, seiring
dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.
B. Tujuan
pada dasarnya tujuan penyusun makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
tujuan umum dan khusus. tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah filsafat umum. adapun tujuan khusus dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan informasi dan menambah wawasan
kepada pembaca mengenai metode metode filsafat.
C. Rumusan masalah
A. aliran qadariyah
B. ajaran-ajaran qadariyah
C. aliran jabariyah
D. ajaran-ajaran jabariyah
E. refleksi faham qadariyah dan jabariyah
: sebuah perbandingan tentang musibah
BAB II
PEMBAHASAN
QADARIYAH DAN
JABARIAH
A. ALIRAN QADARIYAH
Pengertian Qadariyah secara
etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan
kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu aliran yang percaya
bahwa segala tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah. Aliran-aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia
dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini
lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbutan-perbutannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari
pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan
bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.[[1][16]]
Menurut Ahmad Amin sebagaimana
dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah
mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan
memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan
perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.[[2][17]]
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah
tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan
tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah
pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi
sekitar tahun 70 H/689M. [[3][18]]
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam
kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah
pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen,
kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan,
demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt
menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat
dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan
al-Basri sekitar tahun 700M.[[4][19]]
Ditinjau dari segi politik kehadiran
mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena
itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat
tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah
dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam
perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah.[[5][20]]
a.
Ajaran-Ajaran Qadariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat
Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas
perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan
sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi
perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam
menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat
berkuasa atas segala perbuatannya.[[6][21]]
Dengan demikian bahwa segala tingkah
laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan
segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat
jahat.
Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan
pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman
atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan
balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak
di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir
Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya
sesuai dengan tindakannya.[[7][22]]
Faham takdir
yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang umum yang
dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib
manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib
yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan demikian takdir
adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh
isinya, sejak azali, yaitu hokum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.
Secara alamiah sesungguhnya manusia
telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam demensi fisiknya
tidak dapat bebruat lain, kecuali mengikuti hokum alam. Misalnya manusia
ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang
di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah
yang mampu membawa barang seratus kilogram.
Dengan pemahaman seperti ini tidak
ada alasan untuk menyandarkan perbuatan kepada Allah. Di antara dalil yang
mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran yang berbicara dan mendukung
paham itu :
(#qè=uHùå$# $tB ôMçGø¤Ï© (
¼çm¯RÎ) $yJÎ tbqè=yJ÷ès? îŽÅÁt ÇÍÉÈ
Artinya : “Kerjakanlah apa yang kamu
kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa yang kamu perbuat”. (QS. Fush-Shilat :
40).
È@è%ur ‘,ysø9$# `ÏB óOä3În§‘ (
`yJsù uä!$x© `ÏB÷sã‹ù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3u‹ù=sù 4
Artinya : “Katakanlah kebenaran dari
Tuhanmu, barang siapa yang mau beriman maka berimanlah dan barang siapa yang
mau kafir maka kafirlah”. (QS. Al-Kahfi : 29).
!$£Js9urr& Nä3÷Gu;»|¹r& ×pt7ŠÅÁ•B ô‰s% Läêö6|¹r& $pköŽn=÷VÏiB ÷Läêù=è% 4’¯Tr& #x‹»yd (
ö@è% uqèd ô`ÏB ωYÏã öNä3Å¡àÿRr& 3
¨bÎ) ©!$# 4’n?tã Èe@ä. &äóÓx« փωs% ÇÊÏÎÈ
Artinya : “dan mengapa ketika kamu
ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan
dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata:
"Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari
(kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”. (QS.Ali Imran :165)
žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î 3
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak
merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[Tuhan tidak akan
merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran
mereka.] yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS.Ar-R’d :11)
A. ALIRAN JABARIYAH
Secara bahasa Jabariyah
berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus
Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang
mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu.
Salah satu sifat dari Allah adalah
al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah
adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan
kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam
keadaan terpaksa (majbur). [[8][3]]
Menurut Harun Nasution Jabariyah
adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan
dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan
yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan
oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan
dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah
adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.[[9][4]]
Adapun mengenai latar belakang
lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelelasan yang sarih. Abu
Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani
Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan
manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan.[[10][5]]
Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi
adalah Jahm bin Safwan,[[11][6]]
yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa
paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat
Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah
memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari
terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata
dapat tidak memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya
tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat
untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.[[12][7]]
Harun Nasution menjelaskan bahwa
dalam situasi demikian masyarakat arab tidak melihat jalan untuk mengubah
keadaan disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka
merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya mereka banyak
tergantung dengan Alam, sehingga menyebabakan mereka kepada paham fatalisme.[[13][8]]
Terlepas dari perbedaan pendapat
tentang awal lahirnya aliran ini, dalam Alquran sendiri banyak terdapat
ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar belakang lahirnya paham Jabariyah,
diantaranya:
a. QS ash-Shaffat: 96
ª!$#ur öä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ
“Padahal Allah-lah yang menciptakan
kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
b. QS
al-Anfal: 17
öNn=sù öNèdqè=çFø)s? ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4
$tBur |Mø‹tBu‘ øŒÎ) |Mø‹tBu‘ ÆÅ3»s9ur ©!$# 4’tGu‘ 4
u’Í?ö7ãŠÏ9ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# çm÷ZÏB ¹äIxt $·Z|¡ym 4
žcÎ) ©!$# ìì‹ÏJy™ ÒOŠÎ=tæ ÇÊÐÈ
“ Maka (yang sebenarnya) bukan kamu
yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu
yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah
berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada
orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.”
c. QS al-Insan: 30
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o„ ª!$# 4
¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJ‹Å3ym ÇÌÉÈ
Artinya : “Dan kamu tidak mampu
(menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Selain ayat-ayat Alquran di atas
benih-benih faham al-Jabar juga dapat dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah:
a.
Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah
Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut,
agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai
takdir.
b.
Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika
diintrogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku
mencuri". Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang
itu telah berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada
orang itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera
karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
c.
Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya
dengan siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila perjalanan
(menuju perang siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada
pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha dan Qadha
Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat berdasarkan atas
amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak ada pahala dan
siksa, gugur pula janji dan ancaman Allah, dan tidak pujian bagi orang yang
baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.
d.
Adanya paham Jabar telah mengemuka kepermukaan pada masa Bani Umayyah yang
tumbuh berkembang di Syiria.[[14][9]]
Di samping adanya bibit pengaruh
faham jabar yang telah muncul dari pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri.
Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran Jabar muncul karena adanya
pengaruh dari dari pemikriran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab
Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.[[15][10]]
Dengan demikian, latar belakang
lahirnya aliran Jabariyah dapat dibedakan kedalam dua factor, yaitu
factor yang berasal dari pemahaman ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari
Alquran dan Sunnah, yang mempunyai paham yang mengarah kepada Jabariyah.
Lebih dari itu adalah adanya pengaruh dari luar Islam yang ikut andil dalam
melahirkan aliran ini.
Adapun yang menjadi dasar munculnya
paham ini adalah sebagai reaksi dari tiga perkara: pertama, adanya paham Qadariyah,
keduanya, telalu tekstualnya pamahaman agama tanpa adanya keberanian
menakwilkan dan ketiga adalah adanya aliran salaf yang ditokohi Muqatil bin
Sulaiman yang berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga membawa
kepada Tasybih. [[16][11]]
a. Ajaran-Ajaran
Jabariyah
Adapun ajaran-ajaran Jabariyah
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ekstrim dan moderat.
Pertama, aliran ekstrim. Di antara
tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan pendapatnya adalah bahwa manusia tidak
mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
Pendapat Jahm tentang keterpaksaan
ini lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga dan neraka,
konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat.
Surga dan nerka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman dalam
pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal ini sama
dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah
makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar,
dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat
kelak.[[17][12]]
Aliran ini dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah atau Jabariyah
Khalisah.[[18][13]]
Ja'ad bin Dirham, menjelaskan
tentang ajaran pokok dari Jabariyah adalah Alquran adalah makhluk dan
sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah tidak
mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan
mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.[[19][14]]
Dengan demikian ajaran Jabariyah
yang ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah, tidak berdaya, terikat dengan
kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas
sebagaimana dimilki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan
manusia tidak boleh lepas dari scenario dan kehendak Allah. Segala akibat, baik
dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan
ketentuan Allah.
Kedua, ajaran Jabariyah yang
moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau
negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan
dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia juga
tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak
pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang
diciptakan tuhan.
Tokoh yang
berpaham seperti ini adalah Husain bin Muhammad an-Najjar yang mengatakan bahwa
Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian
atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak dapat
dilihat di akherat. Sedangkan
adh-Dhirar (tokoh jabariayah moderat lainnya) pendapat bahwa Tuhan dapat saja
dilihat dengan indera keenam dan perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pihak.[[20][15]]
a.
Refleksi Faham Qadariyah dan Jabariyah
: Sebuah Perbandingan tentang Musibah
Dalam paham Jabariyah,
berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan bagai kapas yang melayang di
udara yang tidak memiliki sedikit pun daya untuk menentukan gerakannya yang
ditentukan dan digerakkan oleh arus angin. Sedang yang berpaham Qadariyah
akan menjawab, bahwa perbuatan manusia ditentukan dan dikerjakan oleh manusia,
bukan Allah. Dalam paham Qadariyah, berkaitan dengan perbuatannya,
manusia digambarkan sebagai berkuasa penuh untuk menentukan dan mengerjakan
perbuatannya.
Pada perkembangan selanjutnya, paham
Jabariyah disebut juga sebagai paham tradisional dan konservatif dalam
Islam dan paham Qadariyah disebut juga sebagai paham rasional dan
liberal dalam Islam. Kedua paham teologi Islam tersebut melandaskan diri di
atas dalil-dalil naqli (agama) - sesuai pemahaman masing-masing atas nash-nash
agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi Muhammad) - dan aqli (argumen pikiran).
Di negeri-negeri kaum Muslimin, seperti di Indonesia, yang dominan adalah paham
Jabariyah. Orang Muslim yang berpaham Qadariyah merupakan
kalangan yang terbatas atau hanya sedikit dari mereka.
Kedua paham itu dapat dicermati pada
suatu peristiwa yang menimpa dan berkaitan dengan perbuatan manusia, misalnya,
kecelakaan pesawat terbang. Bagi yang berpaham Jabariyah biasanya dengan
enteng mengatakan bahwa kecelakaan itu sudah kehendak dan perbuatan Allah.
Sedang, yang berpaham Qadariyah condong mencari tahu di mana letak
peranan manusia pada kecelakaan itu.
Kedua paham teologi Islam tersebut
membawa efek masing-masing. Pada paham Jabariyah semangat melakukan
investigasi sangat kecil, karena semua peristiwa dipandang sudah kehendak dan
dilakukan oleh Allah. Sedang, pada paham Qadariyah, semangat investigasi
amat besar, karena semua peristiwa yang berkaitan dengan peranan (perbuatan)
manusia harus dipertanggungjawabkan oleh manusia melalui suatu investigasi.
Dengan demikian, dalam paham Qadariyah,
selain manusia dinyatakan sebagai makhluk yang merdeka, juga adalah makhluk
yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Posisi manusia demikian tidak
terdapat di dalam paham Jabariyah. Akibat dari perbedaan sikap dan
posisi itu, ilmu pengetahuan lebih pasti berkembang di dalam paham Qadariyah
ketimbang Jabariyah.
Dalam hal musibah gempa dan tsunami
baru-baru ini, karena menyikapinya sebagai kehendak dan perbuatan Allah, bagi
yang berpaham Jabariyah, sudah cukup bila tindakan membantu korban dan
memetik "hikmat" sudah dilakukan.
Sedang hikmat yang dimaksud hanya
berupa pengakuan dosa-dosa dan hidup selanjutnya tanpa mengulangi dosa-dosa.
Sedang bagi yang berpaham Qadariyah, meski gempa dan tsunami tidak
secara langsung menunjuk perbuatan manusia, namun mengajukan pertanyaan yang
harus dijawab : adakah andil manusia di dalam "mengganggu" ekosistem
kehidupan yang menyebabkan alam "marah" dalam bentuk gempa dan
tsunami? Untuk itu, paham Qadariyah membenarkan suatu investigasi
(pencaritahuan), misalnya, dengan memotret lewat satelit kawasan yang dilanda
musibah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut penulis solusi terhadap pandangan aliran Jabariyah
dan Qodariyah yaitu bahwa manusia benar-benar memiliki kebebasan
berkehendak dan karenanya ia akan dimintai pertanggungjawaban atas
keputusannya, meskipun demikian keputusan tersebut pada dasarnya merupakan
pemenuhan takdir (ketentuan) yang telah ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan
berkehendak manusia tidak dapat tercapai tanpa campur tangan Allah SWT, seperti
seseorang yang ingin membuat meja, kursi atau jendela tidak akan tercapai tanpa
adanya kayu sementara kayu tersebut yang membuat adalah Allah SWT. Dalam
masalah Iman dan Kufur ajaran Jabariyah yang begitu lemah tetap bisa
diberlakukan secara temporal, terutama dalam langkah awal menyampaikan dakwah
Islam sehingga dapat merangkul berbagai golongan Islam yang masih memerlukan
pengayoman. Di samping itu pendapat-pendapat Jabariyah sebenarnya
didasarkan karena kuatnya iman terhadap qudrot dan irodat Allah SWT, ditambah
pula dengan sifat wahdaniat-Nya.
Sementara
bagi Qodariyah manusia adalah pelaku kebaikan dan juga keburukan,
keimanan dan juga kekufuran, ketaatan dan juga ketidaktaatan. Dari keterangan
ajaran-ajaran Jabariyah dan Qodariyah tersebut di atas yang
terpenting harus kita pahami bahwa mereka (Jabariyah dan Qodariyah)
mengemukakan alasan-alasan dan dalil-dalil serta pendapat yang demikian itu
dengan maksud untuk menghindarkan diri dari bahaya yang akan menjerumuskan
mereka ke dalam kesesatan beragama dan mencapai kemuliaan dan kesucian Allah
SWT dengan sesempurna-sempurnanya. Penghindaran itu pun tidak mutlak dan tidak
selama-lamanya, bahkan jika dirasanya akan berbahaya pula, mereka pun tentu
akan mencari jalan dan dalil-dalil lain yang lebih tepat. Demikian makalah dari
kami yang berjudul “Jabariyah dan Qodariyah” kritik dan saran yang
konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan di masa mendatang.
B.
Saran
Didalam pembuatan makalah ini kami
masih banyak mendapatkan kesulitan. Dan kepada Dosen pengajar dan rekan-rekan
sekalian, kami selaku pemapar menyadari masih benyak kekurangan dan kesalahan
oleh karena itu kami masi mengharapkan saran dan arahan dari rekan-rekan
sekalian.
[1][16] Lihat Rosihan Anwar, op.cit., h. 70; Abudin Nata,
op.cit., h. 36; Hadariansyah, op.cit., h. 68
[10][5] Tim, Enseklopedi Islam, "Jabariyah" (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), cet ke-4,
h. 239
[11][6]
Adapun riwayat Jahm tidak diketahui dengan jelas, akan tetapi sebagian ahli
sejarah mengatakan bahwa dia berasal dari Khurasan yang juga dikenal dengan
tokoh murjiah, dan sebagai pemuka golongan Jahmiyah. Karena kelerlibatanya
dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah, sehingga dia ditangkap.
[16][11] Ali Syami an-Nasyar, Nasy'at al-Fikr al-Falsafi fi al-Islam, (Cairo: Dar al-Ma'arif,
1977), h. 335
[17][12] Rosihan Anwar, op.cit., h. 67-68; Lihat juga
Hadariansyah, Pemikiran-pemikiran Teologi
dalam Sejarah Islam, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008), h. 79-80
[18][13] Hadariansyah, loc.cit; Lihat asy-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal, (Beirut-Libanon:
Dar al-Kurub al-'Ilmiyah, t.th);
[20][15] Ibid., Abudin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h.
41-42; Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar
Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996), h. 75
Tidak ada komentar:
Posting Komentar